Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Diserang Pendengung Rupiah, Kwik Kian Gie Keder

7 Februari 2021   19:05 Diperbarui: 7 Februari 2021   21:16 1903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kwik Kian Gie keder diserang pendengung setelah beradu data dengan Staf Khusus Menteri Keuangan (Foto: Tempo/Usman Iskandar)

"Kenapa?" tanya Demo.

"Mereka pilgub, segala nama rakyat negeri kami diseret-seret. Lebih sewot lagi, mereka mencatut nama ordo di negara kami saat pilpres. Pendukung Jokowi disebut cebong, ordo dari kelas kodok. Pendukung Prabowo dinamai kampret, ordo dari famili kelelawar. Mereka tidak tahu bagaimana caranya membinatangkan binatang," ujar Ulara dengan pelupuk tergenang air mata.

"Jangankan membinatangkan binatang," kata Demo, "memanusiakan manusia saja sudah banyak yang lupa cara melakukannya. Mengkritik pemerintah boleh, tidak ada larangan. Mengkritik orang yang mengkritik pemerintah juga boleh. Bahkan, mengkritik orang yang mengkritik orang lain yang mengkritik pemerintah juga boleh."

Repot menimpali, "Sekarang ada kadal gurun."

"Betul, Prof," kata Ulara. "Saya mengacungkan jempol kepada Pak Kwik. Sekalipun sudah tua, beliau masih setia urun saran bagi kemajuan negaranya. Beliau tinggal beradaptasi dengan era digital. Anak-anak muda mestinya menghargai orang tua. Kalaupun dianggap nyinyir, ya, kata nyinyir memang identik dengan orang tua. Apa susahnya ambil sesuatu yang baik."

Repot menyandarkan punggungnya ke kursi. "Generasi milenial perlu mempelajari sikap seperti apa yang tepat saat berkomunikasi dengan orang tua."

Demo tersenyum. "Profesor Repot seperti tidak pernah muda saja. Namanya juga anak muda, watak sengak dan mulut nyablak sudah biasa. Sewaktu Anda masih kuliah, Anda pernah main gitar di depan istana. Anda cuma mengulang-ulang lirik 'Pak Tua sudahlah'. Untung Kong Fey Lix bukan presiden berkuping tipis."

Mereka tertawa serempak. Entah mentertawakan masa muda Profesor Demo, entah meledek Presiden Wekawekaweka yang tetap moderat kepada para pelawan pemerintah, entah mengejek Kwik Kian Gie yang luput membaca tanda-tanda zaman.

Layar televisi berkedip. Iklan rengginang garing muncul. Para panelis bertukar senyum, sebab Ulara tidak bisa bersalaman atau berpelukan.

Salam takzim, Khrisna Pabichara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun