Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dukun Kekinian: dari Jimat hingga Festival Santet

5 Februari 2021   11:30 Diperbarui: 5 Februari 2021   11:43 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan Presiden Gambia, Yahya Jammeh, memerintahkan penangkapan semua dukun di Gambia saat berkuasa (Foto: Andrew Renneisen/Getty Images)

Kabar menarik. Dukun di Indonesia bersatu. Mereka tidak mau tercerai-berai lagi. Mereka bersatu dalam wadah organisasi. Namanya keren. Persatuan Dukun Nusantara. Kalau disingkat menjadi Perdunu. Awas, Bro, jangan dipelesetkan menjadi Perdungu. Nanti kamu disantet!

TIADA angin tiada awan, berarti tidak ada apa-apa. Begitu adanya. Rabu lalu, 3 Februari 2021, para dukun di Indonesia berkumpul di Banyuwangi. Jangan berpikir mereka tengah memusyawarahkan kurikulum santet, metode pembelajaran guna-guna, atau sertifikasi dukun. Bukan itu.

Bertempat di Desa Sumberarum, Kec. Songgon, Kab. Banyuwangi, Jawa Timur, dukun-dukun itu berkumpul dan menggelar konferensi. Semacam itulah. Tujuannya, membentuk organisasi resmi semacam organisasi masyarakat. Dikutip Detik.com, organisasinya dinamai Persatuan Dukun Nusantara.

Anda heran? Saya juga. Saya sempat bertanya-tanya dukun apa saja yang berhak menjadi anggota Perdunu. Barangkali semua dukun. Dari dukun beranak hingga dukun teluh. Dari dukun pengobatan tradisional sampai dukun pelet.

Sebagaimana lazimnya ormas yang lain, Perdunu tentu saja akan menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Plis, jangan bayangkan AD/ART Partai Demokrat yang kemarin disentil oleh Menteri Sekretaris Negara. Ini murni AD/ART para dukun.

Setelah berdebat mesra dalam balutan jampe-jampe, Rabu (3/2/2021) dijadikan hari keramat. Hari itu mereka mendeklarasikan diri. Misi deklarasi bukan sekadar supaya masyarakat luas tahu bahwa dukun sudah punya perkumpulan, bukan. Mereka tengah memukul canang agar seluruh dukun di Indonesia bersatu di bawah payung Perdunu.

Jangan tertawa keras begitu, Bro. Geli hati geli saja, jangan tertawa sinis. Hehehe. Mau diteluh? Saya sih mau dipeluk oleh yang saya sayangi. Uhuk!

***

PERKARA dukun tidak hanya ada di Indonesia. Dunia klenik ada di mana-mana. Hampir di seluruh penjuru bumi selalu ada orang yang percaya pada klenik. Sakit hati, kirim teluh. Penerima teluh muntah-muntah, keluar paku dan jarum. Kembang kota yang sudah berkali-kali menolak dan buang ludah dikirimi pelet, eh, kebelet.

Ada pula calon anggota legislatif, tidak perlu saya sebut namanya (karena saya tidak tahu), mau maju di pileg mesti sowan dulu ke dukun. Bukan soal hari baik atau malam buruk, melainkan agar dirinya dipilih oleh banyak orang. Setelah penghitungan suara kelar, dia kalah. Setres. Kelar.

Ada klub sepakbola, tidak perlu saya sebut namanya (karena bagian ini mengada-ada sekadar untuk kasih contoh), enggan melakoni partai tandang jika dukun andalan tidak disertakan. O ya, jangan ingat, banyak orang yang percaya bahwa gawang lawan dapat membuat tanah atau rumput yang tersiram air seni pasti basah.

Dukun juga seperti cat, lo. Ada warnanya. Ada dukun putih, ada dukun hitam. Apa perbedannya? Bagaimana cara kerja mereka? Apakah dukun putih dan hitam itu sudah disertifikasi? Apakah mereka punya asesor dan lembaga sertifikasi profesi yang diakui oleh BNSP? 

Entahlah.

***

PADA subuh yang lengas, 9 Maret 2009, dukun di Gambia menjadi bulan-bulanan pemerintah. The Washington Post menyajikan laporan, banyak orang yang ditangkap oleh polisi, tentara, dan paspampres gara-gara dikira dukun. Presiden Gambia saat itu, Yahya Jammeh, memimpin sendiri perburuan dukun itu.

Ribuan orang ditangkap. Mereka dipaksa meminum ramuan halusinogen. Ada yang jatuh sakit, ada yang meregang nyawa. Amnesti Internasional menyatakan bahwa dua orang korban tangkap paksa meninggal setelah menenggak ramuan halusinogen.

Perburuan dukun pernah juga terjadi di Indonesia. Pada Februari 1998 terjadi peristiwa Geger Santet. Kompas.com melaporkan, pada mulanya berawal dari pendataan orang-orang yang diduga masih memiliki kekuatan magis. Bupati Banyuwangi memerintahkan seluruh camat untuk melakukan pendataan itu.

Data tersebut kemudian bocor. Khalayak luas gerah. Sekelompok orang yang tidak dikenal, konon bernama Gerakan Antitenung (Gantung) datang ke desa-desa di Banyuwangi untuk membantai para dukun. Belakangan muncul pula kelompok Ninja yang membunuhi dukun tanpa belas kasih. Bukan hanya dukun, Ninja juga menghabisi nyawa ulama atau tokoh agama di Banyuwangi.

Layak kita ketahui, bagi masyarakat Banyuwangi, santet tidak hanya berhubungan dengan bikin orang lain mati merana atau pelaris supaya dagangan laku. Dosen Sejarah IAIN Surakarta, Latif Kusairi, menyatakan bahwa masyarakat Banyuwangi mengenal santet sebagai tradisi yang umum.

Dengan demikian, dikutip Kompas.com, azimat (Daeng Rudy menyebutnya jimat) pelaris pun disebut santet. Bahkan, jika ada warga yang jatuh sakit, kemudian mendatangi Pak Kiai, lalu dikasih air putih, maka air putih itu juga disebut santet.

***

DENGAN demikian, hati kita mulai bertanya-tanya. Apakah dukun-dukun yang bergabung dengan Perdunu termasuk dukun putih atau dukun hitam? Barangkali dua golongan itu berpadu dalam satu ikatan organisasi, bisa juga tidak. Siapa tahu nanti lahir Perdunu Perjuangan atau Perdunu Alternatif.

Sekarang dapat pula kita bayangkan, hitung-hitung perintang waktu, apa jadinya jika para dukun mulai membaurkan sains dan klenik? Apa jadinya apabila mantra pelunak hati dipadukan dengan ilmu tentang massa pikiran atau intervensi psikis? Bagaimana jika anggota Perdunu melakukan riset canggih untuk meneliti peluang menciptakan benda pelaris atas prinsip relasi antarmateri?

Jika pertanyaan di atas bisa dilakukan dan dibuktikan oleh Perdunu, mungkin suatu ketika nanti ada perguruan tinggi di Indonesia yang membuka fakultas khusus. Si A ketemu temannya, "Kamu fakultas apa?" Si B menjawab dengan penuh karisma, "Fakultas Ilmu Santet dan Ilmu Pelet." Pelankan tawamu, Bro.

Namun, ada satu hal cukup menggelitik. Pada bulan Muharram nanti, Agustus dalam kalender umum, akan menggelar Festival Santet. Nah, santet seperti apa yang akan difestivalkan? Apakah santet bola api yang dapat membuat orang lain sengsara akan dipertontonkan pada festival itu? Atau, jangan-jangan "santet" secara umum yang selama ini dipahami oleh masyarakat Banyuwangi. 

Salam takzim, Khrisna Pabichara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun