Sepi merambat di betis, memanjat perut, memasuki tubuh, dan akhirnya memberati kepalaku. Kidung Halo, dilantunkan oleh Beyonce, rupanya tidak cukup kuat untuk menarik Sepi keluar benakku. Aku pindah ke alun suara Lewis Capaldi. Sama saja. Someone You Loved justru makin mengukuhkan kuasa Sepi.
Saya menggunakan jenis paragraf narasi untuk membuka artikel ini. Bukan untuk gaya-gayaan atau pamer diri bahwa saya sedang diremuk-redamkan oleh sepi. Bukan. Kali ini saya ingin bercerita soal paragraf pembuka kepada teman-teman Kompasianer. Semacam menyelam sambil minum air. Begitu saya membuka artikel maka pembaca langsung saya suguhi contoh paragraf pembuka.
Bukan apa-apa. Semenjak keluar dari gua tapa, turun gunung, dan mudik ke Kompasiana, saya sering meluangkan waktu untuk membaca tulisan teman-teman. Sebagai pembaca selektif, dulu saya mudah sekali meninggalkan apa yang sedang saya baca apabila alinea pembukanya jelek. Sekarang tidak lagi. Saya bertahan dan bersetia pada apa yang tengah saya baca.
Nah, kita langsung mulai saja dari pengertian paragraf. Kawan Kompasianer, paragraf ialah kumpulan kalimat yang disusun secara rapi, runut, rentet, dan saling berangkai untuk mengurai gagasan dalam tulisan. Dengan kata lain, paragraf adalah alat untuk memudahkan penulis dalam menyampaikan gagasannya.
Guna memudahkan kalian, silakan simak sejenak infografis berikut.
Apa hubungan antara paragraf pembuka dengan infografis di atas? Inilah yang akan saya uraikan. Kita mesti mengerahkan akal budi dan mencurahkan daya pikir agar paragraf pembuka tertata dengan baik. Empat unsur dalam infografis di atas harus terpenuhi jika kita mengangankan dan menginginkan paragraf pembuka yang efektif.
Sekarang kita tiba pada gelitikan selanjutnya. Apa hubungan antara paparan panjang lebar di atas dengan Kompasianer? Sabar, ya. Kali ini teman-teman akan menikmati sajian spesial. Saya akan menguliti cara Kompasianer menata paragraf pembuka. Jangan menguliti, ah. Kesannya terlalu sadis. Kita pakai istilah membesek saja.Â
Baiklah. Kita mulai dari artikel Fery W tentang Puan Maharani. Silakan teman-teman amati kalimat demi kalimat dalam paragraf pembuka di bawah ini.
Fery seperti pelari jarak pendek yang pontang-panting dan berlompatan sesuka hati. Bukan pelari amatir, apalagi pelari profesinal. Bukan. Fery, dalam contoh paragraf di atas, persis pelari dadakan yang sekonyong-konyong melaju karena seekor anjing membuntuti ke mana pun ia berlari.
Simak kalimat pertama. Pernyataaan Puan Maharani, rupanya berdampak panjang. Di sini letak kenapa saya sebut Fery jumpalitan bak dikejar angsa. Eh, anjing. Sebenarnya kalimat itu masih satu kalimat yang dipecah menjadi dua oleh Fery tanpa tujuan yang jelas dan berarti.