Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dukun Kekinian: dari Jimat hingga Festival Santet

5 Februari 2021   11:30 Diperbarui: 5 Februari 2021   11:43 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan Presiden Gambia, Yahya Jammeh, memerintahkan penangkapan semua dukun di Gambia saat berkuasa (Foto: Andrew Renneisen/Getty Images)

Entahlah.

***

PADA subuh yang lengas, 9 Maret 2009, dukun di Gambia menjadi bulan-bulanan pemerintah. The Washington Post menyajikan laporan, banyak orang yang ditangkap oleh polisi, tentara, dan paspampres gara-gara dikira dukun. Presiden Gambia saat itu, Yahya Jammeh, memimpin sendiri perburuan dukun itu.

Ribuan orang ditangkap. Mereka dipaksa meminum ramuan halusinogen. Ada yang jatuh sakit, ada yang meregang nyawa. Amnesti Internasional menyatakan bahwa dua orang korban tangkap paksa meninggal setelah menenggak ramuan halusinogen.

Perburuan dukun pernah juga terjadi di Indonesia. Pada Februari 1998 terjadi peristiwa Geger Santet. Kompas.com melaporkan, pada mulanya berawal dari pendataan orang-orang yang diduga masih memiliki kekuatan magis. Bupati Banyuwangi memerintahkan seluruh camat untuk melakukan pendataan itu.

Data tersebut kemudian bocor. Khalayak luas gerah. Sekelompok orang yang tidak dikenal, konon bernama Gerakan Antitenung (Gantung) datang ke desa-desa di Banyuwangi untuk membantai para dukun. Belakangan muncul pula kelompok Ninja yang membunuhi dukun tanpa belas kasih. Bukan hanya dukun, Ninja juga menghabisi nyawa ulama atau tokoh agama di Banyuwangi.

Layak kita ketahui, bagi masyarakat Banyuwangi, santet tidak hanya berhubungan dengan bikin orang lain mati merana atau pelaris supaya dagangan laku. Dosen Sejarah IAIN Surakarta, Latif Kusairi, menyatakan bahwa masyarakat Banyuwangi mengenal santet sebagai tradisi yang umum.

Dengan demikian, dikutip Kompas.com, azimat (Daeng Rudy menyebutnya jimat) pelaris pun disebut santet. Bahkan, jika ada warga yang jatuh sakit, kemudian mendatangi Pak Kiai, lalu dikasih air putih, maka air putih itu juga disebut santet.

***

DENGAN demikian, hati kita mulai bertanya-tanya. Apakah dukun-dukun yang bergabung dengan Perdunu termasuk dukun putih atau dukun hitam? Barangkali dua golongan itu berpadu dalam satu ikatan organisasi, bisa juga tidak. Siapa tahu nanti lahir Perdunu Perjuangan atau Perdunu Alternatif.

Sekarang dapat pula kita bayangkan, hitung-hitung perintang waktu, apa jadinya jika para dukun mulai membaurkan sains dan klenik? Apa jadinya apabila mantra pelunak hati dipadukan dengan ilmu tentang massa pikiran atau intervensi psikis? Bagaimana jika anggota Perdunu melakukan riset canggih untuk meneliti peluang menciptakan benda pelaris atas prinsip relasi antarmateri?

Jika pertanyaan di atas bisa dilakukan dan dibuktikan oleh Perdunu, mungkin suatu ketika nanti ada perguruan tinggi di Indonesia yang membuka fakultas khusus. Si A ketemu temannya, "Kamu fakultas apa?" Si B menjawab dengan penuh karisma, "Fakultas Ilmu Santet dan Ilmu Pelet." Pelankan tawamu, Bro.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun