Ternyata novel Sepatu Dahlan hanya ditulis cukup dalam sepuluh hari. Begitu intisari komentar Pak Hendro Santoso dalam artikel saya yang berjudul Belajar Menulis Memoar dari Sassoon dan Churchill. Ada nada heran, mungkin juga takjub, dalam komentar itu. Saya menjura kepada beliau.
Barangkali ada pembaca yang bertanya-tanya. Benarkah novel Sepatu Dahlan rampung saya anggit hanya dalam 10 hari? Memang demikianlah adanya. Ketebalan draf Sepatu Dahlan 330 halaman dan setelah ditata menjadi buku mencapai 392 halaman. Draf setebal itu saya tulis dalam 10 hari. Tidak lebih, tidak kurang.
Apakah itu mencengangkan? Tidak juga. Saya bisa mengudar secara teknis dan taktis. Teknis berarti secara mekanis dapat dipraktikkan oleh siapa saja, sedangkan taktis berarti ada pola yang mesti terpenuhi agar manuskrip buku dengan ketebalan ratusan halaman rampung dalam tenggat yang singkat.
Baiklah, saya buka saja resep menulis saya. Namun, sebelum Anda teruskan membaca rahasia dapur kepenulisan saya, sebaiknya Anda siapkan teh atau kopi. Kali ini saya menaja artikel yang sangat serius. Super-duper serius. Saya tidak ingin Anda kehausan di tengah jalan. Kasihan. Apalagi kalau haus kasih sayang. Ups!
Ini trik pertama: melatih kecepatan mengetik. Menulis 330 halaman dalam 10 hari bukan sesuatu yang mustahil kita lakukan. Prasyarat pertama, kecepatan mengetik di atas rata-rata. Kalau masih memakai dua jari, kemungkinan besar sulit terpenuhi.
Maka biasakanlah mengetik dengan menggunakan 10 jari. Kalau perlu, permahir diri Anda mengetik tanpa melirik papan tik. Saya begitu. Sepuluh jari saya sudah punya tugas masing-masing. Tiap-tiap jari saya sudah selaras dengan otak saya sehingga kecil kemungkinan salah tekan huruf. Kecuali kepepet.
Di sinilah hitung-hitungan bermain. Saya dalam satu jam mampu mengetik setidaknya 3500 hingga 4000 kata. Dengan catatan, tidak sembari swasunting. Jika saya menggunakan kertas berukuran A4 dengan jarak antarbaris 1,5 spasi maka satu halaman hanya butuh 300--330 kata. Hasilnya mudah ditebak. Saya cuma butuh satu jam per hari untuk mendapatkan 10 halaman.
Sombong? Tidak. Itu hasil dari pembiasaan. Sengak? Tidak. Itu buah dari proses dan kerja keras yang saya tekuri selama bertahun-tahun.
Ini trik kedua: menumpuk harta kosakata. Menulis draf novel setebal 330 halaman dalam 10 hari adalah sesuatu yang sangat mungkin kita lakukan. Syaratnya, kita harus kaya kosakata. Jikalau gudang kata di kepala kata sangat minim maka mustahil menyelesaikan novel setebal itu dalam tempo yang cepat.
Kenapa? Penulis yang miskin kosakata akan kesulitan mengungkapkan isi benaknya, keteteran menggambarkan imajinasinya, dan kedodoran menuangkan gagasannya. Bagi penulis yang kaya dengan kosakata, benak dan jari sudah sepaham. Begitu gagasan terbetik, dua-duanya kompak menaja kata demi kata.
Bagaimana cara kita memperkaya kosakata? Mudah banget. Hanya satu cara: banyak membaca. Senjata penulis adalah kata-kata. Kehabisan kata bagi penulis persis kehabisan peluru bagi serdadu. Musuh di depan mata, pelor habis. Mampus duluan!
Jika Anda berangan-angan menulis lebih cepat dari sediakala, bergegaslah memperkaya kosakata.
Ini trik ketiga: menyelesaikan ragangan tulisan. Menulis buku setebal 330 halaman dalam 10 hari amat mudah kita lakukan apabila ragang atau rancang bangun tulisan sudah selesai, baik di dalam benak maupun di atas kertas.
Ketika menulis novel Sepatu Dahlan, juga buku-buku saya yang lain, saya mulai dengan menata kerangka tulisan. Saya bikin peta naskah. Peta itu meliputi: (1) isi per bab; (2) tokoh atau materi apa yang saya kupas tiap bab; dan (3) grafik emosi per bab.