Sidang Pembaca yang budiman, mohon maaf setulus hati atas judul artikel ini. Saya tidak bermaksud meledek atau menghina Anda, tidak. Kalaupun artikel ini saya juduli "penulis fakir kata", percayalah bahwa pernyataan itu tidak saya tujukan kepada Anda.
Saya tahu, ya, tahu banget bahwa gudang kosakata Anda penuh dengan kata. Malahan Anda kerap bermain-main di gudang kosakata dan memindahkan pelbagai kata ke dalam tulisan Anda. Saya tahu itu. Jadi, jauhkan rasa kesal atau dongkol tiada terkira di hati.
Hmmm. Baiklah, Pembaca yang arif. Pada hari kelima dalam Bulan Bahasa 2020 ini saya ingin mengajak Anda bertualang di rimba besar bernama bahasa Indonesia. Terus terang, hari ini hati saya sedikit berawan. Bukan terawan, ya. Berawan dan Terawan itu berbeda.
Mengapa hati saya berawan? Lupakanlah. Saya ingin mengobrolkan bahasa Indonesia, bukan mencak-mencak sambil misuh-misuh tanpa guna. Hehehe. Oke? Sip. Kita akan mengudar perkara remeh-temeh yang mungkin jarang kita pedulikan. Apa itu? Onomatope.
Apakah onomatope itu? Kata yang kita pungut dari bahasa Yunani itu berarti 'tiruan bunyi'. Pengertian sederhananya begini. Kita menamai sesuatu berdasarkan bunyi yang kita dengar. Karena suara tikus adalah "cit-cit-cit" maka suara tikus kita namai cicit. Artinya, tikus mencicit.
Nah, harimau kalau jengkel dan ingin segera menelan mangsanya akan mengeluarkan bunyi "aum". Jadilah suara harimau kita sebut "aum". Dengan demikian, harimau mengaum. Adapun suara ayam kita namai "kokok" untuk ayam jantan dan "kotek" untuk yang betina.Â
Bagaimana dengan Kokok Dirgantoro? Tunggu, itu nama orang. Moga-moga sampai di sini persepsi kita tentang onomatope sudah, masih, dan terus sama.Â
Apa tautan antara onomatope dan penulis? Kawan, penulis yang kaya kosakata niscaya akan mendayagunakan dan mencurahkan akal budinya untuk memakai indra pendengaran dalam tulisan.
Misalnya begini. Penulis yang paham onomatope air yang dipukul dengan kayu akan memakai kata kecibak. Jika permukaan air dipukul dengan menggunakan telempap atau tapak tangan maka namanya berbeda, yakni kecipak. Kalau dipukul keras-keras dengan tapak tangan berarti kecimpung.
Alangkah indahnya bahasa Indonesia. Perhatikan, Kawan. Kecibak dan kecipak itu hanya berbeda pada konsonan /b/ dan /p/. Salah satunya dibalik akan menjadi huruf yang lain. Sayang sekali, bahasa Indonesia yang indah dan kaya ini acapkali diremehkan dan direndahkan sendiri oleh penuturnya. Saya tidak menunjuk Anda, Kawan. Orang lain yang begitu.
Sekarang, izinkan saya perlihatkan satu keindahan lagi. Jika air hujan jatuh menimpa dedaunan, kita seharusnya menggunakan kata desah. Kalau menimpa kaca namanya derai, sedangkan apabila jatuh mengenai genting berarti detap. Manakala air hujan jatuh menimpa genangan air namanya gemercik.
Keren, kan? Pasti kerenlah! Karena Anda adalah penulis yang kaya kosakata, Anda pasti tahu bahwa bahasa Indonesia itu keren. Hanya mereka, para penulis fakir kata itu, yang tidak tahu dan tidak percaya bahwa bahasa Indonesia itu keren dan kaya.
Kini, temani saya menyibak tirai yang kerap membatasi otak kita dalam menemukan kata. Bunyi yang keluar dari botol kosong yang kita isi air dinamai gelobok. Itu karena pada saat air masuk akan berbunyi "globok-globok-globok". Waw! Berbeda dengan bunyi air di dalam botol yang kita kocok, sebutannya kerocok.
Kalau Anda menaruh ais di baskom, kemudian Anda masukkan karbit, namanya gerobok. Kenapa? Aih, jawabannya mudah. Karbit dan air akan bersatu menyanyikan lagu "grobok-grobok-grobok". Akan tetapi, kalau air mengucur dari pancuran harus kita nama gerocok.
Silakan simpan tabel di bawah ini untuk mengetahui medan makna onomatope air dan hujan.
Bisa begitu? Ya, sebab daun basah yang dibakar akan mengeluarkan bunyi "das-das" dan daun kering akan berbunyi "kretek-kretek". Begitu udaran sederhananya.
Bagaimana kalau kita ingin memilih kata yang menggambarkan daun kering yang terinjak? Pakailah gersak atau kersik. Kalau bunyi bulir jagung yang meletus saat dibakar? Pilihlah detar. Adapun kata yang tepat untuk ranting yang terkulai karena angin kencang ialah kelepit.
Wow! Ya, silakan terperanjat. Kalau perlu terkinja-kinja. Sebab, bahasa Indonesia memang indah dan kaya. Mereka saja yang malas mencari diksi baru lantaran mudah sekali terpuaskan dengan kata yang itu-itu saja. Artikel yang ini pakai gemercik, bikin puisi itu masih saja pakai gemercik. Hahaha. Sedih. Kita mah rajin.Â
Tenang, Pembaca yang baik hati. Saya akan bagikan pesugihan kosakata kepada Anda. Silakan tilik dan simpan tabel medan makna onomatope tanaman di bawah ini.
Kita lanjutkan. Benda yang jatuh ke tanah kering dinamai debun, sedangkan yang jatuh ke tanah becek atau lembap disebut debap atau debup. Kalau jatuh ke dalam air? Beda lagi. Sebutannya macam-macam. Ada cepuk untuk batu, ada cebur untuk orang atau barang yang besar.
Apabila uang logam di saku Anda jatuh ke ubin maka sebutannya adalah decing, dencing, atau denting. Bagaimana kalau jatuh dan menimpa batu? Aih, berbeda lagi sebutannya. Bisa lenting, bisa cing. Keren, kan? Iya, saya sudah berkali-kali menyatakan keren. Tidak apa-apa, karena memang keren!
Jika anak kecil yang baru belajar berjalan lantas terjatuh, jangan gunakan kata debum. Kenapa? Kata debum biasa digunakan untuk buah kelapa yang jatuh menimpa tanah. Masak buah hati kita samakan dengan buah kelapa? O, tidak. Untuk anak kecil yang jatuh kita sebut dempam.
Mau dapat pesugihan kosakata lagi? Silakan tatap dan simpan tabel berikut.
Sabar, ya. Bulan Bahasa 2020 masih panjang. Selama Anda tidak bosan membaca tulisan saya, selama itu pula saya akan suguhkan pesugihan kosakata bagi Anda. Anda mau, kan? Pastilah. Bodoh sekali jika Anda tidak mau. Kecuali Anda mau saya namai "penulis fakir kata". Apalagi, "kafir kata".
Frasa terakhir tolong Anda abaikan. Saya bercanda. Wkwkwk. Nah, itu bunyi bebek. Begitu seloroh Ivan Lanin di akun Twitter beliau. []
Salam Bulan Bahasa, Khrisna Pabichara
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI