Selain memvaksin (divaksin) dan tervaksin, sebenarnya ada potensi pembentukan kata baru seperti bervaksin-pevaksin-pervaksinan. Bervaksin artinya mengandung atau mempunyai vaksin;  pevaksin berarti orang atau binatang yang tubuhnya bervaksin; dan pervaksinan dengan makna perihal bervaksin.
Bagiamana dengan alir pembentukan kata memvaksin? Mari kita sisir. Dari kata memvaksin akan muncul potensi bentukan kata baru, yakni memvaksin-pemvaksin-pemvaksinan. Pemvaksin berarti orang yang memberikan vaksin. Adapun pemvaksinan adalah proses, cara, atau perbuatan memvaksin. Kata pemvaksinan inilah yang semakna dengan vaksinasi.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa klaim salah atau keliru pada bentukan kata divaksin jelas-jelas salah kaprah. Penggunaan kata divaksin oleh wartawan jika konteks maknanya adalah diberi vaksin sudah tepat. Sama sekali tidak keliru.
Bagaimana dengan turunan kata vaksinasi? Adapun kata turunan dari vaksinasi adalah memvaksinasi (melakukan vaksinasi) dan tervaksinasi (dapat atau sudah divaksinasi). Bentuk pasif dari kata memvaksinasi adalah divaksinasi (dilakukan vaksinasi).
Begini alasan saya. Kata dasarnya saja vaksinasi, makna kata turunannya pun harus sejajar dengan makna asal. Apabila makna yang kita inginkan adalah seseorang diberi atau disuntik vaksin, kata yang tepat jelas divaksin. Bukan divaksinasi.
Presiden Jokowi divaksin. Itu tepat. Kenapa? Beliau memang mendapat suntikan vaksin. Presiden Jokowi divaksinasi. Itu keliru. Kenapa? Beliau diberi vaksin, bukan dilakukan vaksinasi. Dengan demikian, tidak perlu ngegas pol dengan menuding wartawan keliru menggunakan kata divaksin. Bahwa banyak wartawan yang perlu mempelajari bahasa Indonesia dengan saksama, itu benar.
Namun, bukan cuma wartawan yang mesti berlaku seperti itu. Seluruh rakyat Indonesia wajib mempelajari bahasa Indonesia. Begitu, Ferguso!