Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Diserang Pendengung Rupiah, Kwik Kian Gie Keder

7 Februari 2021   19:05 Diperbarui: 7 Februari 2021   21:16 1903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kwik Kian Gie keder diserang pendengung setelah beradu data dengan Staf Khusus Menteri Keuangan (Foto: Tempo/Usman Iskandar)

Profesor Demo Tivasi menimpali. "Seingatku, kebebasan berpendapat sudah dijamin di Indonesia. Dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) diatur tentang 'setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat'. Kwik boleh mengkritik, tetapi ia juga harus siap dikritik."

Beliau juga mengutip isi Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, "Everyone has the right to freedom of opinion and expression." Dengan demikian, ujar profesor yang doyan blak-blakan itu, setiap orang berhak menyatakan pikiran atau pendapatnya, disampaikan melalui media apa saja, dan tanpa batasan wilayah.

"Bagaimana menurut Bung Ulara?" tanya Demo kepada panelis tamu dari Republik Dong Eng.

Ulara duduk melingkar di atas kursi dengan leher mencuat panjang ke atas melewati permukaan meja. "Kita harus menyadari, maksud saya Pak Kwik, karakter warganet di Twitter. Jangan kayak orang asing di nagari yang baru didatangi. Warganet Indonesia itu punya tiga sikap dasar. Kepo, kejam, dan kolokan."

Begitu satu isu tersiar, tutur Ulara sambil sesekali membolak-balik halaman diari dengan lidah bercabangnya, warganet langsung penasaran alias kepo. Lalu, komentar kejam alias bengis pun terlontar. Begitu diserang balik, kolokan nongol. 

Maka dari itu, katanya lagi, warganet Indonesia gampang sekali termakan hoaks. Akibat bekal kepo kuadrat, kabar apa saja cepat diterima, dipercaya, lalu disebar. Soal benar atau tidak, belakangan. Ini perkara main dulu-duluan. Kalaupun salah, ucap Ulara, nanti juga bisa meminta maaf.

Kwik Kian Gie dan Kenangan Masa Lalu

"SAYA pikir," tutur Repot, "tilikan Profesor Ulara masuk akal. Tiga tabiat itu lahir dari kungkungan kebebasan berekspresi pada masa lalu. Ketika Soeharto berkuasa, tidak ada media sosial. Tidak mudah juga mendapat jatah kolom di Kompas. Susah!"

Ulara mengangguk-angguk. "Sepakat, Prof. Dulu, dengan media terbatas saja, kadang ada sosok yang hilang misterius. Entah dikarungi, entah digelandang. Andai masih Presiden Soeharto yang saat ini berkuasa, beliau pasti angot-angotan. Dikit-dikit suruh culik, dikit-dikit pasang kios rokok buat mengintai lawan politik. Untung itu tidak terjadi di Negeri Dong Eng. Untung pula tidak ada di Wekawekaweka."

"Kami punya presiden karismatik yang menjunjung tinggi kebebasan," ucap Demo. "Presiden Kong Fey Lix malah tidak suka jikalau rakyatnya membebek begitu saja pada kebijakan pemerintah. Undang-undang, kritik. Sekeras apa pun, tidak akan dipolisikan. Sekasar apa pun, mustahil dimejahijaukan. Masak iya presiden dan lingkarannya memenjarakan rakyat yang dipimpinnya?"

Ulara mendadak terkekeh-kekeh. Repot dan Demo menoleh, mengernyit, dan menganga. Ulara lekas-lekas menghentikan tawa, menutup mulut dengan ujung ekornya, berkata "maaf" sembari mengangguk-angguk, lalu memperbaiki sikap duduknya.

Pelan-pelan ia berkata, "Ujaran kebencian di Nusantara sekarang menjadi hal biasa. Perseteruan antara pendengung rupiah (buzzerRp, pro pemerintah) dan pendengung oposan terus terjadi. Kata-kata kasar tak ditakar." Ia berhenti sejenak merasa salah kata. "Sebagai warga negeri fabel bernama Republik Dong Eng, saya sering belingsatan melihat rakyat Indonesia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun