Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Kata Siapa Cinta Tidak Mengenyangkan?

13 Januari 2021   12:25 Diperbarui: 13 Januari 2021   12:39 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Olah Pribadi

Cinta memang menyenangkan, tetapi tidak mengenyangkan. Begitu komentar Engkong Felix. Saya sontak tersentak. Sebagai murid yang sering ngeyel, kali ini saya menyatakan ketaksetujuan dengan komentar beliau. Kata siapa cinta tidak mengenyangkan?

Tentu saja ketaksetujuan saya tidak berkaitan dengan laku pembangkangan terhadap beliau. Tidak. Saya menaja bantahan ini justru sebagai pertanda kecintaan saya kepada beliau. Sekalipun belum pernah bertatap muka secara langsung, saya selalu merasa dekat dengan beliau. Kedekatan itu terjalin dari sahut-sahutan tulisan atau bantah-bantahan pendapat.

Jadi, mohon jangan salah tanggapan. Itu saja dulu.

Sebelum saya urai kesalahan tanggapan Engkong Felix, mari kita sisir dulu muasal pendapat itu. Jadi begini, Saudara, kami memang terbiasa berbalas guyon. Satu contoh, siapa di antara kami yang mesti membayar tagihan kopi. Padahal, kami benar-benar belum pernah semeja di kafe untuk sekadar memperdebatkan siapa mentraktir siapa.

Nah, kebiasaan bertukar kelakar itu terbawa hampir pada semua komentar. Kali ini Engkong Felix menukil pendapat Ayahanda Tjiptadinata. O ya, Ayah Tjipta termasuk sosok idola kami berdua. Dengan kata lain, kelakar Ayah Tjipta kemudian dilemparkan kepada saya oleh Engkong Felix. Untung Abah Pebri sedang puasa ngocol di Kompasiana. Kalau tidak, bakal makin heboh.

Begitu sekadar prakata. Oke? Sip. Kita lanjut.

Benarkah cinta tidak mengenyangkan? Bagi saya, tidak benar. Mengapa? Cinta sangat mampu membikin perut kita kenyang. Jikalau lidah sedang sehat dan tenggorok tidak sakit, makanan bisa melaju ke perut dengan selamat dan lancar.

Tatkala sakit, rasa cinta kita pada makanan akan sedikit susut. Bukan apa-apa, tenggorokan yang sakit sering menyajikan perih ketika makanan lewat di situ. Sesuka apa pun kita pada makanan yang dimamah, rasa sakit akan mengurangi kenyamanan. Karena kurang nyaman, kita pun bakal sulit merasa kenyang. Salah-salah kita malah mual-mual.

Jadi, sebenarnya cinta (pada makanan dan kebugaran) dapat mengenyangkan. Dengan kata lain, kelakar Engkong Felix yang beliau nukil dari Ayah Tjipta dengan mudah terbantahkan. Itu masih pada tataran makanan lahiriah, belum memasuki ranah makanan batiniah.

Oke, sekarang kita pindah kursi. Saatnya kita bahas makanan batin. 

Selain raga, jiwa kita juga butuh asupan makanan. Semangat, misalnya, adalah makanan jiwa yang sangat kita butuhkan. Ya, semangat itu salah satu dari sekian banyak turunan cinta. Seseorang yang mencintai profesinya pasti akan bersemangat mengerjakan tuntutan profesi. Tanpa cinta, kita kehilangan semangat.

Apakah semangat itu mengenyangkan? Ya. Mengenyangkan batin. Jika batin kita kelaparan, lahir kita akan terpengaruh. Itu sebabnya penyakit iri dan dengki sangat fatal bagi kebugaran fisik. Jika salah obat dan tidak tepat dosis, penyakit iri dan dengki sedikit demi sedikit melahap kesehatan tubuh.

Apakah tabah bisa mengenyangkan? Ya, mengenyangkan hati. Jika kita kehilangan tabah, tubuh kita akan terkontaminasi rasa putus asa. Dampaknya besar bagi kesehatan tubuh, sebab kita bisa kehilangan gairah makan, malas melakukan apa-apa, susah tidur, bahkan mudah gelisah. Jadi, tubuh yang tabah berpotensi sehat lahir dan batin.

Dua turunan cinta di atas, semangat dan tabah, sudah mencukupi kebutuhan batin kita. Masih banyak turunan lain, tetapi saya khawatir tulisan ini menjadi sangat panjang. Percayalah, dalam perkara cinta saya selalu punya banyak kata.

Maka dari itu, rawatlah cinta. Dalam hal ini cinta secara utuh dan menyeluruh. Yakinlah, hanya cinta yang dapat mengantar kita ke gapura bahagia. Benci? Mustahil. Mungkin kita merasa senang saat melihat orang yang kita benci menderita, tetapi perasaan senang itu hanya berlangsung sesaat.

Makan itu cinta. Tidak perlu sewot jika mendengar kalimat itu. Santai saja. Apa pun yang Anda kerjakan, Anda pasti membutuhkan cinta. Bahkan menulis saja butuh cinta, apalagi makan. Tanpa rasa cinta, makanan akan berasa hambar.

Jadi, Saudara, bahagiakanlah hati Anda dengan cinta yang Anda miliki. Jangan ingat, orang lain belum tentu mau melakukannya untuk Anda. Kalaupun mau, belum tentu mereka mampu melakukannya. Andaikan mau dan mampu, belum tentu mereka tulus melakukannya.

Tidak ada pelayan dan pelindung bagi hati Anda sebaik Anda melayani dan melindungi hati sendiri. Terlalu berharap pada orang lain justru, suatu ketika, akan membuat Anda larut dalam kekecewaan. Percayalah pada pengharapan dan biarkan Tuhan mengurapi sisa hidup Anda.

Jadi, berjuanglah. Berjuanglah demi hati Anda, bukan berjuang demi Engkong Felix, Khrisna Pabichara, atau Tjiptadinata Effendi.

Salam takzim, Khrisna Pabichara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun