Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jika Otakmu Butek, Menulislah sambil Mendengarkan Musik

30 Januari 2021   19:19 Diperbarui: 30 Januari 2021   19:57 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mainkan musikmu, dengarkan, lalu menulislah (Gambar: Youtube/K. Uromi Ma)

PADA satu ketika kamu ingin sekali menulis. Ide sudah berjingkrak-jingkrak di kepala, lalu sebuah pesan masuk ke aplikasi perpesanan milikmu. Ternyata dari si Sayang. Bangke, janji temu nanti malam batal. Buyar semua. Otakmu butek. Pikiranmu mumet. Hatimu keruh. Kausebut itu bad mood. Gagal sudah.

Dulu saya juga sering mengalami hal seperti itu. Sebagai lelaki perasa, hati saya mudah sekali pindah dari riang tiada terkira menuju keruh tiada tepermanai. Jangankan sakit hati. Baru duduk dan mengetik sekalimat, terus ada yang datang menanyakan atau mengatakan sesuatu, uh, buyar semua.

Kalau sudah begitu, niat menulis kontan ambyar. Pupus. Lalu, pada satu ketika saya membaca sebuah buku tentang menggunakan musik sebagai pemicu ide. Saya praktikkan sekali, gagal. Dua kali, masih gagal. Tiga kali, gagal lagi. Apakah saya menyerah? Saya bukan penganut mazhab putus asa. Gagal, ya, coba lagi.

Hingga satu ketika hati saya berlamur rasa sedih. Dapat kabar Ibu saya sakit. Kala itu saya masih kelas 2 SMA. Saya bingung karena tidak bisa pulkam untuk menjenguk Ibu. Namanya juga anak kosan, tengah bulan masih bernapas saja sudah lumayan.

Saya masuk kamar dan memutar lagu Mother, How Are You Today. Suara mendayu duet vokalis cewek mengayun perasaanku. Harmoni rasa Alice May dan Caren Wood bersatu menjernihkan hatiku. Tak dinyana, lahirlah puisi Riwayat Luka.

Sejak saat itu, tiap-tiap saya menduga bakal buntu saat menulis, saya putar musik. Kadang lagu, kadang musik. Kadang lagu populer, kadang musik klasik. Apa saja. Saya tahu sudah, musik dapat memancing banjirnya ide di kepala saya.

Inilah sekuel keempat dari serial Intuisi, Kawan. Sekuel ini bertutur tentang bagaimana iringan musik bisa membantu ide mengalir. Bahkan, membanjir. Tentu saja kamu pasti punya kebiasaan sendiri, punya pemancing ide sendiri, jadi anggap tulisan ini sebagai pembanding sahaja.

***

SAYA menganggap kamu sudah membaca sekuel pertama (Tiga Strategi Cespleng Menggali Intuisi), sekuel kedua (Tahukah Kamu, Kuasa Intuisi bagi Penulis), dan sekuel ketiga (Kiat Menulis dalam Keadaan Mengalir). Dengan begitu, persepsi kita tentang intuisi dan keadaan mengalir sudah seimbang dan setimbang.

Menulis sejatinya rangkaian aktivitas berpikir kreatif, mengingat sesuatu, menggali data dan rasa, mendaras fakta, dan menyuguhkannya dalam bentuk tulisan. Dengan demikian, menulis adalah aktivitas emosi--nilai dan sikap (afektif), keterampilan (psikomotorik), dan pengetahuan (kognitif). Tiga pilar itu yang menyangga kualitas satu tulisan.

Kita tidak bisa menafikan bahwa emosi merupakan pengalaman subjektif yang inheren atau melekat pada tiap manusia. Intuisi bermain di area emosi. Jadi, kehadiran intuisi penting bagi kelahiran emosi. Di situlah pentingnya merangsang intuisi, lalu intuisi mendorong emosi, dengan menggunakan pemantik. Salah satunya, musik.

O ya, saya mengawali tulisan ini dengan entakan flute Antonio Vivaldi memainkan Flute Concerto No. 10. Alun flute menurunkan gelombang otak dan detak jantung saya. Dengan begitu, saya bisa memantik relaksasi sehingga bisa berkonsentrasi penuh.

Jika ingin suasana variatif, saya putar lagu favorit. Lewis Capaldi dengan Someone You Loved, duet Lady Gaga dan Bradley Cooper dalam Shallow, serta Rihanna dengan Stay merupakan tiga di antara sekian banyak lagu yang dapat memicu laju imaji saya.

Saya menggunakan lagu sebagai perangsang banjirnya ide ketika ingin:

  • menulis artikel atau karya sastra;
  • menyiapkan presentasi untuk pelatihan, seminar, atau lokakarya;
  • mencari ilham; dan
  • membaca buku yang isinya saya butuhkan.

Kadang-kadang pikiran dan gagasan kita seperti sepasang kekasih yang sedang musuhan sehingga enggan berdekatan. Sekeras apa pun kita pusatkan konsentrasi, mereka tetap menjaga jarak. Analisis kita menjadi sayur yang hambar. Tilikan kita merupa pemandangan batin monokromatik, satu warna saja.   

Jika kita suka musik, itu salah satu jalan keluarnya. Musik mampu mengalirkan energi kreatif yang membuat kita terpana. Musik dapat membantu kita memahami kondisi batin, menelaah pikiran, dan menemukan perasaan tersembunyi yang lama mengendap di dalam batin.

Setelah mendengarkan musik, The Creation gubahan Frans Joseph Haydn misalnya, sepasang kekasih yang tengah bertelingkah itu akhirnya berdamai. Mereka duduk bersisian di bilik fokus. Mereka mengantar saya menuju gelombang ide yang mengalun tak henti-henti.

Ketika berjauhan dengan perempuan yang saya cintai, ketika saya berhajat menulis apa yang tengah saya rasakan akibat berjauhan itu, ketika perasaan saya dililit sendu alih-alih raung ide, saya putarlah lagu Ku Tak Bisa. Band Slank serta-merta mengantar saya pada gerbang gagasan.

Ketika bara amarah meletup-letup di dada, ketika hawa panas menggelimuni hati, ketika rasa cemburu mendidihkan ubun-ubun, saya putarlah Terbakar Cemburu. Band Padi seketika menjadi air yang memadamkan letik-letik api di dalam hati. Lalu, jadilah esai atau puisi.

Jika saya kangen ayah atau ibu yang telah tiada dan ingin menulis sesuatu untuk mengenang cinta kasih mereka, saya putarlah Memories. Maroon 5 segera membantu ingatan saya memajang kenangan orang-orang kesayangan yang telah pergi, menemani saya membawa kembali semua kenangan yang pernah ada, dan lahirlah tulisan.

***

JADI, jika kamu merasa sangat suntuk sampai kehilangan cara untuk berkonsentrasi, cobalah dengarkan musik. Biarkan lagu mengantar pikiranmu ke negeri khayal. Biarkan musik membawamu ke padang imajinasi. Menarilah di sana. Menari sepuasnya.

Lalu, kembalilah ke laptop atau gawai. Tuliskan apa yang kamu inginkan. Saya sendiri sering sekali menulis sembari memutar lagu. Menulis sambil mendengarkan iringan musik alangkah indah. Artikel ini, misalnya, pada detik-detik mencapai angka 750 kata, saya putar Aka Tombo gubahan komposer asal Jepang, Kosaku Yamada alias Koscak Yamada.

Pikiranmu masih keruh? Otakmu masih butek? Silakan pilih lagu kesukaanmu. Putar, dengarkan! Lalu, menulislah!

Salam takzim, Khrisna Pabichara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun