Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis Diari, Manajemen Stres, dan Eksplorasi Diri

3 Februari 2021   05:05 Diperbarui: 3 Februari 2021   05:12 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulislah, biar hati lega (Ilustrasi: Getty Images/Tetra Images-Yuri Arcus)

JANGAN remehkan kebiasaan menulis buku harian. Banyak riset yang sudah membuktikan faedah aktivitas intelektual itu. Tidak hanya meningkatkan fungsi kognitif, menulis buku harian juga bisa menangkal dampak buruk stres, memperkuat respons kekebalan tubuh, dan mengurangi gejala beberapa gangguan kesehatan.

Kalau Anda sering menulis buku harian, catatan harian, diari, jurnal, atau apa pun namanya, tidak perlu takut dianggap cengeng, menyek-menyek, atau lembek. Teruskan saja, sebab manfaatnya jauh lebih berguna dibanding tuduhan menyek-menyek dan kerabatnya.

Apa saja manfaat menulis buku harian? Berikut saya sajikan manfaat menulis diari. Manfaat ini saya ringkas dari berbagai sumber dan memadukannya dengan pengalaman empirik saya.

  1. Menjaga kesehatan mental. Meminjam asumsi Sigmund Freud, emosi yang tertahan dapat menyebabkan ledakan yang berlebihan. Jadi, harus dilepaskan. Diari adalah tempat Anda melepaskan emosi. Masa sulit dalam kehidupan, rasa sedih berkepanjangan, peristiwa traumatis yang sukar dilupakan. Semuanya. Tatkala ditulis, kesehatan mental terjaga.
  2. Membangun kecerdasan interpersonal. Mungkin Anda pernah disepelekan, mungkin Anda pernah ditolak oleh orang yang menjatuhkan hati Anda, mungkin Anda pernah dianggap tidak berguna. Keluarkan semua. Mengeluarkan energi negatif yang mengganggu, seperti bayangan Hurlock, membuat kita katarsis. Efeknya, kecerdasan interpersonal terbangun.
  3. Meningkatkan kesehatan fisik. Meminjam kajian James W. Pennebaker, menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam atas trauma yang pernah kita alami akan menghasilkan suasana hati, pandangan batin, dan kesehatan fisik yang lebih baik.
  4. Mengelola gangguan stres. Merujuk pada kajian Elizabeth Scott, menulis diari merupakan cara jitu mengelola stres. Jika dilakukan secara rutin dan konsisten, bahkan sporadis, menulis buku harian dapat menghilangkan stres dengan berfokus pada pengelolaan rasa syukur.
  5. Melatih disiplin diri. Mengacu pada temuan Matthew Tull, menulis jurnal atau buku harian secara rutin dapat mengenalkan, mendekatkan, dan mengakrabkan kita pada rutinitas. Hasilnya, tingkat disiplin kita akan meningkat.

Mudah-mudahan lima manfaat menulis diari di atas dapat membuka mata hati kita. Mau kesehatan mentalmu terjaga? Tulis diari. Ingin membangun kecerdasan interpersonal? Tulis diari. Mau mengelola stres? Tulis diari. Sederhananya begitu.

***

APAKAH Anda mengenal Stephen KingTunggu dulu. Mengenal dalam hal ini bukan berarti Anda pernah bertatap muka atau menjalin relasi yang akrab dengan novelis produktif itu, bukan. Maksud saya, setidaknya tahu nama atau tahu karyanya.

Begini ceritanya. Satu hari pada tahun 1999, King mengalami kecelakaan fatal. Ia ditabrak sebuah van tak seberapa jauh dari rumahnya. Tangan dan kakinya terluka, kulit kepalanya terkoyak, tulang rusuknya patah, paru-parunya rusak. Ia selamat, tetapi pengemudi van meninggal dunia.

Bagaimana King menyembuhkan gangguan stres pascatrauma? Dengan menulis. Dalam bukunya, On Writing: A Memoir of the Craft, King menceritakan betapa bermanfaat kebiasaan menulis secara rutin. Menulis baginya adalah jalan kembali pada kehidupan pascatrauma.

Salah satu cara yang dapat kita gunakan untuk membiasakan diri menulis setiap hari, dapat juga setiap mengalami momen traumatis, tiada lain adalah menulis diari. Stres yang diderita oleh King terobati karena ia rajin menulis. Kita bisa mengadopsinya, menirunya, mempraktikkannya.

Dalam sebuah artikel, The Benefits of Journaling for Stress Management, Elizabeth Scott dengan lincah mengudar tentang faedah menulis peristiwa traumatis dalam jurnal. Scott mengatakan, dalam proses menulis diari kita melibatkan kedua belahan otak.

Dengan begitu, kita dapat melepas emosi dan mengeksplorasi pikiran. Singkat kata, menulis pengalaman traumatis sebenarnya sama dengan melakukan terapi psikologis untuk melepas pikiran buruk karena trauma.

Sebegitu saja? O, tidak. Masih ada manfaat lain yang dibabar oleh Scott. Silakan baca:

  • menangkal dampak negatif stres;
  • memperkuat respons sistem kekebalan tubuh;
  • mengurangi gejala asma, artritis, dan gangguan kesehatan lain; serta
  • meningkatkan fungsi kognitif.

Maka dari itu, jangan ragu-ragu menulis diari.

***

DIARI seperti apa yang dapat menyehatkan jiwa dan raga Anda? Saya jawab singkat saja: diari yang ditulis secara ekspresif. Saran saya, pilihlah kata-kata yang secara spesifik mendeskripsikan emosi. Gambarkan apa yang tengah Anda pikirkan atau rasakan dengan terperinci. Gemetar sampai-sampai tubuh seperti tak disangga tulang, contohnya. 

Secara psikologis, tulisan ekspresif dapat membantu orang mengatasi gejala gangguan stres pascatrauma (post-traumatic stress disorder, PTSD). Dengan tulisan ekspresif, Anda dapat memulihkan ketegangan tubuh, mengembalikan fokus, melepas kecemasan, dan menjauhkan kemarahan.

Langkah apa saja yang dapat kita tempuh agar menulis diari lebih efektif? Berikut saya sajikan lima langkah menulis diari yang patut Anda coba. Langkah ini saya adaptasi dari sajian Matthew Tull dalam artikelnya yang berjudul “How Journaling Can Help with PTSD”.

  1. Cari waktu yang tepat. Tentu saja, kita juga mesti menemukan tempat yang tenang. Kalaupun ada sedikit gangguan, abaikanlah. Tanpa berniat menyombongkan diri, jika sudah menulis, saya malah tidak peduli situasi sekitar. Saya bisa menulis saat menunggu kereta, tirah baring karena sakit, atau menanti perempuan tersayang di tempat ramai seperti mal.
  2. Pikirkan pengalaman traumatis atau apa saja yang ingin Anda tulis. Lima menit cukup, tetapi jika ingin hasil yang maksimal maka bayangkan peristiwa yang ingin Anda tulis itu selama 20 menit. Bayangkan bagaimana pengalaman itu memengaruhi atau mengubah hidup Anda.
  3. Tulis apa yang sudah Anda bayangkan atau pikirkan. Pilih kata-kata yang spesifik, seperti “saat aku sadar terasa otot-ototku tegang”. Bahkan secara mendetail, seperti “aku melihat darah di tanganku, melihatnya menetes, dan mataku gelap”. Tulis hingga hati Anda berbisik, “Cukup!”
  4. Baca ulang. Setelah Anda selesai menulis, baca kembali semua yang Anda tulis. Baca saksama. Pelan-pelan saja. Perhatikan bagaimana perasaan Anda. Perhatikan apa yang terpikirkan seusai Anda menulis. Perhatikan perubahan pikiran atau perasaan Anda sebagai efek menulis momen traumatis.
  5. Ulangi keesokan harinya. Sebenarnya bisa berselang sehari, tetapi lebih bagus jikalau Anda bisa menulis diari setiap hari. Khusus untuk pengalaman traumatis, keesokan harinya tulis peristiwa yang sama dengan memulai dari langkah pertama di atas. Pada mulanya pasti sulit, sebab Anda laksana mengorek luka. Lama-lama Anda terbiasa dan tidak menganggapnya sebagai luka.

Sekali lagi, jangan sepelekan menulis diari. Manfaatnya besar bagi Anda. Jangankan stres akibat beban pekerjaan, depresi lantaran hubungan yang bermasalah dengan pasangan, tekanan batin karena bertikai dengan orang lain, gangguan stres pascatrauma saja bisa diobati melalui kebiasaan menulis diari.

Bukan hanya itu. Berkaca pada pengalaman Stephen King, menulis diari dapat membantu jiwa-raga kita untuk mendorong pertumbuhan psikis dan fisis, serta meningkatkan kemampuan kita untuk menemukan hikmah atau energi positif dari peristiwa traumatis. Orang Sunda menamai pola ini dengan menggunakan kata “untung”.

Jatuh dari motor, untung tangan saja yang lecet. Kepala menabrak palang, untung cuma benjol. Panen gagal, untung masih ada yang bisa dipanen. Hama tikus menerjang lumbung, untung cuma tikus. Pendek kata, segala trauma “dikecilkan” dengan menggunakan kata “untung”. Esensinya, rasa syukur. Praktiknya, bersyukur. Itu kearifan lokal yang kerap tidak kita recehkan.

***

ADAKAH cara mudah menulis diari? Ada. Engkong Felix melimpahkan rumus pribadi yang sangat mujarab untuk Anda praktikkan. Suhu kesayangan saya itu menyebut rumus pribadi tersebut dengan nama: Menulis Tanpa Menulis. 

Jangan tertawa, Kawan. Itu sangat penting. Menulis tanpa menulis artinya Anda mengetik apa saja tanpa peduli kerangka, tidak butuh plot, tidak perlu data. Singkat kata, menulis saja. Jikalau Anda sudah tiba pada level terampil, semua akan seperti darah di dalam tubuh yang mengalir begitu saja. Wuih!

Sebagai tambahan, hitung-hitung pengaya gizi artikel ringan ini, berikut saya sajikan tiga tip saat menulis diari. Sebenarnya sudah sering saya babar, tetapi tidak apa-apa saya ulang lagi. Makin sering Anda baca, makin besar peluang Anda untuk mengingatnya. Sekuy!

  1. Abaikan kaidah kebahasaan. Lupakan ejaan dan tanda baca. Lupakan komposisi kalimat. Lupakan pernak-pernik wacana. Pusatkan perhatian Anda pada pikiran dan perasaan yang ingin Anda tuangkan. Tumpahkan semua hingga dada Anda berasa hampa, karena beban batin yang baru saja hilang.
  2. Gunakan kalimat aktif dan ekspresif. Ambil contoh sederhana. Pilih: Aku berusaha menghindar, tetapi becak itu meluncur deras dan menabrakku. Bukan: Aku ditabrak becak. Pilih: Jantungku berdebar-debar, mataku takbisa menangkap cahaya. Bukan: Aku ketakutan, aku kebingungan.
  3. Lakukan swasunting setelah tulisan rampung. Hindari kebiasaan kembali ke kalimat pertama begitu satu paragraf selesai. Apabila hal itu Anda lakukan, Anda akan tergoda untuk menyunting. Selesaikan dulu, baru sunting. Perjelas dulu (ini soal tulisan, Bray, bukan gebetan), baru sunting.

Cukuplah tiga tip itu. Jika Anda menguasainya, rajin melatih diri, terus mengembangkan wawasan, dan tiada henti-henti mencari celah kekurangan untuk memperbaikinya, maka Anda akan tiba pada level “menulis tanpa menulis”.

Saran saya, lakukan secara rutin. Anda butuh komitmen agar bisa konsisten. Ingat, bukan hanya jalinan cinta yang membutuhkan komitmen, menulis juga memerlukannya. Anda mesti setia pada kerja intelektual menulis, sekalipun Anda menggaulinya sebagai "hubungan tanpa status penulis".

Terakhir, ini adalah sekuel pemungkas dari serial Menulis Tanpa Menulis Hasilnya Diari. Jika Anda belum membaca sekuel pertama, silakan klik: Niat Menulis Bahagia, Malah Makan Hati. Lalu sekuel kedua, silakan klik: Dimarahi Atasan? Menulislah Jika Ingin Lebih Bahagia.

Sebagai wasana kata, saya mohon berterimakasihlah kepada Engkong Felix. Tulisan ini tiba di hadapan Anda karena beliau rajin menggesek dan menggosok imajinasi saya.

Tabik, Khrisna Pabichara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun