Senin, 25 Januari 2021. Presiden Jokowi bersyukur karena bisa mengendalikan krisis kesehatan dan ekonomi dengan baik. Selasa, Presiden Jokowi berduka karena kasus positif korona menembus satu juta orang. Selang sehari, dua pernyataan berlawanan beliau sampaikan kepada rakyat Indonesia.
Pakde Jokowi mengklaim bahwa Indonesia bisa mengendalikan krisis kesehatan dan ekonomi, dikutip Kompas.com, sepanjang tahun 2020. Klaim tersebut tentu saja bersandar pada kerja-kerja yang telah dilakukan oleh Pemerintah.
Pemerintah, ujar Presiden Jokowi, 426 juta dosis vaksin Covid-19 dari empat perusahaan berbeda, 30.000 vaksinator, 10.000 puskesmas, dan 3.000 rumah sakit untuk mendukung vaksinasi kepada sekisar 181,5 juta rakyat Indonesia.
Kita layak mengacungkan jempol. Optimisme layak ditebar dan disebar. Harapan patut dijaga dan dipertahankan. Apalagi mengetahui anggaran sebanyak Rp372,3 triliun siap digelontorkan untuk mendongkrak daya beli masyarakat dan mempercepat pemulihan ekonomi. Â
Akan tetapi, kita juga bisa mengerutkan kening. Benarkah Indonesia bisa mengendalikan krisis kesehatan? Makna mengendalikan ada tiga. Pertama, menguasai kendali. Tampaknya definisi ini belum terpenuhi. Indonesia belum mampu menguasai kendali. Korona masih mengintai di mana-mana. Tiap hari ada warga yang terpapar.
Kedua, memegang pimpinan atau memerintah. Sepertinya definisi ini pun belum tercukupi. Alih-alih menjadi teladan bagi rakyat yang dipimpin, seorang petinggi satuan tugas pengendali malah tidak mengabarkan kepada khalayak tentang dirinya yang terpapar korona. Belum lagi bantuan sosial yang dikerat oleh pejabat. Memimpin dan memerintah memang tidak semudah mengoceh.
Ketiga, mengekang atau menahan. Apakah Pemerintah sudah berhasil mengekang virus korona? Belum. Virus korona masih berkeliaran. Apakah Pemerintah sudah berhasil menahan korona? Belum. Pasien yang kesulitan mencari rumah sakit kosong atau kamar isolasi masih ada di sana-sini.
Tiga pengertian sederhana dari mengendalikan saja belum tercukupi. Dengan demikian, rakyat boleh geleng-geleng kepala atau berdecak-decak tanda tidak setuju. Klaim Pak Jokowi sepertinya masih jauh siku dari jari.
Tidak lama kemudian, hanya berselang sehari, pernyataan berbeda dilontarkan oleh Pak Jokowi. Selasa (26/1/2021), dilansir Kompas.tv, beliau menyatakan berduka karena jumlah positif korona menembus angka satu juta orang.
Beliau berduka karena orang yang terpapar makin banyak (berarti belum terkendalikan), jumlah pasien meninggal juga kian banyak, ditambah pula dengan kenyataan ratusan tenaga kesehatan yang meninggal.
Dari situ kita dapat menyimpulkan bahwa pernyataan sehari sebelumnya, tentang Indonesia yang berhasil mengendalikan krisis kesehatan, gugur dengan sendirinya. Dari situ pula kita perlu makin waspada. Kita mesti terus mengawal program pemerintah pada semua tingkatan.
Rakyat tidak boleh putus harapan, Pemerintah juga. Rakyat tidak boleh lepas waspada, begitu pula dengan Pemerintah. Tidak apa-apa jikalau pernyataan Pak Presiden bertolak belakang cuma dalam rentang sehari.
Bagaimanapun, Presiden Jokowi telah berusaha dengan sekuat daya dan segala cara. Hanya saja, Pak Presiden perlu menakar dengan matang segala-gala yang hendak beliau sampaikan kepada seluruh masyarakat. Jangan plintat-plintut. Hari ini bilang "a", besok bilang "b".
Salam takzim, Khrisna Pabichara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H