10.00 WIB
Selamat pagi, Diari. Kamu sudah minum kopi? O, sama. Aku juga sudah. Ya, sudah dua kali gelas kopi aku isi, tetap saja hatiku gelisah. Kopi dan pahit yang dikandung olehnya ternyata tidak mujarab melenyapkan gelisah di hati.
Diari, izinkan aku mengaku. Begini. Aku tidak tahu apa-apa tentang cinta.
Seorang temanku berkata, cinta itu perasaan suka dari hati terdalam kepada orang lain. Temanku yang lain berkata, cinta itu peristiwa ketika hatimu terpikat kepada seseorang. Temanku yang lainnya mengatakan, cinta ialah perasaan sangat ingin atau sangat berharap disukai atau keinginan disayangi oleh orang lain.
Entah siapa di antara mereka yang benar. Mungkin semuanya benar, mungkin juga mereka semua keliru. Yang kutahu, ibuku mencintaiku. Ayahku juga. Adik-adik dan kakak-kakakku juga. Aku tahu, engkau juga tahu, jenis cinta seperti itu. Akan tetapi, bukan cinta semacam itu yang kumaksudkan. Ada cinta jenis lain yang sedang menyampaikan pesannya kepadaku.
Aku tidak tahu apa-apa tentang cinta, Diari, tetapi aku tahu bahwa cinta memang ada.
Cinta, Diari, memang hanya sebuah kata. Cinta memang hanya kata sifat. Akan tetapi, Diari, cinta bisa menggerakkan sekaligus melumpuhkan. Aku tahu itu, Diari.
17.15 WIB
Selamat petang, Diari. Aku tidak tahu apa-apa tentang cinta, tetapi aku ingin menulis soal cinta. Tibalah tulisanku ke hadapannya, ke pangkuannya, dan dia membacanya. Ya. Dia membaca tulisanku sesuai dengan keinginannya. Bisa di kamar, di mal, di pasar, di kafe, di commuterline, di tempat kerja, bahkan di kamar mandi. Di mana saja sesuka hatinya.
Jika ia serumah dengan orang yang cerewet, yang mulutnya sederajat dengan burung dalam urusan berkicau, yang selalu menuntut agar menjadi "pendengar yang baik", ia sebaiknya menjauh sebentar dan mencari tempat yang nyaman bagimu untuk duduk sendiri sambil membaca tulisanku.
Ini tulisan tentang cinta, Diari, kau juga harus membacanya. Bacalah sekilas-sekilas atau tamatkanlah sekaligus. Kamu boleh membacanya dengan suara keras-keras atau dengan bisikan pelan. Kamu bisa membacanya sambil mengobrol dengan dirimu sendiri, membersihkan kuku, mencabut bulu ketiak, atau memeriksa jerawat yang baru tumbuh.
Ada kalanya engkau merasa kata-kata dalam pesan cinta ini persis dengan yang kaualami atau, mungkin saja, mirip dengan pengalaman temanmu. Yang pasti, Diari, cinta benar-benar ada. Aku pernah mengalaminya, tetapi cinta yang kurasakan adalah cinta yang pahit. Sangat pahit. Pahit kopi kalah jauh.
22.25 WIB
Selamat malam, Diari. Kenapa kamu belum tidur? Apakah kamu sedang jatuh cinta? Apakah kamu merasa jatuh cinta berkali-kali pada orang yang sama? Selamat, Diari.
Aku tidak tahu apa-apa tentang cinta, tetapi aku merasa sedang jatuh cinta. Pengalamanku dalam mencintai tidak seberapa, apalagi pengalaman dicintai. Sudahlah tidak seberapa, lebih sering disakiti pula. Tetapi aku yakin, Diari, aku sedang jatuh cinta. Kau mungkin sudah tahu apa yang kumaksud dengan jatuh cinta.
Rasanya aku sedang menaruh hati atau cinta kepada seseorang. Pada malam hari, aku ingin pagi segera tiba supaya aku bisa melihat atau menemui orang itu. Bukan, Diari, bukan menemuinya untuk menyatakan bahwa aku jatuh cinta kepadanya. Aku tidak seberani itu. O, aku belum seberani itu. Aku cuma ingin melihatnya. Jika tidak bisa dari dekat, dari jauh pun tak apa-apa. Jika suaranya mustahil kudengar, melihat senyumnya pun sudah sangat cukup.
Diari, apakah kamu pernah merasakan makan malam dengan pikiran dipenuhi "orang tertentu" dan tahu-tahu perutmu berasa kenyang padahal belum makan apa-apa? Diari, apakah kamu sulit sekali memejamkan mata karena bayangan "orang tertentu" menari-nari di dalam pikiranmu? Diari, apakah kamu mendadak lebih rajin berkaca, mematut-matut wajah di depan cermin, memeriksa jangan sampai ada cabai terselip di sela-sela gigi, mengukur-ukur keseimbangan alis, atau gelagapan sendiri ketika berpapasan dengan "orang tertentu" itu?
Jika jawabanmu rata-rata "ya", Diari, kamu juga sedang jatuh cinta. Kalaupun kamu pernah sakit hati sesakit-sakitnya gara-gara dilukai oleh orang yang engkau cintai, maafkanlah. Aku pernah mengalaminya, Diari. Ajaibnya, cinta selalu mengajari cara terbaik untuk memaafkan. Kita selalu bisa memaafkan, sungguhpun melupakan belum tentu bisa kita lakukan.
Asal kamu tahu, Diari, cinta benar-benar ada. Sekarang, tidurlah. Memaafkan butuh tenaga, apalagi melupakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H