Arif Rahman Hakim. Lahir 24 Februari 1943, wafat 24 Februari 1966. Dia seorang pejuang. Jaket kuningnya berlumur darah. Ia mati diterjang peluru tirani. Penembaknya entah di mana dan siapa. Hilang rimba. Pada sebuah jalan di Depok, saya terkenang seseorang. Ia mahasiswa Fakultas Kedokteran UI. Arif Rahman Hakim namanya.
Arif Rahman Hakim. Banyak warga Depok yang melintas di atas jalan layang, tetapi tidak semuanya tahu bahwa jalan itu bernama Jalan Arif Rahman Hakim. Dari sekian banyak yang tahu nama jalannya, mungkin tidak semuanya tahu bahwa Arif Rahman Hakim adalah martir Angkatan 1966 yang wafat saat memperjuangkan Tritura.
Nama aktivis KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) itu memang diabadikan sebagai nama jalan. Ruas jalannya tidak seberapa panjang, tetapi rentang sejarah mahasiswa Fakultas Kedokteran UI tak sependek ruas jalan itu. Jaket kuning bernoda darah kering miliknya malah sempat menjadi simbol perlawanan mahasiswa.
Pada satu ketika serombongan anggota KAMI hendak merangsek ke dalam Istana Negara. Niat mereka ingin menukar bendera Merah Putih dengan jaket kuning Arif Rahman Hakim. Pasukan Tjakra terpaksa memuntahkan peluru ke udara.
Mahasiswa memang punya riwayat panjang atas perjalanan bangsa ini. Hampir setiap zaman dan orde di Indonesia diwarnai oleh mahasiswa. Dari zaman kolonial hingga zaman milenial. Angkatan 1908. Angkatan 1928. Angkatan 1945. Angkatan 1966. Angkatan 1998.
Semua penamaan gerakan itu menggunakan label Angkatan. Merek yang tidak biasa. Angkatan berarti ada sesuatu yang diangkat, ada sesuatu yang bisa diangkat, dan ada sesuatu yang selesai diangkat. Apa yang diangkat itu? Setiap zaman pasti punya masalah, setiap generasi pasti punya problema.
Angkatan 1908 mengangkat harga diri Nusantara. Mereka mengangkat "cinta pertiwi" yang tertidur lelap di pangkuan kolonial. Angkatan 1928 mengangkat harga persatuan. Mereka mengangkat "gairah bersatu". Angkatan 1945 mengangkat harga kebebasan. Mereka mengangkat senjata demi "ibu pertiwi".
Angkatan 1966? Masih mahasiswa. Setelah melewati jurang perbedaan pendapat, setelah menghadapi samudra pertukaran argumen, akhirnya organisasi mahasiswa bersepakat mengusung KAMI. Ya, kami. Bukan kamu atau Anda. Bukan sendirian atau perorangan. Ini gerakan bersama. Mahasiswa bergerak bersama.
Tuntutan mereka tidak banyak. Hanya tiga. Itu pun singkat dan padat. Tuntutan mereka benar-benar diperas dari perasaan yang pilu. Tuntutan mereka tidak sekadar dramatisasi nama rakyat, tetapi memang lahir dari lubuk hati rakyat yang sekarat dilanda nestapa. Harga beras melambung. Harga bensin melangit. Harga gula tidak terjangkau. Semuanya.
Tidak heran jika kelahiran KAMI segera disusul dengan kelahiran kesatuan aksi yang lain. Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI). Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI). Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI). Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI). Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI). Semua bersatu, semua menyatu.
5 Juli 1959. Presiden Sukarno memaklumatkan Dekrit Presiden. Dari sana Demokrasi Terpimpin bermula. 17 Agustus 1959. Presiden Sukarno menyampaikan pidato USDEK, yakni U (UUD 1945); S (Sosialisme Indonesia); D (Demokrasi Terpimpin); dan K (Kepribadian Indonesia). Mahasiswa mulai bergolak. 21 Februari 1966. Presiden Sukarno merombak kabinet, tetapi mahasiswa tidak puas.