Kita belajar mencintai dari mereka, belajar cara mengelola amarah, belajar cara menata masalah, belajar segala hal yang tidak kita dapatkan di bangku sekolah. Kita makin mahir "mendengarkan", sebab kita berguru pada mereka yang benar-benar khatam "cara mendengarkan dengan baik".
Orang-orang berkicau soal cinta yang seperti penjara. Tidak leluasa ke mana-mana, tidak bebas mengenakan busana kesukaan, tidak merdeka mendatangi tempat favorit, tidak boleh melakukan apa saja yang disukai. Orang-orang yang benar-benar merasa dipenjara oleh cinta.
Sungguh berbeda dengan Romeo dan Juliet kita yang benar-benar tahu bagaimana semestinya mencintai dan dicintai.
5. Dari mereka kita tahu bahwa cinta mesti dibangun di atas fondasi ketabahan dan ketulusan
Lihatlah mereka. Jumpa dan pisah pun mereka alami. Namun, perjumpaan dan perpisahan justru menguatkan alih-alih melemahkan cinta. Ada satu pagi yang kita songsong dengan tanak air mata perpisahan, akan ada pula satu petang yang kita sambut dengan air mata perjumpaan.
Bukankah kaki juga bergantian ke depan saat melangkah? Aku tidak mau jauh darimu, kataku. Aku tidak mau jarak memisahkan kita, katamu. Tetapi, kita tetap berpisah.
Dari mereka kita belajar melewati hari-hari perpisahan dengan ketabahan dan ketulusan.
6. Dari mereka kita tahu bahwa cinta mengekalkan kemampuan bertahan
Kita, seperti mereka, telah berjalan ke mana-mana, menikmati langit yang berubah-ubah, memandangi laut yang berkobar-kobar, menatap gunung-gunung yang perkasa, melintasi tanah-tanah yang subur atau gersang, mengawang-awang di sela-sela kerumunan awan. Dan, seperti mereka, cinta kita tetap kuat.
Kita telah berkelana di banyak tengkar, menikmati debat yang paling sengit, memandangi luka paling darah, menatap mata paling marah, melintasi kenangan dan masa lalu yang pedih, dan mengawang-awang di bentang rencana masa depan. Dan, seperti mereka, cinta kita mampu bertahan.
Dari mereka kita tahu bahwa cinta menyukai jalan penuh hambatan.
7. Dari mereka kita tahu bahwa cinta dapat mengalahkan kematian
Pagi sedang hujan. Beranda rindu melihat kita duduk bersama. Serangan rindu mematikan kualami pada setiap lebat hujan. Dingin menyuburkan senyap. Merisak dada, merusak kepala. Sudah setengah bulan berlalu. Setengah bulan tanpa melihatmu tersenyum melahap sarapan pagi yang hangat dan mengenyangkan.
Aku ingat bagaimana mereka merawat cinta. Menulis. Segala-gala yang mereka alami, yang pernah mereka rasakan, yang sedang mereka bayang-bayangkan selalu tumpah ke dalam tulisan. Aku ingat itu. Maka, duhai engkau yang dirindukan oleh hatiku, inilah rangkuman pelajaran cinta yang pernah kita eja dari mata kasih mereka.
Ya, mereka adalah Tjiptadinata dan Roselina. Merekalah Romeo dan Juliet kita. Merekalah cermin bagi harapan-harapan kita. Bisakah kita setelaten mereka dalam merawat cinta?