Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Trik Moncer Mengemas Dialog dan Narasi

27 Desember 2020   10:43 Diperbarui: 5 April 2021   19:19 2177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salindia pembukaan trik mengemas dialog dan narasi. (Dokumen Olah Pribadi)

Tahukah Anda definisi percakapan dan dialog? Saya percaya, Anda cukup cerdas sehingga mustahil Anda menganggap percakapan dan dialog adalah hal, keadaan, atau peristiwa yang sama. Saya percaya bahwa Anda mampu membedakan antara dialog dan percakapan.

Sebelum Anda terjun bebas ke kancah kepengarangan, ada baiknya Anda kunjungi artikel Menyisir Dialog dalam Cerita. Siapa tahu bisa menambah bekal tualang Anda.

Kita lanjut lagi, ya. Percakapan dan dialog tidaklah sama. Dua hal itu berbeda. Sangat jauh berbeda. Percakapan kita gunakan sehari-hari saat berkomunikasi dengan orang lain, sedangkan dialog kita gunakan sebagai medium pertunjukan saat menulis cerita.

apakah percakapan itu? (Dokumen Olah Pribadi)
apakah percakapan itu? (Dokumen Olah Pribadi)
Silakan perhatikan contoh percakapan di bawah ini.

"Apa kabar, Naya?" tanya Segara.

"Kabar baik, Segara. Kamu?" 

"Kamu sudah menikah?" tanya Segara lagi.

Naya menjawab ketus. "Sudah. Akhirnya aku menemukan lelaki yang tidak sejahat kamu. Kamu sudah menikah? Sudah berapa anakmu?"

"Sudah dua," jawab Segara.

Contoh di atas adalah percakapan dua orang yang dulu saling mencintai dan berpisah karena sebab tertentu. Sekarang mari kita tengok definisi sederhana dialog.

Penjelasan lebih jauh soal dialog. (Dokumen Olah Pribadi)
Penjelasan lebih jauh soal dialog. (Dokumen Olah Pribadi)
Berdasarkan pengertian sederhana dialog, yakni sebagai medium pertunjukan yang kita gunakan dalam menyusun cerita, mari kita ubah percakapan di atas.

Segara mematung. Mulutnya terkatup. Ia kucek-kucek mata dan menggumam lirih. "Naya...."

Nayanika melengos. Pundaknya berguncang-guncang. "Kenapa aku harus bertemu denganmu di sini?" Suaranya bergetar. Giginya bergemeletuk. "Bajingan!"

"Ma-maafkan a-aku." Segara tergagap-gagap. Ia ingin memeluk Nayanika, memohon permaafan, tetapi sendi lututnya goyah. "A-ku...."

"Sudahlah!"

Berbeda, bukan? Saya sengaja menaja dialog dan narasi di atas secara sederhana, seadanya dulu, sekadar untuk menunjukkan bahwa percakapan dan dialog merupakan dua hal berbeda.  

Begini, Kawan. Percakapan sehari-hari bisa agak membosankan, membosankan, atau sangat membosankan sampai-sampai kita ingin segera mengakhirinya. Dialog? Tidak bisa begitu. Ya, dialog tidak boleh membosankan sebab ia bagian dari bangunan cerita.

Itu sebabnya menulis cerita, entah cerpen entah novel, sama-sama membutuhkan keterampilan mengolah dialog dan narasi. Dalam hal penempatan, pengarang mesti cekatan dalam memilih kapan harus narasi, kapan mesti dialog, dan kapan mesti penggabungan dua pola deskripsi itu.

Penataan dialog dan narasi sebenarnya bisa dipelajari, sebab bukan sejenis wangsit yang hanya dapat kita terima atas belas kasihan semesta. Lantaran dapat dipelajari berarti ada cara untuk mempelajarinya, ada jalan untuk mempraktikkannya, dan ada teknik untuk mematangkannya.

Mana yang lebih penting antara dialog dan narasi? 

Ah, itu jenis pertanyaan yang serupa dengan mana yang duluan ada antara telur dan ayam. Klise. Basi. Dialog dan narasi setara dalam cerita. Dua-duanya bisa menguatkan sekaligus melemahkan. Dua-duanya bisa mengukuhkan sekaligus merubuhkan. Jadi, dua-duanya harus permahir agar hanya menguatkan dan mengukuhkan kisah.

Apakah selama ini Anda mendalami teknik menata dialog dan narasi sebelum menulis cerita? Kalau jawabannya ya, syukurlah. Kalau jawabannya tidak, kita juga masih bisa bersyukur. Kenapa? Belajar tidak memandang waktu, tempat, jenis kelamin, usia, dan pendidikan. Apalagi memandang suku dan agama. Tidak. Kita semua bebas belajar.

Pertanyaan berikutnya. Apakah selama ini saya mengindahkan pola menata dialog dan narasi? Kalau jawabannya ya, syukurlah. Kalau tidak, kita harus tetap bersyukur. Kenapa? Kita masih punya waktu untuk membenahi diri. Menyesal boleh, tetapi berlarut-larut dalam penyesalan dapat melemahkan semangat.

Nah, silakan todongkan dua pertanyaan ke jidat kalian. Selanjutnya, tilik infografis di bawah ini.

trik jitu mengemas dialog. (Dokumen Olah Pribadi)
trik jitu mengemas dialog. (Dokumen Olah Pribadi)
Pengarang yang sudah mahir menata dialog dan narasi akan menaja dua hal itu tidak lebih dari sekadar menarik napas atau mengedipkan kelopak mata. Spontan, tetapi terkendali. Refleks, tetapi teratur. Bagaimana caranya supaya kita mahir menata dialog dan narasi? Kuncinya cuma dua: berguru dan berlatih.

Di mana kita bisa berguru? Mudah sekali. Membaca cerpen atau novel bermutu adalah tempat ideal bagi kita untuk mengeruk ilmu. Masalahnya, mau atau tidak. Selain itu, telaten atau tidak. Mari kita urai. Perhatikan contoh berikut.

Nayanika gemetar saat wajah Segara yang penuh codet dan jerawat batu perlahan memerah dan mengeras. Butiran keringat mulai terasa membasahi ketiaknya. Bibirnya bergerak-gerak tidak menentu. "Aku pikir kamu enggak akan tahu," katanya tergagap-gagap. Mata Segara yang tiba-tiba membelalak makin menciutkan nyalinya. "Maafkan aku!"

Tilik paragraf di atas. Pada kata kedua, gemetar, efek dramaturgi sudah terlihat. Baru dua kata, pembaca sudah digiring dan digaet ke dalam konflik. Baru dua kata, pembaca sudah disuguhi rasa tegang. Itulah kuasa kata yang mesti kita gali, mesti kita latih, mesti kita biasakan.

Efek dramaturgi, bangunan konflik, dan ketegangan dapat pula kita munculkan lewat deskripsi bahaya dalam paduan narasi dan dialog seperti contoh berikut.

Nayanika menahan napas. Bogem Segara menerjang sangat cepat sampai-sampai ia mengira tidak akan sempat mengelak. Ia malah merasa tidak akan bangun lagi hanya dengan sekali tonjok. Namun, ia mati-matian mengelak. "Kamu mau bunuh aku?"

Sekarang sudah saatnya kita memasukkan konflik ke dalam dialog yang disertai narasi. Perhatikan contoh berikut.

"Setiap kali aku melihatmu, sakit kepalaku kambuh!" Segara memegang kepala, mendongak dalam sekali sentak, lalu berteriak. "Aku membencimu!" Ia menggereng, lalu berkata lirih. "Begitu melihat kamu, aku ingin melumat batu!"

Perhatikan kata-kata yang digunakan. Perhatikan kata-kata yang mewakili pancaindra. Pengarang yang cerdas niscaya pintar memainkan rasa, bau, penglihatan, pendengaran, dan sentuhan. Mainkan narasi dan dialog dengan baik sehingga konflik dan ketegangan berasa. Buat pembaca seperti melihat, mendengar, atau merasakan sendiri peristiwa yang tengah terjadi.

dialog merupakan medium pertunjukan yang membangun cerita. (Dokumen Olah Pribadi)
dialog merupakan medium pertunjukan yang membangun cerita. (Dokumen Olah Pribadi)
Dengan demikian, pembaca dapat merasakan ketegangan dalam cerita, mengenali karakter yang kita cipta, dan mengira-ngira akhir cerita. Tentu saja, dialog dan narasi kita taja sedemikian rupa untuk menciptakan jebakan agar pembaca terkecoh.

Apakah kita semua bisa mahir atau terampil menata dialog dan narasi? Ya. Hanya satu kata itu jawaban saya. Tentu saja, kita harus banyak-banyak berlatih. Mungkin gagal dalam satu kali mencoba, boleh jadi kita senewen sehingga menyerah dalam pelukan rasa putus asa, tetapi kita harus camkan bahwa mencoba dan melatih diri memang bukan pekerjaan sekali jalan.

Demikian obrolan kita hari ini. Saya berharap semoga obrolan ini berfaedah bagi kita semua.

Salam takzim, Khrisna Pabichara

Catatan: artikel ini adalah materi pengantar imajinasi di ruang belajar Kelas Menulis Fiksi Kompasianer Penulis Berbalas (KPB).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun