Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY: Jika Takut Gelombang, Jangan Jadi Nakhoda

6 Februari 2021   19:26 Diperbarui: 6 Februari 2021   19:41 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Pada sisi lain berarti mengumbar borok internal bisa saja memicu perasaan antipati di hati rakyat Indonesia,” ujar Kepo menimpali. “Jika AHY kurang wawas, tidak waspada, salah-salah bisa terjerembap ke dalam lubang yang ia gali sendiri.”

“Begini,” kata Demo sambil mengusap-usap kumis, “saya teringat desakan kepada Anas agar ia mundur dari kursi ketua umum. Saat itu Anas bermain metafor dan metomini. Ada dua hal yang saya catat.” Ia berhenti sejenak dan membuka diari. “Saat itu Anas menyatakan bahwa ada unsur politik para Sengkuni dan nabok nyilih tangan.”

Repot mendeham. “Tunggu. Apakah itu berarti AHY sekarang sedang ‘nabok nyilih tangan’?”

“Bisa jadi,” jawab Demo. “Ia menyurati Jokowi. Artinya, ia meminjam tangan Pak Presiden untuk menabok Pak Moeldoko yang ia duga sebagai penata kudeta.”

Kepo menggeleng-geleng. “Tidak, tidak. Kalau AHY begitu, berarti ia memamerkan fakta bahwa ia belum matang. AHY harus tahu, politik tidak sepi dari intrik. Hanya Gang Sapi yang boleh sepi intrik. Matang atau tidak matang, sekarang waktunya bagi AHY untuk membuktikan diri.”

“Betul,” kata Repot. “AHY harus mampu menyelesaikan konflik partainya. Ia sekarang menjadi nakhoda sebuah kapal besar bernama Partai Demokrat. Kalau ia takut gelombang, turun dari kapal. Samudra tenang tidak pernah menghasilkan nakhoda mumpuni.”

Demo tersenyum. “Jangan mengambil samudra sebagai metafor. Kita tidak tahu apakah AHY itu mabuk laut atau tidak.”

Penutup: Debat Tanpa Debat

Begitulah. Gelar wicara yang sejatinya merupakan panel debat ternyata berlangsung dengan lancar tanpa sengketa. Memang begitulah perdebatan di Republik Wekawekaweka. Tidak ada debat kusir, tidak ada silat lidah, tidak ada mulut yang asbun.

Negara yang dipimpin oleh presiden rendah hati, Profesor Kong Fey Lix, memang sangat maju dalam soal kecendekiaan. Warganet di sana tidak senang menyindir tanpa data, tidak suka menghujat tanpa fakta, tidak doyan bercengkerama yang nirfaedah. Kong Fey Lix berhasil membangun budaya debat ilmiah di negerinya.

Tiga Indonesianis itu meninggalkan ruangan. Sebuah konklusi tertayang di layar raksasa. AHY: Jika Takut Gelombang, Jangan Jadi Nakhoda!

Tabik, Khrisna Pabichara

Rujukan:

  1. SBY Terpilih sebagai Ketum Demokrat. Sumber: Wikipedia.org. Diakses 6 Februari 2021 pukul 12:30 WIB.
  2. Tiga Kesaksian Soal Peran SBY dalam Kasus Kudatuli. Sumber: Tempo.co. Diakses 6 Februari 2021 pukul 12:31 WIB. 
  3. Yang Baik Dilanjutkan, yang Belum Baik Diperbaiki. Sumber: Demokrat.or.id. Diakses 6 Februari pukul 12:18 WIB)
  4. Di Puncak, tapi Bukan Pendaki. Sumber: Sindonews.com. Diakses 6 Februari pukul 12:17 WIB)
  5. Mulyana. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. 2005. Bandung: Remaja Rosdakarya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun