Supaya mata kita kian melek, kita juga bisa mengeja data perbandingan 5 (lima) negara dengan gaji tertinggi di dunia versi OECD. Luksemburg nangkring pada urutan pertama dengan nilai gaji sebesar Rp1,7 miliar. Posisi kedua ditempati Swis (Rp1,17 miliar), kemudian disusul oleh Korsel (Rp1,1 miliar), Jerman (Rp1 miliar), dan Amerika Serikat (Rp949 juta).
Bagaimana dengan gaji guru terendah? Ini dia datanya. Posisi upah terendah dtempati Slovakia (Rp265 juta per tahun), Ceko di urutan kedua (Rp307 juta), lalu Hungaria (Rp348 juta), kemudian Polandia (Rp362 juta), dan Turki pada urutan kelima (Rp446 juta).
Di mana posisi Indonesia? Tenang, Saudara. Indonesia berada di Asia, tepatnya di Asia Tenggara. Kalau tidak percaya, silakan geber peta. Anda pasti akan menemukan Indonesia di dekat Brunei, Malaysia, atau Timor Leste. Percaya, kan?
Namun, jika yang Anda ingin ketahui adalah posisi Indonesia dalam hal gaji guru, mohon maaf. Sekali lagi, mohon maaf. Tidak usah dibandingkan dengan gaji pertama guru dengan pengalaman mengajar 0 bulan di Luksemburg, disetarakan dengan gaji guru di Slovakia saja sudah jauh pagar dari tanaman.
Lara, bukan nama sebenarnya, baru diterima selaku guru honorer di sebuah SD di pinggiran Jakarta. Beliau guru Bahasa Indonesia. Upahnya keren, Rp30.000,00 per jam. Jika Lara mengajar selama 24 jam per bulan, ia akan menerima gaji sebesar Rp720.000,00 per bulan.
Apakah upah itu sudah besar? Ya. Jika pembanding yang kita gunakan adalah guru honorer di desa terpencil yang kadang hanya menerima upah sebesar Rp200.000 tiap bulan. Namun, gaji Lara tidaklah besar apabila diukur dengan pengeluaran yang mesti ia gelontorkan setiap bulan.
Jika kontrakan satu kamar di Bekasi senilai Rp500.000,00, Lara harus mengencangkan ikat pinggang. Mengapa? Hanya tersisa Rp220.000,00 untuk biaya makan, transportasi, dan ini-itu. Asa terbesar Lara hanyalah terangkat menjadi PNS. Lumayan kalau sudah mendapat Golongan III/A. Itu juga kalau terangkat. Eh, sekarang guru honorer sudah tidak masuk CPNS pula.
Apakah Lara mesti transmigrasi ke tepi Sungai Moselle di Luksemburg agar bisa hidup layak?
Oh, tidak begitu. Lara dan barisan guru honorer di Indonesia sangat terpanggil untuk mengabdi selaku pejuang pendidikan. Tidak percaya? Silakan sambangi guru-guru SD di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal. Mereka punya semangat juang yang tiada tepermanai.
Ozy, misalnya, punya rasa cinta pada tanah air air yang tidak perlu dipertanyakan lagi, sekalipun mimpi menerima pensiun di masa tua sememerihkan mimpi mendapat pendamping yang setia. Lantas, apa hubungan antara Lara dan Ozy? Maaf, bagian ini biarkan tetap sebagai rahasia.
Salam takzim, Khrisna Pabichara