Masih tentang pernak-pernik bahasa Indonesia. Ya, masih sama. Moga-moga pembaca yang budiman dan Kompasianer yang bijak tidak disergap rasa bosan. Bukan apa-apa. Itu lagi, itu lagi.
Kali ini takada Lema. Ia sedang takenak badan. Kurang bugar. Takbaik juga memaksa Lema agar ia hadir di sini bersama kita. Nanti hatinya takbahagia. Kamus bisa rusak olehnya.Â
Jadilah saya sendirian menemani Anda mengobrol tentang kata "tak". Lagi-lagi, ini permintaan Bung Nursalam via artikel saya sebelumnya. Semua bermula dari kebiasaan saya membedakan antara "tak" yang digabung dan yang dipisah.
Begini, Sobat. Terus terang saja, ini pembahasan yang agak rumit. Meski begitu, saya berusaha mengudar perkara "tak" dengan cara yang sederhana. Sebisa-bisa saya, ya. Mudah-mudahan bisa dicerna. Syukur-syukur mudah dicerna. Begitu amar pembuka bincang-bincang kita.
Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa ada "tak" yang digabung? Jika Anda membaca buku-buku anggitan Badan Bahasa, misalnya, niscaya Anda akan menemukan kata "takbaku". Simak, digabung. Jadi, bukan "tak baku".
Sekilas terlihat urusan "tak" digabung dan dipisah ini perkara receh belaka. Anda tiada rugi apa-apa jika melanggar kaidah penulisannya. Hangus tiada berapi, karam tiada berair. Begitu kata pepatah. Artinya, Anda tidak akan menderita kerugian apa-apa atau kesusahan yang tak tepermanai.
Bagaimana dengan Anda? Tenang. Tidak perlu takut. Kalaupun selama ini Anda keliru, tidak ada juga polisi bahasa yang akan menilang Anda. Tidak ada juga wasit kosakata yang akan memberikan kartu kuning atau merah kepada Anda.
Hal pertama yang mesti kita pahami adalah asal mula kata "tak". Merujuk pada KBBI, "tak" adalah varian dari kata "tidak". Fungsinya sama, yakni 'menyatakan bentuk ingkar'. Bagaimana ciri-cirinya? Kata "tak" mesti diletakkan di depan kata sifat dan/atau kata kerja. Contoh: tak rindu; tak makan.
Kata rindu termasuk kata sifat, sedangkan makan tergolong kata kerja. Itu dulu aturan main yang patut kita camkan. Dengan demikian, kata "tak" tidak boleh diletakkan di depan kata benda. Contoh: tak api; tak buku; tak meja.
Hal kedua yang perlu kita camkan adalah penulisan kata "tak". Patut kita ketahui bahwa jenis kata "tak" terbagi dua, yakni (1) bentuk terikat, dan (2) bentuk bebas. Sekali lagi saya tegaskan, ada dua jenis "tak". Apa? Bentuk terikat dan bentuk bebas.
Sebagaimana dengan bentuk terikat yang lain, jika merujuk pada PUEBI, penulisan bentuk terikat "tak" juga digabung dengan kata yang mengikutinya. Sementara itu, penulisan "tak" yang tergolong bentuk bebas tentu saja ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Kita ambil cara pertama. Lihat kata yang mengikutinya. Kata dasar yang mengikuti bentuk terikat "tak" adalah kata sifat. Oke? Itu dulu. Dengan begitu, "tak makan" pasti dipisah. Kenapa bisa begitu? Jawabannya, Karena kata makan termasuk kata kerja.
Sekarang bandingkan dengan kata sifat adil. Ketika mengikuti "tak", kata adil mesti dirangkaikan dengan kata "tak". Penulisannya takadil. Hal serupa berlaku pada kata enak. Jika mengikuti kata "tak" maka penulisan enak mestinya digabung. Hasilnya: takenak.
Bagaimana dengan kata "ada"? Bukankah "ada" termasuk kata kerja?Â
Betul. Kata ada termasuk kata kerja. Meski begitu, penulisannya digabung. Begitukah? Ya. Dalam bahasa Indonesia ada kata yang diperlakukan berbeda dengan kata yang lain. Contohnya mempunyai. Jika merujuk pada kaidah pelesapan, mestinya "memunyai". Itulah makna dari pembedaan atau pengecualian.
Semoga langkah kedua ini bisa dicerna, semoga.Â
Apakah hanya kata sifat saja yang digabung dengan "tak" dalam bentuk terikat? Tidak. Kata kerja juga bisa, dengan catatan sudah mendapat imbuhan berupa awalan. Kata kuncinya: awalan /ber-/ dan /ter-/. Dua awalan itu membentuk kata kerja.
Contoh: takberarti; takberfungsi; takberharap. Contoh lagi: takterbaca; taktercampur; taktersedia. Perhatikan kata dasarnya masing-masing, yakni arti, fungsi, harap, baca, campur, dan sedia. Kata-kata itu dibubuhi awalan /ber-/ dan /ter-/.
Bagaimana dengan awalan lain? Masih ada. Beberapa kata yang berawalan /se-/ mesti digabung jika mengikuti kata 'tak". Misal: seimbang; selaras; sepadan. Penulisannya: takseimbang; takselaras; taksepadan. Perhatikan, kata dasarnya adalah imbang, laras, dan padan.
Apakah langkah-langkah itu sudah memudahkan Anda untuk mengetahui mana yang digabung dan dipisah? Saya yakin belum. Kenapa? Bukan perkara mudah untuk langsung tahu dalam sekali baca atau sekali tulis. Perlu pembiasaan. Ribet? Ya. Itu kalau kita, Anda dan saya, belum atau tidak terbiasa.
Selanjutnya, gunakan imbuhan /ke-an/. Itu langkah berikutnya. Setiak bentuk terikat "tak" otomatis dapat diimbuhkan konfiks /ke-an/. Mari kita uji kata-kata yang sudah ada di atas. Ketakenakan. Ketaknyamanan. Ketakberartian. Ketakterbacaan. Ketakselarasan. Â
Mari kita periksa. Kata bertani temasuk kata kerja. Apakah "tak" ditulis serangkai dengan bertani? Kita uji: ketakbertanian. Tidak bisa. Janggal. Dalam bahasa Indonesia disebut tidak berterima. Kejanggalan itulah yang dapat kita jadikan pedoman dalam penggabungan dan pemisahan.
Bagaimana kalau belum mengerti juga?Â
Ambil langkah tersakti: buka kamus. Unduh KBBI luring. Ya, bukan KBBI daring. Jika Anda menggunakan KBBI luring, Anda dapat dengan mudah mengecek mana kata yang digabung dan dipisah. Caranya mudah. Ketik "taka" maka muncul semua "tak-" yang diikuti kata dasar dari huruf /a/.
Supaya Anda tidak capai atau letih, silakan simpan tabel di bawah ini.
O ya, saya juga sudah memerinci kata dasar berdasarkan abjad awal. Misalnya, dari abjad berawalan /a/ ada 23 kata, /b/ 32 kata, /c/ 16 kata, dan /k/ 1 kata. Adapun perincian per abjad dapat Anda lihat pada tabel di bawah ini.
Meski begitu, tabel tersebut bukan "harga mati". Bahasa itu dinamis. Selalu bertumbuh dan berkembang. Isi tabel itu pun bisa bertambah bisa berkurang.
O ya, berterimakasihlah kepada Bung Nursalam. Gara-gara beliau tulisan ini saya anggit.
Salam takzim, Khrisna Pabichara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H