Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal dan Menangkal Rasialisme

10 Februari 2021   05:15 Diperbarui: 10 Februari 2021   09:22 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama tanpa menakar asal yang berbeda (Foto: Fauxels via Pexels)

"Stop semua kemunafikan. Stop semua pembunuhan atas nama apa pun. Takada lagi rasa benci pada siapa pun, agama apa pun, ras apa pun, dan bangsa apa pun." ~Soe Hok Gie

SAYA menukil kalimat pembuka di atas dari diari Soe Hok Gie. Ia mati muda, tetapi umur pendeknya tidaklah sia-sia. Sepak terjangnya mengabadi. Diarinya dibukukan. Catatan Seorang Demontran. Begitu judul bukunya. Kutipan di atas saya nukil dari halaman 245--246. Saya suka tiga kalimat itu. 

Gie wafat di kawasan puncak Gunung Semeru pada 16 Desember 1969 dan mewariskan kalimat sakti. Takada lagi rasa benci, betul. Takada lagi rasa benci pada siapa pun, betul sekali. Takada lagi seseorang yang membenci orang lain karena berbeda agama, berlainan ras, atau berasal dari bangsa yang tidak sama.

Jikalau kita semua menjadikan "takada lagi rasa benci kepada siapa pun" sebagai jampi-jampi penguat hati, azimat peneguh tabiat, kita pasti mampu memanusiakan manusia. Perisakan, peremehan, pelecehan, dan perendahan martabat tidak akan terjadi lagi, sebab di dasar kalbu kita mengalir mata air bernama "semua manusia sama dan setara".

Hanya saja, kenyataan tidak selalu semenyenangkan dan semenenangkan harapan. Ada saja orang di sekitar kita yang membenci orang lain karena berbeda suku, berbeda agama, berbeda ras, atau berbeda asal bangsa. Celakanya, sering sekali perbedaan itu menjadi alasan untuk menghina dan menindas orang lain.

Lebih celaka lagi, penghinaan dan penindasan itu kadang-kadang terjadi di sekitar kita, di dekat kita, bahkan di depan mata kita. Makin celaka karena ketika penghinaan dan penindasan itu terjadi di sekitar kita, di dekat kita, bahkan di depan mata kita, kadang kita tidak berbuat apa-apa. Hanya bisa mengelus dada.

Jika kita terus bersikap demikian, kita telah melakukan tindak pembiaran yang, tanpa kita sadari, justru memungkinkan dan menyuburkan penghinaan dan penindasan itu. Mimpi Gie tampaknya tetap abadi sebagai mimpi selama kita tidak berubah, tidak bergerak, tidak beranjak.

Khusus dalam artikel sederhana ini, saya ingin mengajak pembaca yang budiman untuk bergerak menahan, melawan, dan menangkal rasialisme (lumrah juga disebut rasisme). Moga-moga pembaca yang arif berkenan menuntaskan artikel ini hingga tandas.

Antara Ras dan Etnis

ASAL MUASAL kata ras hingga saat ini masih menjadi bahan perdebatan. Ada yang menyebut ras berakar dari bahasa Latin (radix), ada yang menyatakan dari bahasa Spanyol (raza), ada yang menyebut dari bahasa Italia (razza), dan ada pula yang menyebut dari bahasa Prancis (race).

Kata race (Prancis) kemudian diserap dengan kata yang sama ke dalam bahasa Inggris (Cookley, 2001) dan bahasa Belanda disebut ras. Nah, kata ras itulah yang diserap ke dalam bahasa Indonesia. Cookley sendiri mendefinisikan ras sebagai berikut.

Race refers to a category of people regarded as socially distinct because they share genetically transmitted traits believed to be important by people with power and influence in a society.

Berdasarkan pendapat Cookley, ras mengacu pada pembedaan atau pengategorian manusia secara sosial berdasarkan berbagai ciri yang diturunkan secara genetik dan diyakini penting oleh orang-orang yang berkuasa dan berpengaruh dalam masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun