Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Gaduh Harta Jokowi Menjelang Sidang MK

14 Juni 2019   07:00 Diperbarui: 19 Juni 2019   01:07 3603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua pasangan sedang bercengkerama sewaktu pencabutan nomor undian | Foto: Kompas.com/Kristanto Purnomo 

Hiruk-pikuk politik bagai badai yang lupa reda. Sehari sebelum Mahkamah Konstitusi (MK) bersidang, Tim Kuasa Hukum (TKH) Prabowo-Sandi kembali menabuh gaduh. Setelah menyasar jabatan Kiai Ma'ruf Amin, kemarin TKH menyosor harta Pak Jokowi.

Bambang Widjojanto, Ketua TKH Prabowo-Sandi, menemukan kejanggalan dalam Laporan Sumbangan Dana Kampanye (LSDK) per 25 April 2019. Dilansir Kompas.com, kejanggalan versi TKH Prabowo-Sandi ada pada sumbangan pribadi Pak Jokowi dalam bentuk uang sebesar Rp19.508.272.030,00.

Padahal berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) Pak Jokowi, yang diumumkan KPU pada 12 April 2019, jumlah kas dan setara kas yang dimiliki mantan Walikota Solo itu hanya Rp6.109.234.704,00. Dengan demikian, ada selisih sebanyak Rp13.399.037.326,00.

Bagi TKH Prabowo-Sandi, di situlah letak janggalnya. Hanya dalam rentang 13 hari ternyata harta Pak Jokowi bertambah hingga Rp13.399.037.326,00. Dari mana asal-muasal uang sebanyak itu? Kira-kira begitulah prasangka yang tumbuh subur di kepala TKH Prabowo-Sandi.

Selintas temuan kejanggalan tersebut tampak masuk akal. Namun, temuan itu justru berasa janggal apabila diselisik lebih mendalam. Tidak percaya? Mari kita singkap pelan-pelan.

Pertama, kurang dalam menyelami data. TKH Prabowo-Sandi mengacu pada tanggal pengumuman LHKPN, yakni 12 April 2019. Padahal, tanggal akhir jumlah harta kekayaan mantan Gubernur DKI Jakarta yang diumumkan KPU adalah per 31 Desember 2018. Data mestinya ditekuri baik-baik, bukan sekadar dibaca.

Kedua, kurang lama menyelami data. Jika purbasangka selisih harta kekayaan yang dijadikan asumsi kejanggalan, berarti TKH Prabowo-Sandi kurang jeli membaca data. Memang harta kas dan setara kas hanya sebegitu, tetapi di dalam LHKPN yang sama termaktub harta kekayaan berupa tanah dan bangunan senilai Rp43.888.588.000,00. Belum lagi harta lainnya.

Ketiga, kurang telaten menyelami data. Fakta bahwa ada harta kekayaan lain yang dimiliki Pak Jokowi ternyata luput dari bacaan TKH Prabowo-Sandi. Pertanyaan mendasar yang kurang tergali, untuk apa Pak Jokowi mengeluarkan dana kampanye sebesar itu setelah masa kampanye selesai? Mungkin TKH Prabowo-Sandi lupa petuah Cak Lontong: mikir.

Atas dasar ketiga hal tersebut, terlihat adanya kecurigaan yang berlebihan dari kubu Prabowo. Seperti sengaja mencari-cari kesalahan kubu Jokowi. Akhirnya, ketakcermatan menghasilkan kekeliruan. Akibatnya, ketakbecusan melahirkan kesalahan. 

Alih-alih menyuguhkan "fakta wow" baru yang sebelumnya gencar disuarakan, TKH Prabowo-Sandi malah terlihat pamer kesembronoan. Kesembronoan itu bisa-bisa menjadi bumerang atau senjata makan tuan. Mengapa demikian? Mari kita tilik satu per satu.

Pertama, menyerang Pak Prabowo. Jika asumsi selisih harta yang kita gunakan, berarti TKH Prabowo-Sandi sedang mengarahkan "pistol ke jidat Pak Prabowo". Harta kekayaan Pak Prabowo berupa kas dan setara kas hanya Rp 1.840.736.659,00. Namun, dinukil Tirto, beliau menyumbang dana kampanye hingga Rp71.400.000.000,00.

Kedua, mempermalukan Pak Prabowo. Dengan asumsi tanggal pelaporan dana kampanye yang sama, 25 April 2019, kejanggalan serupa dapat ditodongkan kepada Pak Prabowo. Ada selisih sebanyak Rp69,5 miliar. Dari mana uang sebanyak itu dalam rentang 13 hari? Memang harta Pak Jokowi "jauh panggang dari api" jika dibandingkan dengan harta Pak Prabowo, tetap saja tudingan TKH Prabowo-Sandi ibarat "menampol majikan sendiri".

Ketiga, membahayakan Pak Prabowo. Apabila kejanggalan tersebut yang dijadikan acuan gugatan agar Pak Jokowi didiskualifikasi, hal serupa bisa juga ditujukan kepada Pak Prabowo. Tentu saja kalau tanggal pengumuman LHKPN dan tanggal penyerahan LSDK yang menjadi patokan. Jelas ini bagai "menggali kubur untuk diri sendiri".

Meskipun demikian, dapat dimaklumi kalau TKH Prabowo-Sandi sangat gencar memberondongkan peluru. Pak BW dan kolega di TKH tengah membangun narasi seakan-akan merekalah yang paling benar. Mereka sedang membingkai asumsi publik supaya MK dianggap tidak adil apabila gugatan mereka ditolak.

Rentetan narasi panjang tentang kecurangan semua lembaga negara sudah digaungkan sejak awal, jauh sebelum sidang MK atas gugatan TKH Prabowo-Sandi yang baru akan dimulai hari ini. Dampaknya, pihak KPU selaku tergugat dan TKN Jokowi-Ma'ruf selaku pihak terkait sudah punya amunisi. Ibarat sedia payung sebelum hujan. Mau tidak mau, TKH Prabowo-Sandi harus lebih tangguh. Bukan sekadar unjuk gigi, melainkan sekaligus unjuk gigih. 

Kenyataannya, Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi turut meramaikan tepukan gendang. Beliau ikut berkicau di Twitter tentang harta kekayaan dadakan yang disetor Pak Jokowi sebagai dana kampanye. Sayang sekali, beliau langsung menghapus cuitannya.

Sekalipun cuitan itu dihapus, juru sorak dan pendukung Prabowo-Sandi sudah kadung menari. Sambar-menyambar caci langsung terjadi. Itulah alasan mengapa saya sebut temuan kejanggalan harta Pak Jokowi sebatas hajat bikin gaduh. Berani karena benar, takut karena salah. Kalau merasa benar, tidak perlu kicauan dihapus. Begitu logika sederhananya.

Selain itu, riskan sekali apabila TKH Prabowo-Sandi terus mengumbar peluru. Semua "fakta wow" yang dimiliki dihamburkan ke publik sebelum sidang. Memang sorak-sorai pendukung dapat menambah semangat, seperti nyanyian suporter pada pertandingan sepak bola, tetapi terlalu gencar "menembak sebelum perang" justru bisa menghabiskan peluru.

Tidak bisakah TKH Prabowo-Sandi menghemat amunisi? Bahkan pelatih sepak bola tidak akan mengumbar strategi racikannya hingga pertandingan dimulai. Jika semata gaduh yang diburu, Pak Prabowo bisa keki. Beliau ingin menang, bukan cari gaduh. Seluruh kegaduhan yang timbul malah tidak berguna kalau gugatan ditolak. Artinya, nirfaedah.

Bukankah lebih arif andaikan seluruh "fakta wow" itu diungkapkan pada saat sidang? Dengan demikian, pihak tergugat dan terkait mendapat "serangan mendadak" yang berpotensi mengejutkan. Beda perkara apabila semua pelor yang ditembakkan hanya sebatas pengalihan konsentrasi. Ibarat menyerang kaki kendatipun kepala sasaran utamanya.

Di samping itu, kegaduhan dapat memicu kericuhan. Ketika Pak Prabowo berusaha meyakinkan pendukungnya agar menahan diri, TKH Prabowo-Sandi malah seperti sengaja menyiramkan bensin ke dalam api. Biarlah sidang berlangsung lancar dan aman. Biarkan rakyat Indonesia menyaksikan pengadilan dengan senang dan tenang. Kendati begitu, gaduh sudah kadung terjadi. 

Sebagian rakyat Indonesia tentu berharap menyaksikan sidang yang berkualitas. Sidang dengan penggugat dan tergugat yang sama-sama berbobot. 

Semoga! [khrisna]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun