Abu Janda (Permadi Arya) sudah bertemu dengan Natalius Pigai. Mereka berdamai. Bagi Pigai, masalah selesai. Bagi Permadi, masalah kelar. Bagaimana dengan fasilitator yang mempertemukan Abu dan Pigai? Belum tentu. Pihak yang mempertemukan Abu dan Pigai kemungkinan akan mendapat dampak politis karena menginisiasi pertemuan itu.
Adalah Sufmi Dasco Ahmad yang mempertemukan dua pihak yang beberapa hari lalu sempat bikin riuh media sosial. Pertemuan itu digelar kemarin, Senin (8/2/2021), di Hotel Fairmont Jakarta. Tidak cukup memfasilitasi, Ketua Harian Partai Gerindra itu juga memajang foto pertemuan di akun twitter-nya.
Tentulah satu hal yang manusiawi apabila ada pihak yang berinisiatif menjembatani dua pihak yang tengah bertikai. Hawa panas yang sempat--boleh jadi masih--membuat gerah warganet mesti dinetralisasi. Mungkin itulah alasan mengapa Sufmi mempertemukan Abu dan Pigai.
Manusiawi juga apabila Abu ingin bertemu dengan Pigai, begitu pula Pigai yang tidak menolak bertemu dengan Abu. Lebih manusiawi lagi karena mereka sudah menunjukkan "kami berdamai" atau "sekarang kami rukun". Ekspresi semringah terpancar dari muka tiga orang tersebut.
Terlepas dari ketakpuasan warganet yang menyayangkan kasus Abu-Pigai selesai dengan duduk bareng dan bersalaman, banyak pihak yang mengalihkan rasa kesal kepada Sufmi. Pengalihan itu berhubungan dengan kemunculan sang pendamai yang terkesan ujuk-ujuk.
Kesan itu mencuat ke permukaan karena Sufmi sebelumnya jarang terdengar meningkahi atau memedulikan kasus Abu-Pigai. Itulah yang menimbulkan tanda tanya di benak warganet. Bukan soal rasa ingin tahu (baca: kepo) atau tidak, melainkan karena penasaran.
Jika si bungsu di si tengah berseteru, si sulung menengahi. Apa urusan si sulung? Dia tidak ingin dua adiknya terus berselisih, karena hal itu dapat mengguncang kerukunan dan kenyamanan keluarga. Alasannya jelas, posisinya jelas, tujuannya jelas.
Bagaimana dengan Sufmi? Saat ini beliau tengah mengemban amanat selaku Ketua Harian DPP Gerindra. Suka tidak suka, semua yang beliau katakan atau lakukan akan dikait-pautkan dengan Partai Gerindra. Itu risiko politisnya.
Dalam cuitan yang menyertai foto perdamaian Abu dan Pigai, Sufmi menyatakan sesuatu yang tendensius. Perkuat diri membangun negeri, bersama Natalius Pigai dan Abu Janda. Ajakan untuk memperkuat diri agar dapat membangun bangsa tercinta jelas sangatlah mulia. Itu penting.
Sebagaimana kita ketahui bersama, Gerindra mendapat sokongan luar biasa saat pilpres lalu. Sokongan itu datang dari pihak-pihak yang tidak cocok dengan Jokowi atau PDI Perjuangan. Nah, tatkala kasus Abu-Pigai ditengahi sedangkan Ustaz Maheer tidak, timbul banyak syak-wasangka.
Itu satu contoh saja. Kalau ditambah satu, Habib Rizieq. Ketika masa kampanye pilpres, Prabowo sempat keceplosan akan menjemput Rizieq apabila terpilih pada pilpres. Memang benar Prabowo tidak terpilih, tetapi hingga saat ini tidak tersiar kabar Prabowo menjenguk Rizieq. Okelah, beliau sekarang menteri. Namun, bukankah bisa didelegasikan kepada pengurus Gerindra yang lain?
Dalam hemat saya, itu pemantik rasa sewot di antara sebagian warganet yang selama ini merasa "dikadali". Mati-matian membela Prabowo (berarti juga membela Gerindra), tetapi aspirasi tidak dihiraukan. Sufmi mempertegas rasa dongkol itu dengan ajakan membangun negeri bersama Abu. Muncullah pernyataan tidak puas, kesal, atau kecewa.
Tidak heran jika reaksi negatif bermunculan. Kalau mau jadi juru damai jangan tanggung. Ujar salah satu warganet. Dari foto ini saya percaya bahwa air kolam cebong berpengaruh terhadap otak, pengaruhnya lebih bahaya daripada narkoba. Kata warganet yang lain.
Ada juga yang langsung blak-blakan. Membangun negeri bersama Abu Janda? Itu kritik yang jelas tertuju kepada Sufmi. Efek dominonya, menggerus kepercayaan simpatisan terhadap Gerindra. Ketika banyak tokoh masyarakat mengingatkan keburukan tabiat Abu Janda, Gerindra malah ingin membangun negeri bersamanya. Netizen lain mengatakan, "Jijay!"
Selaku elite Gerindra, Sufmi tidak bisa mengabaikan tanggapan demikian. Jika tidak disikapi baik-baik dan bijak, simpatisan bisa bersikap antipati terhadap Gerindra. Mereka balik badan sambil berkata "sayonara". Suara partai bisa susut. Dukungan dari akar rumput pun raib. Salah-salah suara mengambang itu melimpah kepada Demokrat, PKS, bahkan Golkar.
Pak Sufmi bisa membaca sendiri tanggapan netizen. Kalau perlu, baca pelan-pelan satu demi satu. Pahami perasaan simpatisan Gerindra ketika diajak memperkuat diri membangun negeri bersama Abu Janda. Kata netizen: Pret!
Salam takzim, Khrisna Pabichara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H