Bahkan pada tahap pengajuan data pun bukan pekerja sendiri yang mengajukan data diri, melainkan pemberi kerja. Kalaupun selama ini ada pemberi kerja yang mempermainkan data gaji demi tujuan tertentu, misalnya agar setoran iuran jaminan sosial berkurang, pekerja pula yang dirugikan. Mau mendorong dan menjejakkan tangga ke punggung pekerja?
Apakah tujuannya? Menteri Erick Thohir menyatakan bahwa dana bantuan langsung tunai tersebut diberikan agar daya konsumsi pekerja meningkat. Dengan demikian, ekonomi yang tengah layu, letih, lesu, dan lunglai dapat segera tegak lagi.
Masalahnya, uang negara yang dikucurkan untuk menggulirkan program subsidi bagi pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta tidaklah sedikit. Pemerintah mempersiapkan anggaran sebesar Rp31,2 triliun. Tirto.id melansir pernyataan Ketua Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir.
Apakah patut pengelolaan dana sebesar itu dilakukan dengan cara serampangan? Jelas tidak.
Lebih fatal lagi, kesalahan data nanti akan ditanggung oleh pekerja yang boleh jadi tidak bersalah apa-apa. Ibarat bocah pundung yang kelojotan menangis buru-buru dikasih permen. Begitu berhenti menangis, permennya diambil lagi. Jahat!
Andaikan tidak dalam masa paceklik seperti sekarang, mungkin pekerja bisa memulangkan dana itu secepat mereka mengedipkan mata. Sekarang masa-masa perih, Jenderal. Masa ketika mencari uang seratus ribu saja susahnya minta ampun. Tabungan kering, gaji berkurang, biaya hidup bertambah, alhamdulillah dapat durian runtuh. Eh, harus dikembalikan ke kas negara. Durian meninggalkan duri.
Salah satu alasan penyaluran bantuan secara bertahap ialah supaya subsidi tepat sasaran. Menaker menyebutnya, saya kutip dari Media Indonesia (Sabtu, 29/8/2020), karena bertumpu pada prinsip kehati-hatian. Faktanya masih ada data yang salah. Akibatnya subsidi salah sasaran.
Apakah itu salah pekerja? Ah, sudahlah.
Data orang miskin, misalnya, akan susut ketika tidak santer terdengar rencana pemberian bantuan. Giliran tersiar kabar akan ada penyaluran bantuan, jumlah orang miskin mendadak meningkat. Keluarga pejabat pun bisa menerima bantuan, padahal hanya "miskin hati". Itu gambaran Tata Kelola Data 4.0.
Tentu saja kita semua menginginkan agar pemerintah mengelola uang negara dengan baik. Dengan demikian, sudah tepat jika Menaker mengeluarkan Permenaker Nomor 4 Tahun 2020. Akan tetapi, amat arif jika pendataan pekerja ditangani dengan baik.
Rakyat membayar pajak bukan untuk menggaji abdi negara agar rajin melakukan kesalahan. Lebih-lebih lagi, bukan untuk menggaji abdi rakyat agar terus menimpakan kesalahan kepada rakyat.