Tiada guna bikin-bikin infografis kalau hanya untuk pemanis artikel di Kompasiana. Oh, tidak. Itu keliru. Benar-benar keliru. Jauhkan pikiran sesat macam itu. Engkong Felix saja yang sudah tuwir masih menaja infografis buat si Poltak. Begitu pula dengan Om Katedrarajawen pada tiap tulisannya. Sekalipun, ya, seadanya. Itu saja sudah dahsyat.
Lagi pula, kita tidak bisa menyamaratakan watak Kompasianer. Ada Kompasianer yang bahagia cukup dengan kata-kata; ada yang bertambah bahagia jika disuguhi visual infografis yang menarik; ada juga yang sangat bahagia manakala kata dan infografis ditata dengan padu dan laras.
Menaja infografis yang informatif dan aktraktif juga bukan perkara mudah. Apalagi macam saya yang tidak pernah mengenyam pendidikan desain grafis. Apa-apa dipelajari sendiri. Sering sekali membuang-buang waktu untuk percobaan-percobaan yang gagal. Namun, senangnya tiada terkira acapkali satu infografis rampung.
Apakah infografis berguna bagi tulisan? Jawaban saya ringkas dan jelas. Ya. Malah sangat berguna. Supaya lebih terperinci, silakan nanti klik artikel ini. Pernak-pernik Infografis. Itu artikel yang khusus saya anggit untuk mengudar manfaat infografis.Â
Baiklah. Sekarang saya geber saja rahasia dapur saya. Silakan lihat infografis berikut.
Baik memasak maupun meracik infografis sama-sama bertumpu pada rasa. Masakan bermain pada pencerapan, infografis pada penglihatan. Yang makan kenyang lahiriah, yang menikmati infografis kenyang batiniah.
Kita mulai dari rahasia pertama, yakni komposisi warna. Patut kita camkan bahwa mainan utama infografis adalah warna. Tiap warna yang kita pilih mesti dilandasi alasan psikologis. Bukan sekadar pilih merah, biru, kuning, putih, atau hitam.
Saya saja, selaku peracik infografis amatir, benar-benar menakar warna. Jika ingin infografis yang terkesan tegas, formal, dan canggih maka saya gunakan warna hitam. Kalau mau suasana agak hangat, enerjik, dan agresif maka saya pilih merah. Apabila menghendaki ekspresi ceria, optimistis, dan kesan cerdas pasti saya pakai warna kuning.
Supaya lebih detail, sekalian saya bubuhkan psikologi warna melalui infografis di bawah ini.
Lingkaran juga menyertakan aspek lengkap dan ajek, kotak buat suasana profesionalitas dan rasa aman, sedangkan segitiga saya tujukan untuk aspek stabilitas dan rasa nyaman. Itu bukan alasan yang mengada-ada. Perkara pengaruh warna bagi suasana hati memang kerap diurai dalam dunia psikologi. Bukan sesuatu yang baru.
Pendek kata, huruf yang kita gunakan mesti kita timbang matang-matang. Saya sering memakai fonta jenis aldrich pada judul tulisan. Kesannya kuat dan kukuh. Jika menganggit ulasan yang agak tajam, saya gunakan fonta yang runcing. Jenis geometos dan neoteric, misalnya. Yang jelas, saya hampir tidak pernah menggunakan calibri atau times new roman.
Selain jenis huruf, ukuran huruf juga mesti dihitung dengan cermat. Berapa tinggi dan lebarnya harus kita tata sebaik-baiknya agar laras dan padu dengan komponen lain dalam infografis. Argumen lain yang patut saya kemukakan di sini adalah keterbacaan. Terlalu kecil sukar dibaca, terlalu besar akan makan tempat.
Trik membeberkan data dalam infografis juga erat kaitannya dengan ikon yang kita gunakan. Kita harus memahami data yang kita sajikan. Kalau berbicara edukasi, kita mesti menggunakan ikon edukasi. Ada juga ikon bisnis, kerja sama tim, medis atau kesehatan, pertunjukan seni, atau pemasaran. Singkat kata, rupa-rupa ikon yang dapat kita gunakan untuk memperindah tampilan data.
Kita sibak rahasia terakhir, yaitu komposisi kata. Data dalam infografis memang kita sajikan lewat angka, grafik, atau diagram, tetapi mesti ada pula keterangan yang kita bubuhkan. Informasi yang kita celupkan ke dalam infografis itu mesti ringkas, padat, dan jelas. Jangan panjang-panjang.
Dalam hal kemampuan bercerita, saya percaya pada kemampuan kalian. Tiap-tiap penulis niscaya punya bekal memainkan dan mempermainkan kata. Sisanya, tinggal mengasah bagaimana kalimat yang kita bubuhkan ke dalam infografis benar-benar informatif.
Bagaimana dengan program atau aplikasi yang saya gunakan untuk menaja infografis? Seorang rekan Kompasianer, Reynal Prasetya, pernah menanyakan hal sedemikian kepada saya via kolom komentar di Kompasiana.
Saya jawab ringkas saja. Jika waktu agak longgar dan luang, saya gunakan famili Adobe. Bisa Adobe Photoshop, Adobe Illustrator, atau Adobe Indesign. Kalau waktu saya sempit dan pampat, saya gunakan PowerPoint. Infografis dalam tulisan ini semuanya saya racik lewat PowerPoint.
Oke? Saya sudahi dulu paparan tentang infografis ini. Moga-moga berguna. Ah, tidak berguna juga tidak apa-apa. Itu hak pembaca. Jadi, mohon maaf atas segala kekurangan dan terima kasih atas segala perhatian.
Salam takzim, Khrisna Pabichara.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H