Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Surat Cinta AHY Tak Dibalas, Petinggi Demokrat Berang

5 Februari 2021   06:19 Diperbarui: 5 Februari 2021   06:35 1913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Elite Partai Demokrat Herman Khaeron via cnnindonesia.com (Kamis, 4/2/2021):

"Ini (surat Ketum PD) seharusnya dijawab agar diberikan keyakinan supaya tak menimbulkan spekulasi. Pak Pratikno tidak memberikan penjelasan sesuai yang dikirimkan surat tersebut."

Dalam hemat saya, setidaknya ada dua hal yang mengemuka dari pernyataan Herman. Pertama, tidak puas. Herman menganggap cara pihak Istana Negara memperlakukan surat AHY tidak pas dengan bayangannya. Berharap jawaban ya atau tidak, malah terjawab tidak akan ditanggapi.

Kedua, menekan pihak istana. Tekanan itu tampak dari petikan "dijawab agar diberikan keyakinan supaya tidak menimbulkan spekulasi". Dari situ bisa tergambar akan muncul spekulasi baru dari episode drama picisan berjudul Kudeta Demokrat itu.

Anggota Majelis Tinggi PD Syarief Hasan via tribunnews.com (Kamis, 4/2/2021):

"Hak Presiden untuk menjawab atau tidak, Partai Demokrat sangat menyayangkan."

Dari tanggapan itu tersirat nada ketakpuasan Syarief. Sekalipun dengan blak-blakan menyatakan perkara menjawab atau tidak adalah urusan Presiden, tetapi ia tambahkan bahwa PD sangat menyayangkan sikap Pak Jokowi.

Tiga tanggapan emosional di atas memiliki tiga persamaan. Pertama, menerima sekaligus mengancam. Tiga pernyataan di atas sama-sama mengakui bahwa Pak Presiden berhak menjawab atau tidak dugaan, tuduhan jika menilik pernyataan Rachlan, soal izin Presiden atas rencana kudeta di Partai Demokrat.

Kedua, sikap ngeyel plus ancam. Rachlan menyuruh Presiden agar mengurus perihal internal istana dengan Pak Moeldoko, Herman menandaskan adanya potensi spekulasi, sedangkan Syarief menegaskan sikap Partai Demokrat atas tanggapan istana.

Ketiga, tabiat pandir. Tiga elite Partai Demokrat tersebut tampaknya tidak menyadari bahwa pernyataan Istana Negara, melalui Pratikno, sejatinya adalah tanggapan atau jawaban atas surat yang dilayangkan oleh AHY.

Jawabannya pun jelas, tidak menanggapi persoalan internal Partai Demokrat. Makna "tidak perlu dijawab" dari pernyataan Pratikno mencakup pula makna "tidak perlu dibalas, cukup pernyataan lewat konperensi pers sesederhana ini".

Tak dinyana, Rachlan mengungkapkan rasa berangnya secara terang-terangan lewat akun twitternya.

"Air susu dibalas air tuba. Memang kenal Jokowi, tapi tidak kenal balas budi."

Jika cicitan tersebut ditujukan kepada Moeldoko (yang diangkat menjadi Panglima TNI semasa Presiden SBY), jelas salah arah, sebab Rachlan terang-terangan menerakan nama Jokowi. Padahal pada pilpres lalu, Partai Demokrat tidak mendukung atau mengusung Pak Jokowi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun