Desa Huaxi didirikan pada awal 1960-an oleh Wu Renbao, Sekretaris Komite Partai Komunis, di atas tanah seluas 240 ekar (acre). Luas desa berjuluk Surga Sosialis itu setara dengan luas Kota Vatikan.Â
Meski punya harta berlimpah, Wu tidak tergiur membangun perusahaan di kota besar. Ia bertahan di desanya. Arkian, Wu mendirikan 12 perusahaan industri multisektor, dari tekstil hingga baja, di Desa Huaxi.Â
Pada 1998, Huaxi merambah bursa saham Cina. Warga desa kontan menjadi pemegang saham perusahaan industri multisektor yang terdaftar di bursa dan dibayar seperlima dari keuntungan tahunan.
Hanya saja, penduduk Huaxi harus menebusnya dengan "harga yang mahal". Setiap orang bekerja tujuh hari seminggu tanpa libur akhir pekan. Doktrin yang terpacak di benak warga adalah "demi kebaikan desa yang lebih besar".
Empat dekade kemudian, Huaxi sudah didaulat sebagai desa terkaya sedunia. Sekitar sepertiga dari pendapatan desa berasal dari industri besi dan baja. Huaxi mengimpor bahan baku dari India dan Brasil, mengolahnya, kemudian mengekspor produknya kepada kurang lebih 40 negara.
Menurut sebagian pengamat perdesaan yang dilansir Next Shark, Desa Huaxi dipandang sebagai propaganda Cina belaka. Tujuannya semata-mata demi menunjukkan bagaimana mengubah desa miskin menjadi desa kaya.
Di desa Huaxi, cita-cita sosialis dipadukan dengan model ekonomi modern. Kendati demikian, warga desa menikmati hidup mewah di Desa Huaxi. Tujuh hari bekerja tanpa libur akhir pekan justru menumbuhkan daya juang alih-alih melumpuhkan semangat hidup. Mereka bekerja keras dan menerima imbalan setimpal.
Setidaknya, setiap warga menikmati tiga fasilitas berkelas eksekutif.
Pertama, rumah hunian. Sebelum menjadi seperti sekarang, penduduk Huaxi mendiami rumah layaknya penduduk desa lain di Tiongkok. Sekarang tidak lagi. Setiap keluarga menempati sebuah vila mewah lengkap dengan segala tetek-bengeknya.