Pernahkah Anda membayangkan diolok-olok oleh Pemerintah? Ceritanya begini. Anda buruh di sebuah perusahaan dengan gaji Rp5.000.000,00 dan hingga bulan Juni terdaftar sebagai anggota Jamsostek. Anda tidak mengajukan diri, tetapi subsidi gaji masuk ke rekening Anda. Sialnya, Anda mesti kembalikan subsidi itu sekalipun Anda tidak bersalah apa-apa. Sungguh terlalu!
Sekarang coba Anda bayangkan. Anggap saja begini. Anda terharu karena mengira bonus besar dari perusahaan masuk ke rekening. Anda segera membelanjakannya sampai tandas. Anda tidak salah, kok, itu harapan Pemerintah. Â Ternyata uang itu subsidi gaji. Lalu, Menteri Ketenagakerjaan menyuruh Anda agar segera mengembalikan subsidi itu. Olok-olok mana lagi yang hendak Anda dustakan?
Mari kita lihat tiga skenario. Pertama, kembalikan subsidi sekalipun berasal dari uang pinjaman. Anda kiri kanan mencari talangan agar bisa mengembalikan dana kesasar itu ke kas negara. Bagaimanapun, Anda warga negara yang berani penyok demi negara. Ya, Anda jujur di mata negara walau harus menyiksa diri sendiri. Pihak lain yang salah, Anda yang berlumur getah.
Kedua, Anda tidak mampu mengembalikan subsidi gaji itu. Sebenarnya Anda ingin mengembalikan dana yang kadung Anda belanjakan itu, tetapi Anda tidak punya uang lagi. Mau mencari pinjaman pun susah sekali. Akibatnya Anda relakan gaji disunat Rp1,2 juta pada bulan berikutnya. Pihak lain yang keliru, Anda yang mesti tanggung akibatnya.
Ketiga, Anda tampik perintah Menaker. Hal itu Anda lakukan karena Anda yakin tidak bersalah apa-apa. Anda memilih bertarung di meja hijau alih-alih menyiksa diri mencari pinjaman ke sana-sini. Karena pihak lain yang lalai saat validasi data, Anda memilih gelut sekalian.
Ramai bukan buatan!
Tentu saja Menaker tidak keliru. Sekali lagi saya tegaskan, Menaker tidak keliru karena beliau ingin menjaga uang negara. Bantuan langsung tunai memang seyogianya tepat sasaran dan tepat guna. Beliau memang wajib melindungi uang negara supaya jatuh ke genggaman orang yang tepat.
Setakat itu, pekerja yang sama sekali tidak bersalah apa-apa seketika harus menanggung kesalahan pihak lain. Jangan ingat, ada pemberi kerja yang kadang-kadang memanipulasi data agar dana iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan tidak terlalu besar.
Pemberi kerja, entah perusahaan entah perorangan, mengajukan data ke BPJS Ketenagakerjaan. Jutaan data menyerbu kantor BPJS Ketenagakerjaan. Di sanalah data itu dikumpulkan, lalu dipilih data yang memenuhi syarat, selanjutnya disortir lagi, kemudian divalidasi kepada bank penyalur.
Hasil verifikasi dan validasi data itu lantas diteruskan ke Kementerian Ketenagakerjaan. Di situ diverifikasi dan divalidasi lagi. Selanjutnya, data itu diteruskan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang akan menyalurkan subsidi ke bank penyalur. Terakhir, uang subsidi gaji disalurkan dari bank penyalur ke rekening pekerja.
Di manakah letak kesalahan pekerja?Â