Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Pisang Ozy, Kompasianer, dan Paragraf Berisi

11 September 2020   20:57 Diperbarui: 12 September 2020   01:33 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pisang? Ah, gampang! Tinggal otewe ke pasar tradisional, kemudian beli 1-2 sisir pisang yang mengkal, dibungkus, bawa pulang, lalu digoreng."

Begitulah kebiasaan banyak orang ketika kita mau berkisah tentang pisang. Buah lokal yang sejatinya memiliki jantung dan pantang mati sebelum berbuah ini sangat disukai oleh masyarakat di seluruh dunia dengan beragam lapisan umur.

Dua paragraf di atas merupakan paragraf pembuka dalam artikel Bertanam Pisang, Usaha Sampingan yang Menjanjikan dan Mengenyangkan. Artikel itu ditaja oleh rekan Kompasianer Ozy V. Alandika yang enerjik, inspiratif, dan visioner. Artikelnya pun kerap nangkring di kolom Artikel Utama Kompasiana. Seperti biasa, saya membuka kritik dengan menaburkan puja-puji. Setelahnya, menebarkan "ehem". 

Bahasan utama kita masih berkisar pada paragraf pembuka, tetapi kali ini mengulik soal cara menata paragraf yang padu dan berisi. Topik itu sudah kita bahas dalam dua artikel sebelumnya, hanya saja kali ini lebih khusyuk dan fokus. Uraian ringkasnya saya rangkum dalam infografis di bawah ini.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Langsung saja, Sobat. Sekilas tidak ada celah dalam dua paragraf pembuka di atas. Namun, tidak begitu jika kita menyelam lebih dalam dan mengulik kalimat secara mendalam. Setidaknya ada empat lubang gramatikal dan leksikal yang terdapat pada alinea pembuka itu.

Pertama, dua gagasan utama dalam satu paragraf. Pada paragraf kedua terlihat tumpang tindih topik utama. Jika dicermati, kalimat pertama dalam paragraf kedua sejatinya adalah kalimat penjelas yang seharusnya berada pada paragraf pertama.

Jelaslah bahwa Ozy sengaja memindahkan "Begitulah kebiasaan banyak orang ketika kita mau berkisah tentang pisang" ke paragraf kedua. Tampaknya Ozy memiliki alasan khusus. Apa pun alasan Ozy, pemindahan kalimat tersebut menyebabkan timbulnya dua topik utama pada  paragraf kedua. Padahal, paragraf yang padat dan berisi sebaiknya ditumpukan (bukan ditumpukkan) pada satu kalimat utama saja.

Kata sebaiknya berarti ada peluang tidak diikuti. Benar. Paragraf memang boleh saja disesaki oleh dua kalimat utama dengan catatan jalinan kalimat padu, tegas, dan tandas.

Andai Ozy mau bersabar dengan meletakkan satu kalimat penjelas langsung pada paragraf kedua maka celah gramatikal tidak akan menganga. Apalagi paragraf kedua masih terkait dengan paragraf pertama.

Kalimat "Begitulah kebiasaan banyak orang ketika kita mau berkisah tentang pisang" secara gamblang menjelaskan paragraf pembuka, yakni "sikap orang-orang apabila ditanya atau diberi tahu soal pisang". Jika kalimat itu dikembalikan ke paragraf di atasnya, tidak terdapat lagi dua kalimat utama pada paragraf kedua. Sepele? Ya, tetapi keutuhan paragraf menjadi lebih terjaga.

Kedua, pemborosan kata. Klausa yang mengawali kalimat kedua dalam paragraf kedua ialah "buah lokal yang sejatinya memiliki jantung". Ada enam kata yang dipilih Ozy untuk menegaskan pisang. Enam kata itu sebenarnya bisa diperpendek, kecuali memang Ozy sengaja memanjang-manjangkan penjelasan tentang pisang.

Kata "sejatinya" boleh dikata tidak memiliki fungsi gramatikal khusus. Artinya, dibuang pun tidak akan memengaruhi konstruksi makna klausa atau kalimat. Kita buktikan dalam "buah lokal yang memiliki jantung". Jelas tidak ada cacat gramatikal pada klausa tersebut.

Ketiga, keliru menggunakan markah penegas "ini". Sebenarnya hal itu tergolong kecelakaan gramatikal ringan. Tiada berbeda dengan sakit pada tengkuk, lalu kita seenak udel menyalahkan bantal. Artinya, jika diteruskan akan menjadi kebiasaan yang dikaprahkan.

Kata ini, begini, dan beginilah digunakan sebagai 'pemarkah pernyataan yang akan dituturkan'. Posisinya 'sebelum pernyataan diuraikan'. Perhatikan contoh berikut ini. Kemudian, uraian penjelas dibabar. Begini, Saudara. Selanjutnya, kita bentangkan pernyataan. Beginilah jadinya kalau cinta bertepuk sebelah tangan. Barulah dibabarkan pernyataan kita.

Pada paragraf yang tengah kita ulik, Ozy menulis seperti ini: ... dan pantang mati sebelum berbuah ini. Pemarkah "ini" digunakan untuk sesuatu yang telah diterangkan, bukan demi sesuatu yang akan dijelaskan. Dalam kondisi "telah dijelaskan", pemarkah yang tepat adalah "itu".

Uraian lebih lengkap tentang perbedaan penggunaan ini dan itu dapat teman-teman baca dalam artikel Rindu dan Cemburu Itu Sama-sama Cinta.

Keempat, ketaksaan makna. Salah satu hal yang harus kita sadari dalam menata kalimat adalah posisi menentukan makna. Apabila kita tidak berhati-hati meletakkan kata, frasa, dan klausa dalam kalimat maka hal itu dapat menyebabkan ketaksaan atau ambiguitas.

Mari kita sigi pernyataan Ozy pada "sangat disukai oleh masyarakat di seluruh dunia dengan beragam lapisan umur". Jika tidak kita amati dengan saksama, jelas tidak ada celah gramatikal pada klausa itu. Beda perkara kalau kita ulik dengan cermat.

Perhatikan letak "dengan beragam lapisan umur" yang posisinya di belakang atau mengikuti "di seluruh dunia". Padahal, posisi yang tepat adalah di belakang "disukai oleh masyarakat". Kenapa? Karena yang memiliki "lapisan umur" adalah "masyarakat", bukan "dunia". Sepele, kan?

Berdasarkan uraian yang sudah "panjang kali lebar kali tinggi di atas" dapat kita simpulkan bahwa receh belum tentu bisa kita recehkan. Dua paragraf pembuka Ozy sudah membuktikannya. Sekilas tampak paragraf anggitannya sudah berisi, serta memenuhi unsur kepaduan dan ketedasan, padahal tetap saja ada celah yang mesti ditambal.

Saya sodorkan satu alternatif perbaikan, sisanya tinggal teman-teman ulik melalui berbagai potensi kemungkinan pengembangan paragraf.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Sekali lagi, saya sengaja menyajikan satu alternatif perbaikan saja. Sisanya saya serahkan kepada rekan-rekan Kompasianer. Belajar mengulik kalimat dalam satu paragraf dapat mengasah kecerdasan gramatikal dan leksikal kita. Itu jelas bukan pekerjaan yang sia-sia.

O ya, keterampilan menata paragraf sangat dibutuhkan oleh penulis. Jika seorang penulis khatam dalam menata paragraf maka tulisannya niscaya ajek, renyah, dan gurih. Hal itu disebabkan oleh posisi vital paragraf dalam karangan, yakni sebagai miniatur tulisan.  

Selain itu, arti satu kata dapat mengubah makna satu kalimat. Silakan sigi perbedaan antara "Saya mencintaimu karena saya sakit hati" dan "saya mencintaimu sehingga saya sakit hati".

Kalimat pertama mengudar penyebab jatuh cinta, sedangkan kalimat kedua mengulas akibat jatuh cinta. Kalimat pertama bertolak dari konjungtor karena, sedangkan kalimat kedua bertumpu pada konjungtor sehingga.

Bagaimana dengan judul artikel ini yang menggunakan gabungan kata "pisang Ozy"? Jangan salah duga, Kawan. Pisang yang saya maksud adalah pisang dalam artikel Ozy. Begitu saja.

Kandang Rindu, 11 September 2020
Khrisna Pabichara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun