Bagi penulis yang menjadikan menulis sebagai cara untuk membahagiakan diri, ide adalah peluru yang tidak boleh berkurang. Harus selalu ada di gudang imajinasi, harus selalu tersedia di bilik inspirasi. Tidak heran jika penulis sekaligus pemburu ide.
Saya juga begitu. Ide harus selalu ada agar batin saya tidak kering. Ada ide yang langsung saya eksekusi begitu melintas di benak, ada juga yang saya peram dulu Bank Ide agar sewaktu-waktu bisa saya tulis. Begitu selalu.
Ide-ide yang langsung saya tuangkan ke dalam tulisan biasanya melewati saringan. Saya mesti merapal tiga mantra barulah ide itu saya tumpahkan. Nah, tulisan ini saya niatkan sebagai kado bagi siapa saja yang keranjingan menulis. Kado itu saya namai mantra perangsang gairah. Oh, tolong tidak meliarkan pikiran. Gairah yang dirangsang adalah gairah menulis.
Mari bertualang, Bro.
Baca Juga: Mengapa Saya Kehilangan Ide Menulis?
Bacalah, Bacalah, Bacalah
Ini mantra pertama. Setiap mengawali pagi, saya paksa mata agar mau membaca. Paksa, biar mata terbiasa. Paksa atas dasar cinta moga-moga bukan tindak kekerasan dalam kepenulisan. Paksa yang dilatari hasrat menggebu-gebu dalam mengayakan wawasan.
Bagi pemburu ide, satu bacaan kerap merangsang banyak gagasan. Semuanya bermunculan secara tiba-tiba karena dipantik oleh materi bacaan. Dalam hal ini, membaca yang saya maksud adalah membaca apa saja. Bukan cuma membaca buku.
Begitu saya merapal mantra bacalah, bacalah, bacalah seraya mengucek-ngucek mata sesaat setelah bangun tidur, otak saya bersaing dengan perut. Sama-sama merasa lapar. Sama-sama ingin segera diberi asupan atau stimulan.
Dari bacaan yang saya lahap akan muncul ide-ide segar. Tatkala ide-ide segar itu merimbun, saya mulai main pilah. Ide mana yang mesti saya dahulukan, ide mana yang harus saya simpan dulu, atau ide mana yang sekadar saya masukkan ke folder Bank Ide.
Setelah itu, saya rapal mantra kedua.
Tanyalah, Tanyalah, Tanyalah
Ide yang sudah saya putuskan untuk saya daras biasanya akan saya dudukkan di depan saya. Ide itu akan saya minta duduk manis, lalu saya tanyai beberapa hal mendasar. Cara bertanya saya bukan alakadar bertanya, melainkan bersikeras. Artinya, interogasi. Selalu begitu.
Sebelum menganggit artikel ini, saya menginterogasi ide. Lama sekali. Kira-kira setengah jam. Dalam rentang setengah jam itu saya ajukan setidaknya lima pertanyaan. Berikut runtun pertanyaan tersebut.
- Mengapa harus gairah menulis dan bukan gairah membaca? Jawaban si ide: karena sekarang banyak orang yang getol menulis.
- Apa yang menjadi landasan gagasan? Jawaban si ide: trik yang dilakukan sebelum menulis, khususnya saat menemukan ide.
- Apakah gagasan itu bermanfaat bagi pembaca? Jawaban si ide: serahkan urusan manfaat itu kepada pembaca, buat apa kamu pikirkan sekarang; tulislah dengan isi yang bisa mengayakan pembaca.
- Dari mana materi tulisan saya peroleh? Jawaban si ide: dari pengalaman kamu selama menulis; dari pengalaman penulis lain yang bertebaran di internet.
- Bagaimana kemasannya? Jawaban si ide: rewel banget, sih, tulis saja sekarang!
Gara-gara disentak si ide, saya buru-buru mengambil laptop dan menganggit artikel ini. Saya tidak sempat lagi bikin kerangka. Tahu sendiri kelakuan si ide. Saya telat sedikit saja, ia pergi tanpa pesan. Lagi butuh-butuhnya, ia tega meninggalkan saya.
Maka dengan semangat pantang mundur, saya rapal mantra ketiga.
Tulislah, Tulislah, Tulislah
Tiba-tiba saya kangen Engkong Felix. Entah mengapa suhu yang kentir itu bikin rindu hati. Ya, saya tahu. Hal itu terjadi karena saya tengah memakai pola beliau dalam menulis, yakni intuisi dan serendipitas. Adakalanya memang saya menulis tanpa kerangka, tetapi fondasi tulisan sudah tuntas di kepala.
Tibalah tiga mantra ini di hadapan Anda. Saya tidak mau tahu apakah artikel ini bermanfaat atau tidak bagi Anda. Seperti kata si ide, urusan manfaat adalah urusan Anda. Tugas saya hanya tulis, tulis, dan tulis. Itu saja.
Mudah-mudahan Om Pebri tidak membaca tulisan ini. Saya khawatir beliau, selaku Juru Bicara Felix Tani Center, melaporkan sesuatu yang bukan-bukan kepada Engkong Felix.
Salam takzim, Khrisna Pabichara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H