Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Salah Kaprah Kompasianer dan Admin K

1 Oktober 2020   15:11 Diperbarui: 1 Oktober 2020   19:34 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya saya paling malas mengulik kesalahan orang lain. Butir-butir pasir di pantai kalah banyak dibanding kesalahan saya. Jadi, tiada guna saya singkap kesalahan orang. Namun, hari ini rasa malas itu menguap entah ke mana. Lahirlah artikel ini.

Semua bermula dari niat awal saya mengontrak kamar di apartemen Kompasiana. Saya ingin sekali mengajak penghuni lain untuk mengobrol lepas tentang kebahasaan dan kepenulisan. Sesekali terbit pula air liur untuk membincangkan sepak bola dan politik.

Tidak heran jika 72 artikel saya di Kompasiana mengudar bahasa Indonesia. Sayang sekali, saya berkali-kali disergap rasa jenuh. Saya juga kerap merasa takut jangan-jangan tulisan saya susah dicerna, padahal segala cara telah saya coba supaya tulisan saya komunikatif dan aplikatif. 

Faktanya tidak. Hari pertama Bulan Bahasa 2020 saya masuki dengan rupa-rupa cemas. Adakah tulisan saya berguna? Adakah tulisan anggitan saya berguna? Adakah tulisan anggitan saya tentang bahasa Indonesia sudah berguna? Jawaban saya mengejutkan, tidak berguna. Mungkin belum, bukan tidak berguna.

Mengapa saya tiba pada kata "belum berguna"? Berikut alasan saya.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi

Tiga Salah Kaprah Kata

Penutur bahasa Indonesia, menulis dengan menggunakan bahasa Indonesia, dibaca oleh sesama orang Indonesia, tetapi keinggris-inggrisan. Jika tidak pada judul, pasti dalam tulisan. Saya tidak tahu apa alasan Kompasianer, termasuk Admin K, tetapi gejala keminggris amat dahsyat.

Sebagian besar Kompasianer ternyata pemuja bahasa Inggris. Barisan penyuka K-Pop kalah geliat dan gereget. Tengok saja pemakai kata "tips". Hampir tiap hari ada artikel dengan judul yang menggunakan kata "tips". Sungguh mental inlander level kronis. Koplak, bahasa nasional diremehkan.

Maaf, saya agak kasar. Tidak usah diambil hati. Anggap saja saya sedang rawan sopan santun. Tidak apa-apa. Meski begitu, saya punya alasan kuat sehingga saya memilih kata "koplak". Bukan apa-apa, rasa-rasanya kita semakin jauh dari perilaku "mencintai bahasa Indonesia".

Lihat saja penggunaan kata menelisik di Kompasiana. Luar biadab banyaknya. Padahal, tidak ada kata menelisik dalam bahasa Indonesia. Sama seperti tips, kata kulik juga sering muncul. Ai, apa pula arti kulik? Mestinya kita pakai menyelisik, tip, dan ulik.

Lebih nahas lagi, tiga kata itu sering benar nangkring di kolom Artikel Utama. Entah apa maksud Admin K. Jika memang alasannya tidak tahu, saya bisa terima. Solusinya tinggal mencari tahu. Akan tetapi, Admin K sepertinya malas mencari tahu.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi

Salah Kaprah Penjudulan

Kompas yang saya kenal sangat peduli pada bahasa Indonesia. Termasuk "anak-anaknya", kecuali Kompasiana. Saya sebut Kompas peduli pada bahasa Indonesia karena begitu fakta yang ada. Setiap Sabtu, koran Kompas memajang kolom bahasa. Itu sekadar contoh.

Saya sebut Kompasiana kurang peduli pada bahasa Indonesia karena begitulah adanya. Lihat saja cara Admin K membiarkan Kompasianer menaruh angka pada awal judul. Sederhana saja. Kalau Anda pernah menjadi seorang mahasiswa "yang dikejar-kejar skripsi", Anda tidak akan diizinkan memakai angka pada awal judul.

Sekarang lihatlah Kompasiana. Dalam sebulan terakhir, saya malas menghitung jumlah tepatnya, tiap hari selalu muncul judul seperti "3 Langkah Mencari Jodoh" atau "7 Alasan Mencintai Kamu". Delapan kali saya udar perkara demikian dalam artikel saya, hasilnya nihil. 

Sudah saya tawarkan pula solusi berupa menambahkan kata sebelum angka, misalnya "Ada 3 Langkah Mencari Jodoh" atau "Inilah 7 Alasan Mencintai kamu", tetapi hasilnya masih nihil. Nol besar. Jika alasannya karena sedang tren, ai, makin celakalah bahasa Indonesia kita.

Lebih celaka lagi, Admin K seperti sengaja membiarkan kesalahkaprahan itu. Dengan demikian, Admin K turut ambil bagian dalam upaya "merusak bahasa Indonesia". Jika alasannya tidak tahu, saya masih bisa pahami. Namun, celakalah jika tidak tahu itu ditambah dengan tidak berusaha mencari tahu.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi

Lima Saran Receh

Tanpa bunga-bunga kata, berikut saya agihkan lima saran receh bagi Kompasianer dan Admin K.

Pertama, perbaiki ejaan. Baik Admin K maupun Kompasianer mestinya mendalami kembali tata cara menulis. Tidak usah yang rumit-rumit, cukup mempelajari cara menggunakan tanda koma (,), tanda titik (.), dan tanda baca yang lain.

Kedua, tata kalimat. Saya pikir, Kompasianer tidak akan kerepotan sekadar untuk belajar cara meracik kalimat yang baik. Menulis saja dulu, ya. Sambil menulis, jangan lupa terus belajar. Pisau tajam akan tumpul dan berkarat apabila tidak diasah. Otak manusia juga begitu.

Ketiga, olah paragraf. Beberapa kali saya alami paragraf yang telah saya tata dengan baik, kalimatnya ringkas dan padat, disusun atas perkiraan renyah baca di gawai, tiba-tiba diberantakkan oleh Admin K. Kalimat dipenggal seenak hati tanpa memperhatikan keutuhan paragraf. Saya? Ya, saya edit lagi.

Keempat, evaluasi tulisan. Tidak sedikit tulisan yang tidak layak mendapat merek "Pilihan" malah dilabeli "Pilihan" oleh Admin K. Fatalnya, sering benar Admin K kecolongan. Sudah dikasih "Pilihan", eh, mendadak label itu dibuang atau dihapus.

Kelima, pelajari bahasa Indonesia. Saya sendiri tidak pernah berhenti belajar. Tiap tulisan mesti saya teliti kata, frasa, klausa, kalimat, alinea, dan wacananya. Saya manfaatkan seluruh teori yang saya tahu, tetapi tetap berusaha agar tulisan saya "gurih baca".

Saya pernah mendapati kecelakaan fatal di Kompasiana. Sebuah artikel tentang bahasa Indonesia masuk Artikel Utama. Pada artikel itu terjadi kesalahan mendasar yang luar binasa. Tanda baca keliru. Subjudul diakhiri tanda titik. Malahan, penggunaan huruf kapital saja belang-betong. 

Artikel tentang bahasa Indonesia, menganjurkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik, masuk Artikel Utama pula, padahal penulisan dan wacananya berantakan. Bagaimana kalau itulah yang dianggap benar oleh Kompasianer lain? Itu jelas salah Admin K. Jelas!

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi

Mencoba Tiga Langkah Kecil

Bulan Bahasa 2020 sudah tiba. Saya tidak akan misuh-misuh lagi. Kata koplak sudah saya tanggalkan. Begitu pula dengan "luar biadab" dan "luar binasa". Penutur bahasa Indonesia memang harus diakui punya otak bebal yang luar biasa. Akhirnya saya memuji juga. Ya, memuji otak bebal.

Mari, Kawan. Kita mulai langkah kecil untuk merawat bahasa Indonesia. Mulai kapan? Sekarang. Jangan tunggu ajal tiba di kerongkongan.

Mulai dari mana? Dari diri sendiri. Tulisan yang kita agihkan di Kompasiana kita taja dengan baik. Jika kita tidak bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, setidaknya jangan masuk ke dalam golongan perusak bahasa Indonesia.

Sesudah itu? Admin K. Tulisan yang mendapat label "Pilihan", apa pun jenis dan genrenya, harus dapat dipertanggungjawabkan. Apalagi yang bertengger di Artikel Utama. Dengan begitu, kita semua belajar lebih bersetia pada bahasa Indonesia.

Jika kita tidak mau repot-repot belajar berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, setidaknya kita berusaha keluar dari kawanan perusak bahasa Indonesia.

Selamat merayakan Bulan Bahasa 2020.

Khrisna Pabichara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun