Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Jokowi dan Kontradiksi Kritik Hari Ini

9 Februari 2021   06:08 Diperbarui: 9 Februari 2021   10:16 2333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo (Foto: Biro Pers Setpres/Krishadiyanto)

Saya sengaja menganjurkan Anda untuk menguji sendiri bagaimana nasib pengkritik pemerintah, termasuk para pengkritik Presiden Jokowi, supaya Anda dapat mengulik dan mendalaminya sendiri. Artinya, ada lubang menganga yang dapat membuat rakyat Indonesia terperosok ke sana jikalau nekat mengkritik pemerintah. Riskan!

Lubang menganga itu bernama Pasal Karet. Alamatnya di gang melar bernama UU ITE. Lubang di gang melar itu begitu menganga. Ada dua pula. Pertama, Pasal 27 ayat (3) tentang penghinaan dan pencemaran nama baik. Kedua, Pasal 28 ayat (2) tentang ujaran kebencian.

Dua pasal karet itu dapat dengan mudah disalahartikan atau disalahgunakan oleh banyak pihak untuk melaporkan seseorang yang mengkritik pemerintah, apalagi mengkritik Pak Jokowi. Pelapor dan penegak hukum bisa seenak dan sekehendak hati menuduh rakyat dengan dakwaan "penghinaan", "pencemaran nama baik", dan "menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan".

Jadi, kritik dan masukan seperti apa yang Pak Jokowi inginkan? 

Jikalau kritik yang berisi kelebihan atau prestasi pemerintah, lalu digoreng pelan lewat saran, lebih baik meminta pujian saja. Ambil contoh: Pemerintah sudah melakukan yang terbaik, hanya perlu sedikit perbaikan. Siapa yang mau mendengar kritikan selembut itu? Tidak ada. Kritik basi, tenaga percuma.

Berikut ini tiga kontradiksi kritik yang kerap terjadi belakangan ini.

Kritik santun diabaikan, kritik keras terkena pasal. Kritik santun dianggap penghinaan, kritik keras disangka makar. Jika sudah begitu, barangkali yang tepat adalah keripik: renyah dan gurih sekalipun belum tentu mengenyangkan.

Orang kecil mengkritik pemerintah: didengar kagak, ditangkap iya. Apalagi kalau orang kecil itu berdiri di tempat yang berseberangan dengan posisi pemerintah. Pak Jokowi mungkin santai saja, pendukung beliau yang senewen dan main lapor. Sedikit-sedikit polisi, sedikit-sedikit meja hijau.

Bayangkan bagaimana kritik dan masukan terpaksa Anda telan sendiri, lantaran ketika membuka aplikasi perpesanan, Anda membaca kiriman dari sosok bernama UU ITE. Katanya, "Pelan-pelan, Brader, saya tetap memantau Anda."

Kebebasan berbicara dijamin, setelah berbicara tanggung sendiri. Kebebasan kita dijamin saat mengeluarkan pikiran, pendapat, saran, ataupun kritikan, tetapi kebebasan setelah berbicara belum ada garansi akan dijamin tetap aman.

Bayangkan apa pun kritik dan masukan yang ingin Anda sampaikan tertahan di tenggorokan, sebab Anda melihat di seberang jalan satu sosok mengerikan bernama UU ITE sedang berdiri, melambaikan tangan, dan tersenyum ke arah Anda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun