Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Wahai Penulis, Miliki Naluri Pemburu

17 Januari 2021   11:33 Diperbarui: 17 Januari 2021   12:28 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Olah Pribadi

Paragraf pembuka sangat vital bagi sebuah cerita. Jika paragraf pembuka gagal memantik selera baca, tidak mengandung penyulut rasa penasaran, dan tidak berpilin erat dengan isi cerita maka selamat tinggal. Pengarang baru saja kehilangan seorang pembaca.

Itu sebabnya pengarang mesti menata baik-baik paragraf atau bab pembuka cerita. Jika tidak, pembaca akan ngedumel. Penulis ini tidak rapi dalam menyampaikan gagasan. Lalu misuh-misuh. Penulis ini membuang-buang waktu saya. Lalu meninggalkan cerita. Penulis ini tidak serius meracik cerita. Satu pembaca pergi.

Sekali pembaca pergi, belum tentu ia kembali. Sekali pembaca kecewa, belum tentu ia ingin membaca karya kita lagi. Manajemen perasaan pembaca, tentu saja, pada akhirnya menjadi sesuatu yang sangat penting dipikirkan oleh tiap-tiap pengarang. 

Penulis nonfiksi pun begitu. Pada paragraf pertama artikel atau esai yang dianggit, penulis harus mencurahkan seluruh kemahiran gramatikalnya agar bisa menggiring dan menggaet pembaca. Jika tidak, gagasan dalam tulisan tidak akan meninggalkan jejak apa-apa di benak pembaca.

Baik pembaca kritis maupun pembaca pembura hiburan sama-sama mulai membaca cerita kita dengan pertanyaan dasar, "Apa manfaat cerita ini bagiku?" Setelah itu, "Apakah saya akan larut atau terlibat di dalam cerita?" Kemudian, "Perasaan apa yang akan muncul ketika kisah tamat?"

Tiga pertanyaan itu bisa berjumpa jawaban setidaknya pada dua paragraf awal sebuah kisah. Jika dua paragraf awal tidak menyiratkan manfaat, pembaca akan menyimpulkan tiada guna saya baca kisah ini. Jika pembaca tidak menemukan keterikatan emosional dengan bacaan, mereka bisa langsung angkat kaki bahkan sebelum membaca paragraf ketiga.

Maka dari itu, telaten dan telitilah menggubah paragraf pembuka.

Miliki naluri pemburu. Inilah yang mesti Anda miliki saat akan menaja paragraf pembuka. Naluri pemburu. Naluri itu adalah giring dan gaet. Anda harus menggiring pembaca dengan fondasi konflik yang kuat sejak paragraf pembuka. Anda mesti menggaet pembaca dengan kemasan yang membangkitan minat.

Coba tilik contoh berikut.

Nayla melirik arloji di tangan kanannya. Baru jam lima petang. Namun, langit begitu hitam. Matahari sudah lama tenggelam. Ia menjadi muram seperti cahaya bulan yang bersinar suram. Hatinya dirundung kecemasan. Apakah jam tangannya mati? Lalu jam berapa sebenarnya sekarang? Nayla memeriksa jam di mobilnya. Juga jam lima petang. Jam pada ponselnya pun menunjukkan jam lima petang. Ia memijit nomor nol satu tiga. Terdengar suara operator dari seberang, "Waktu menunjukkan pukul tujuh belas, nol menit, dan dua puluh tiga detik." Lalu manakah yang lebih benar: Penunjuk waktu atau gejala alam?

Paragraf pembuka di atas saya nukil dari cerpen Waktu Nayla yang dianggit oleh Djenar Maesa Ayu. Pada paragraf di atas, Djenar menunjukkan naluri pemburu yang sangat kental. Ia sudah menggiring pembaca dengan dasar konflik sederhana, tetapi sarat dengan emosi.

Baru pukul lima petang, tetapi matahari sudah lama tenggelam. Ia menggaet emosi pembaca dengan adegan melihat jam tangan, jam mobil, dan jam di ponsel. Malahkan menekan tombol 103 hanya untuk menanyakan waktu. Lantas ditutup dengan konklusi penggiring: mana yang lebih benar antara penunjuk waktu dan gejala alam.

Sekarang simak pembuka cerita di bawah ini.

Akan saya ceritakan kasus rumah bertingkat di Perumnas kami supaya Anda dapat mensyukuri nikmat Tuhan. Bagi orang gedongan katakan, "Alhamdulillah, saya tidak tinggal di Perumnas." Bagi orang yang masih menyewa, "Alhamdulillah, jelek-jelek saya tidak tinggal di Perumnas." Bagi penghuni Perumnas yang lain, "Alhamdulillah, saya tidak tinggal di situ." Bagi para tetangga rumah bertingkat, "Alhamdulillah, semoga saya termasuk orang-orang yang beriman."

Begitulah Kuntowijoyo membuka cerpen Jl Kembang Setaman, Jl Kembang Boreh, Jl Kembang Desa, Jl Kembang Api. Cerpen itu bercerita tentang jin, tetapi Kunto menata konflik cerita bukan dari perwatakan jin yang mendalam, melainkan interaksi warga Perumnas dengan jin.

Kunto membuka ceritanya dengan menjadikan pembaca seperti pendengar yang memburu rasa penasaran pada sebuah dongeng. Perhatikan bagaimana Kunto mengudar konflik dengan satu demi satu pernyataan, yang sebenarnya mengandung pernyataan, dari orang-orang di sekitar penghuni rumah bertingkat.

Anda sering menulis artikel? Coba Anda sigi paragraf pembuka di bawah ini.

Akibat ketergesaan pada hari-hari yang sibuk, kita kerap abai pada hal-hal yang remeh seperti mengunci pintu atau mencabut colokan listrik di dapur. Namun, kealpaan-kealpaan kecil yang bisa berakibat besar itu kini bukan perkara yang mencemaskan. Dalam perjalanan, kita hanya menyentuh sebuah tombol digital de telepon pintar yang terkoneksi dengan sistem lock dan unlock di gagang pintu. Satu sentuhan saja, pintu akan terkunci otomatis. Begitu juga dengan peranti pengontrol arus listrik di rumah. Dengan sekali sentuhan pada gawai yang terhubung dengan rupa-rupa perkakas elektronik, sistem akan beralih dari on menjadi off. Sepanjang jaringan internet menyala, semuanya akan terkendali secara niscaya.

Perhatikan bagaimana esais Damhuri Muhammad menggiring dan menggaet pembaca melalui paragraf pembuka yang mengungkit gairah penasaran. Sederhana, tetapi menggigit. Artikel yang dijuduli Masa Istirahat Pikiran? itu memanfaatkan hal-hal remeh yang sering pembaca alami untuk kemudian mengungkap tabir kemajuan teknologi.

Damhuri merangsang minat pembaca dengan menyibak kedekatan masalah dengan kebiasaan pembaca. Dari situ, ia giring pembaca agar larut dari kata ke kata, dari kalimat ke kalimat, hingga pembaca bersua dengan inti gagasan yang ingin penulis sampaikan kepada pembaca.

Djenar, Kunto, dan Damhuri benar-benar memanfaatkan naluri pemburu dalam tulisan mereka sehingga pembaca, tanpa terasa, tergiring dan tergaet ke dalam lautan makna. Pemanfaatan naluri pemburu dengan tepat akan membuat penulis mampu menggiring dan menggaet minat pembaca.

Bagaimana dengan Anda? Barangkali Anda berpikir: Ah, saya masih begini-begini saja. Tidak usah cemas. Latihan akan mengasah keterampilan Anda dalam menata pembuka cerita atau tulisan. Djenar, Kunto, dan Damhuri tidak ujuk-ujuk mahir. Mereka melewati proses latihan yang panjang dan lama, tidak singkat dan sebentar.

Jadi, Sahabat, taja paragraf pembuka cerita atau esai Anda dengan baik. Itu niscaya. Kecuali Anda ingin ditinggalkan oleh pembaca.

Salam takzim, Khrisna Pabichara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun