Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rekor Ridho Kusuma: Sekali Mengamen Dapat 12 Juta Rupiah

4 Juli 2020   11:34 Diperbarui: 5 Juli 2020   03:15 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ridho Kusuma dkk sedang beraksi di depan kamera. (Foto: IMJ/Ceper Stone)

Setelah bergabung dengan IMJ, saya dan teman-teman pernah mendapat sepuluh juta dalam sekali ngamen. Itu luar biasa. Mustahil terjadi seandainya saya masih mengamen di jalan. ~ Ridho Kusuma, talen Institut Musik Jalanan (IMJ)

Matahari di atas Kota Depok sangat terik ketika saya tiba di markas Institut Musik Jalanan (IMJ) yang baru. Kantor dua lantai sedang dipenuhi musisi jalanan. Sebagian di antaranya penyandang tunanetra. Obrolan santai yang ditingkahi gelak tawa segera menyambut saya.

Ridho Kusuma namanya. Ia seorang difabel bersuara merdu. Penyandang tunanetra. Murah senyum. Penuh rasa percaya diri. Dan, sangat ramah. Seluruh pertanyaan saya ia jawab dengan lancar dan ringkas. Kadang ditingkahi tawa yang renyah.

Obrolan kami bermula dari awal mula Ridho turun ke jalan untuk mengamen. Akibat ketidaktersediaan ruang berekspresi bagi musisi jalanan, akhirnya ia mengamen di jalanan. Dari satu perempatan ke perempatan lain. Dari warung ke warung. Dari rumah ke rumah. Sesekali menangguk banyak uang, sesekali tanpa menerima duit sepeser pun.

Suatu ketika, saat mengamen, ia terjatuh ke dalam kali di samping kampus Universites Gunadarma di dekat Stasiun Pondok Cina Depok. Untung air kali sedang surut. Untung pula beberapa mahasiswa menarik tangannya. Kalau tidak, boleh jadi ia seharian di dalam kali.

Sebenarnya Ridho tidak buta sejak lahir. "Sepertinya pengaruh air kali di Tanjung Priok yang hitam pekat karena limbah dan sampah," tuturnya ketika saya tanya penyebab kebutaannya.

"Saat itu saya masih remaja. Mula-mula pandangan saya mengabur, lambat laun seperti ada tirai hitam, lalu gelap sama sekali."

Meskipun kehilangan kemampuan penglihatan, Ridho tidak menangisi nasibnya. Kecintaan pada musik dan anugerah suara merdu mengantarnya ke jalanan untuk mengais rezeki. Ia tidak mau menyandarkan beban hidupnya kepada orang lain. Ia tidak ingin merepotkan siapa pun, termasuk keluarganya sendiri.

Berkenalan dengan Institut Musik Jalanan

Ridho bukan satu-satunya difabel penyandang tunanetra yang bergabung dengan IMJ. "Ada kira-kira tiga puluh orang tunanetra lainnya di IMJ," papar Andi Malewa, pendiri IMJ yang kenyang asam garam hidup di jalanan.

Salah satu tujuan pendirian IMJ adalah membuka akses seluas-luasnya bagi para musisi jalanan. Banyak musisi jalanan yang mempunyai kemampuan bermusik di atas rata-rata, hanya saja mereka tidak mendapat ruang yang tepat untuk berekspresi.

Sekarang tidak lagi. Pengamen yang bergabung dengan IMJ sudah makin maju. Bagi musisi jalanan, seperti Ridho, mengamen di ruangan berpendingin atau tampil di televisi adalah karunia luar biasa.

Dua tahun lalu Ridho tiba di Kedai Ekspresi, markas lama IMJ di Depok. Setelah bergabung dengan IMJ, Ridho tidak lagi tampil sendirian. Ia bergabung dalam satu grup band. Koste Band namanya.

Di IMJ pula ia belajar banyak tentang bermusik, etika tampil di panggung, dan cara bersikap. Pengajarnya pun tidak tanggung-tanggung, dari musisi papan atas hingga praktisi hak kekayaan intelektual.

Penyuka batagor itu kini tidak bermusik di jalanan lagi. Ia naik kelas. Panggungnya pindah dari warung ke mal, dari perempatan ke stasiun MRT, dari pintu pagar ke ruang publik. Dari lorong kursi di bus ke ruang publik.

Tidak mudah bagi penyandang tunanetra mengamen di jalan. Rentan bahaya. Jatuh ke kali hanya satu "kisah sedih" di antara sekian banyak situasi rawan yang pernah ia alami.

Ridho Kusuma dkk, talenta IMJ, pemegang rekor sekali mengamen dapat 12 juta rupiah. (Foto: IMJ/Ceper Stone)
Ridho Kusuma dkk, talenta IMJ, pemegang rekor sekali mengamen dapat 12 juta rupiah. (Foto: IMJ/Ceper Stone)
Pengamen Naik Kelas

Nasib Ridho perlahan berubah. Dari meraup puluhan ribu menjadi puluhan juta. Dalam sekali manggung di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan, ia bersama Koste Band berhasil meraup saweran sebanyak Rp10.000.000,00. 

Itu rekor baru. Rekor itu hanya bertahan sehari. Keesokan harinya Ridho dkk meraup Rp12.000.000,00. Itu rekor fantastis. Sudahlah tempat mengamennya nyaman, dapat banyak uang pula.

"Kami ingin penampilan kami dinikmati. Bukan sekadar tampil dan dikasih uang," ujar Ridho dengan nada tegas. "Setelah bergabung dengan IMJ, saya dan teman-teman pernah mendapat sepuluh juta dalam sekali ngamen. Itu luar biasa. Mustahil terjadi seandainya saya masih mengamen di jalan."

Pernah suatu ketika tatkala tampil pada Hari Bebas Berkendara (CFD) di kawasan Sudirman, pada Ramadan tahun lalu, seorang penonton bergegas memeluk Ridho, menangis sesunggukan, dan mengatakan "terima kasih" dengan suara tersendat-sendat. Hanya dua kata, tetapi peristiwa itu melekat sangat kuat di benak Ridho.

Ayah dua orang anak itu kini sudah kenyang tampil di ruang publik. Mal Taman Mini, Cibubur Junction, Kalibata City Mall, Depok Town Square, M Bloc Space, dan Pesona Square sudah ia rambah. Stasiun televisi pun telah ia jabani. Termasuk menghibur peserta riung keluarga (family gathering) perusahaan BUMN.

Leo Tanjung, salah seorang pendamping talen di IMJ, adalah saksi kegigihan Ridho dan kawan-kawan. "Mereka gigih. Tidak mudah menyerah. Kami bersyukur karena negara dan pengusaha kian rajin memberi ruang bagi musisi jalanan. Tanpa diskriminasi, termasuk bagi teman-teman difabel."

Ruang Ekspresi bagi Kaum Difabel

Apa yang kini dicapai oleh Ridho, juga difabel lain di IMJ, bukanlah serangkai perjalanan yang mudah. Jalan yang ditempuh sangat berliku dan sangat berduri. Selain musisi jalanan penyandang tunanetra, IMJ juga merangkul musisi jalanan pada umumnya agar mendapat tempat untuk berekspresi.

Andi Malewa dan kolega di IMJ terus berupaya merintis jalan agar musisi jalanan "naik kelas". Sekadar contoh, sejak Juni 2019 lalu IMJ berkolaborasi dengan GoPay.

Para musisi jalanan binaan IMJ bisa mendapatkan kode QR dari GoPay. Pada perayaan Hari Kemerdekaan ke-74 tahun lalu, 57 musisi jalanan tampil di 15 titik GoFood Festival di sekitar Jabodetabek.

Seorang pengunjung GoFood Festival memberikan apresiasi kepada Koste Band, musisi jalanan binaan Institut Musik Jalanan (IMJ) menggunakan GoPay di area Gelora Bung Karno Jakarta [Sabtu, 17/8/2019]. (Foto: Tribunnews/Irwan Rismawan)
Seorang pengunjung GoFood Festival memberikan apresiasi kepada Koste Band, musisi jalanan binaan Institut Musik Jalanan (IMJ) menggunakan GoPay di area Gelora Bung Karno Jakarta [Sabtu, 17/8/2019]. (Foto: Tribunnews/Irwan Rismawan)
Kerja keras penggawa IMJ tentu saja menjadi berkah bagi Ridho. Selain mampu membiayai keluarga, ia bisa menabung demi kesejahteraan anak dan istrinya. Nur Aini, istrinya, semakin bangga dan bahagia karena ia bisa membeli sepetak sawah dari hasil mengamen.

Upaya IMJ dalam memperjuangkan nasib musisi jalanan patut diapresiasi setinggi-tingginya. Mereka berhasil mewujudkan isi Konvensi Mengenai Hak-Hak bagi Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities).

Konvensi multilateral tersebut mewajibkan seluruh negara peratifikasi untuk melindungi hak dan martabat para difabel, mempromosikan dan menjamin pemenuhan hak-hak mereka, serta memastikan bahwa mereka setara dengan manusia lainnya.

Indonesia sendiri turut menandatangani konvensi multilateral tersebut pada 30 Maret 2007 di New York. Bahkan diperkuat dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas).

Ridho Kusuma, musisi jalanan penyandang tunanetra, kini bisa berkarya di ruang publik dengan aman dan nyaman. [kp]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun