Bersih-bersih di BUMN. Itulah istilah yang kerap digunakan media massa untuk menggambarkan kiprah Erick Thohir dalam membenahi BUMN.Â
Sekalipun bersih-bersih yang dilakukan masih bersifat kasuistik, gebrakan Pak Erick kontan memicu harapan baru. Apalagi saat Basuki Tjahaja Purnama diangkat sebagai Komisaris Utama di Pertamina.
Apakah pengangkatan Ahok sudah cukup? Ternyata belum. Belakangan santer tersiar kabar tentang perlunya Ahok ditemani pasangan duet yang tidak kalah tangkas dan lugas untuk menakhodai Pertamina. Laguh-lagah atau hiruk pikuk itu makin riuh ketika banyak pihak ikut urun saran.
Mukhtar Tompo, Anggota Komisi VII DPR RI 2014-2019, menyatakan bahwa duet Ahok-Jonan akan mempercepat perbaikan di tubuh Pertamina. "Jika Pak Jokowi menginginkan perbaikan menyeluruh di Pertamina, Jonan adalah figur yang tepat," tutur politikus asal Makassar yang pernah bersitegang atau berseteru dengan Direktur Freeport Indonesia.
Selaku mantan mitra kerja Pak Jonan semasa bertugas di Kubah Kura-Kura Senayan, Mukhtar angkat jempol terhadap sepak terjang, kinerja, dan integritas Pak Jonan. Bukan hanya dalam hal akuisisi saham dan penerapan satu harga BBM, melainkan juga dalam aksi memoles wajah pedalaman di Indonesia agar gilang-gemilang oleh cahaya listrik.
Ternyata dukungan bagi Jonan untuk berduet dengan Ahok di Pertamina bukan cuma datang dari kalangan politisi. Fahmy Radhy, pengamat ekonomi-energi dari Universitas Gadjah Mada, berujar bahwa penunjukan Jonan selaku Direktur Utama Pertamina, jika itu benar terjadi, adalah langkah yang sangat tepat. Demikian dilansir oleh Vivanews. Â
Mekipun demikian, ada satu hambatan psikologis yang dapat mengusik terciptanya duet maut antara Ahok dan Jonan. Hambatan psikologis itu adalah kursi yang sebelummya diduduki oleh Pak Jonan. Apakah mantan menteri bersedia turun level mengurusi perusahaan milik negara? Gengsi. Itulah inti hambatannya.
Pertanyaan menggelitik itu dijawab dengan tangkas oleh Mukhtar Tompo. Politikus muda yang karismatik tersebut berkata, "Saya yakin, atas nama kepentingan dan kedaulatan bangsa, Pak Jonan pasti membuang jauh-jauh pikiran soal gengsi."
Amatan Fahmy dan harapan Mukhtar hanyalah letup-letup di tengah nyala harapan perbaikan di tubuh Pertamina. Setelah sepak terjang Pak Erick membenahi benang kusut manajemen di Garuda Indonesia, harapan serupa kini menjamur agar terjadi pula di Pertamina.Â
Mafia migas yang seperti klandestin, bahaya laten yang tampaknya tiada padahal geliatnya ada, harus segera disiangi dan diberantas hingga ke akar-akarnya.
Bagaimanapun, ada batasan kewenangan seorang Komisaris Utama. Regulasi yang ada sekarang membatasi ruang gerak Ahok. Itu sebabnya dibutuhkan kehadiran Direktur Utama selaku partner Ahok dalam mengambil keputusan teknis.Â
Partner setara dan setanding itu mestilah figur yang sarat pengalaman dan prestasi, lurus dan lugas, serta tidak takut mengambil keputusan. Keseluruhan sarat tersebut ada dalam sosok Ignasius Jonan.
Bagaimana syarat materiil untuk menjabat Direksi BUMN? Kita dapat bertumpu pada Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Seseorang dapat diangkat sebagai direksi berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, serta dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan Persero.
Sementara itu, Peraturan Menteri BUMN No. PER-03/MBU/02/2015 juga mengatur soal pengangkatan dan pemberhentian Direksi BUMN. Syarat untuk diangkat menjadi Direksi BUMN dalam peraturan tersebut sama saja dengan UU BUMN, yakni keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, dan dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan perusahaan.
Menilik amanat UU BUMN dan Permen BUMN tersebut, Jonas jelas layak diduetkan dengan Ahok. Dalam perkara integritas, Jonan sudah selesai dengan dirinya sendiri. Setali tiga uang dengan Ahok, Jonan sekarang hanya memikirkan pengabdian. Sejalan pula dengan prinsip yang kini dipegang oleh Pak Jokowi, yakni "tidak takut apa-apa lagi".
Terkait keahlian manajerial, kapasitas Jonan tidak perlu disangsikan. Sewaktu memimpin PT Kereta Api Indonesia, Jonan berhasil membawa perusahaan negara itu "melesat lebih laju". Semasa memegang kendali di Kementerian ESDM, beliau sukses mengawal angan-angan Pak Jokowi untuk mewujudkan BBM Satu Harga di seantero Nusantara.
Perkara kepemimpinan, Jonan termasuk figur yang disenangi dan disegani banyak kalangan. Ini modal besar dalam menggenjot Pertamina agar lebih berdaya guna bagi negara. Kemampuan diplomasi Jonan pun tidak meragukan. Akuisisi 51% saham Freeport Indonesia merupakan salah satu bukti konkret kepiawaian beliau dalam bernegosiasi.
Berkaca pada rekam jejak di atas, laguh-lagah soal kemungkinan Jonan menjadi Dirut Pertamina bukanlah hal mustahil. "Apabila Pak Jokowi sungguh-sungguh serius membenahi Pertamina, menyelamatkan aset bangsa, dan menjaga kedaulatan bangsa maka Pak Jonan jawabannya," papar Mukhtar kepada penulis (Kamis, 19/12/2019).
Bolanya sekarang berada di tangan Pak Jokowi dan Pak Erick. Tanggung bersih-bersih, sekalian pilih sosok yang mumpuni. Kepalang basah, sekalian mandi. [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H