Dialog harus memberikan kontribusi pada cerita. Jika tidak, sia-sia saja kita taruh dialog di antara ceruk narasi. Jika dialog yang Anda susun hanya percakapan biasa yang tidak memiliki pengaruh dramatis bagi cerita, Anda lebih menulis notulensi percakapan sehari-hari.
Apa faedah dialog? Perhatikan dengan saksama infografis di bawah ini.
"Aku serius." Dia memandang tajam kepadaku. "Jangan kira aku sengaja mendatangimu, sore ini, agar kamu bisa mencurahkan perasaan terdalam yang sudah lama kaupendam."
Aku bersandar ke dinding. Bersedekap. "Tidak ada perasaan apa pun yang ingin kukatakan kepadamu."
"Bagus!" Ia menukas dengan suara meninggi. "Telingaku pekak karena suaramu!"
Dialog seperti itu akan memicu imajinasi pembaca. Perhatikan juga cara meletakkan atribut dalam adegan di atas. Atribut atau keterangan yang menjelaskan siapa dan bagaimana dialog berlangsung tidak selalu ditaruh setelah dialog.
Akan tetapi, pesan terbesar yang ingin saya sampaikan lewat dialog di atas adalah keberadaan dialog. Ya. Tolong Anda catat. Dialog dapat kita gunakan untuk mengantar atau mempertajam konflik. Bahkan, mendramatisasi konflik. Jadi, bukan sekadar "kamu makin ganteng" atau "ke mana saja".
Perhatikan juga dialog berikut ini.
Mata Binar menyipit. "Kancing apa ini?"
"Kancing?" tanyaku seraya berdiri di sampingnya. "Kancing siapa?"
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!