Agak susah juga karena selama ini kita tidak menganggap bahasa dan kebahasaan sebagai sesuatu yang patut diperhatikan. Pembelajaran bahasa Indonesia begitu-begitu saja. Metode dan materi tidak berkembang, sementara zaman terus bertumbuh.
Cobalah sesekali berkunjung ke warnet. Pura-pura saja mengetik atau meramban data. Perhatikan dengan saksama anak-anak atau remaja yang sedang bermain. Anjing dan seluruh keluarganya akan keluar dari persembunyian. Begok dan familinya berhamburan. Kontol dan kerabatnya bermunculan.
Apakah saya sedang menggunakan bahasa yang kasar? Ya. Itu betul. Akan tetapi, saya sekadar ingin menunjukkan fakta. Saya tidak sedang mengata-ngatai siapa pun. Saya juga tidak sedang mengumpat siapa pun. Dengan kata lain, saya mencoba mengajak semua pihak untuk melihat dari sudut pandang berbeda. Jangan sampai kita ngotot berkutat pada kata anjay, sementara perisakan terus berjalan.
Pada hakikatnya kata anjay justru muncul karena kebiasaan manusia menghaluskan kata-kata yang berkonotasi kasar. Istilahnya, eufemisme. Sementara itu, kita juga mengenal kebiasaan mengasarkan kata-kata yang berkonotasi halus agar permintaan, pelarangan, atau perintah lekas dituruti. Istilahnya, disfemisme.Â
Anjay adalah ranting dari dahan bernama anjir, sedangkan anjir sebatas dahan dari pohon bernama anjing. Jika anjay dilarang, anjir dan anjing juga mesti dilarang. Anjay dan anjir terhitung ragam cakapan. Belum terekam juga ke dalam KBBI. Selain anjay, ada puluhan kata yang berkaitan dengan anjing.
Cakupan merusak mental dan moral anak bangsa malah jauh lebih luas. Profesi saja bisa jadi bahan olok-olok bagi perundung. Contoh kasus, beberapa waktu lalu ada pendengung yang menganjurkan agar petani beralih profesi agar sejahtera. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa saja cukup potensial untuk memojokkan dan mengurung para guru agar berbakti saja tanpa memedulikan gaji.
Sia-sia kita tebang pohon kata bernama anjing itu selama mental merisak, mengumpat, dan mencaci masih menjadi bagian kental dari mental busuk kita. Sekalipun anjay dilarang, kata-kata lain akan lahir dari bibir para perisak, pengumpat, atau pencaci. Coba simak contoh penutup di bawah ini.
Wahai jomlo, keluarlah dari sarang luka kalian.Â
Kata jomlo juga punya kans merisak. Anjay!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H