Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Benarkah Tokoh Jahat dalam Cerita Harus Selalu Jahat?

18 Desember 2020   12:48 Diperbarui: 19 Desember 2020   08:08 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gunakan sistem angsuran atau cicilan. Paragraf pertama menggambarkan ciri rambut, paragraf kedua tentang cara berjalan, paragraf ketiga soal ekspresi ketika marah. Itu sekadar contoh.

Masih berhubungan dengan cara, satu tokoh tidak boleh serupa dengan tokoh lain dalam satu cerita. Mengapa demikian? 

Tidak ada manusia yang benar-benar serupa. Anak kembar identik saja pasti memiliki perbedaan, baik pada perilaku maupun pada ciri fisik. Dengan demikian, cara berbicara ketika menyusun dialog pun tidaklah sama.

Logikanya begini. Dalam kehidupan sehari-hari ada orang yang selalu menggunakan kata "aku" saat menyatakan dirinya, tetapi ada juga yang memilih "saya" atau "gue". Sesekali yang biasa berkata "saya" dan "gue" mungkin saja mengatakan "aku". Begitulah hidup. Tidak statis, tidak monoton. Tokoh yang kita ciptakan pun tidak bisa terhindar dari kejadian demikian.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Adapun tentang detail penciptaan tokoh, tentu ada tekniknya juga. Boleh-boleh saja kita bersikap "mengalir seperti sungai saja" atau langsung menulis tanpa membuat perincian tokoh. Itu bukan perbuatan terlarang. Hanya saja, besar kemungkinan kita akan kedodoran di tengah jalan.

Soal plot atau alur kita boleh leluasa bersandar intuisi dan serendipitas, meminjam istilah Engkong Felix, dalam hal penokohan kita mesti punya peta pikiran atau peta konsep yang jelas. Kalau tidak, potensi tumpang tindih karakter antartokoh sangat besar terjadi.

Bagaimanakah taktik memerinci karakter tokoh? Silakan bertanya pada teman Kompasianer yang mengikuti Kelas Menulis Nonfiksi yang digelar oleh Kompasianer Penulis Berbalas (KPB) bersama saya di ruang kelas virtual Grup WA. Hehehe....

Bagaimana dengan pertanyaan pada judul tulisan ini? Apakah benar tokoh jahat dalam satu cerita harus selalu jahat hingga cerita tamat? Saya percaya bahwa kalian pasti mampu menjawab pertanyaan itu.

Salam takzim, Khrisna Pabichara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun