Sindiran atas celana jin Kaesang jelas bukan kritik cerdas dalam memanfaatkan kebebasan berpendapat. Sindiran itu justru pantulan daki benci yang sudah mengerak di dasar hati. Sindiran tersebut juga bukan bentuk perlawanan simbolik atas ketaksepahaman dengan rezim, melainkan cerminan  kemerosotan akal sehat dan akal budi.
Kebablasan berpendapat itulah yang mengalasi kebiasaan menghujat, mencerca, bahkan mengancam. Iklim berpendapat kian buruk akibat perlakuan penguasa yang cenderung represif. Beberapa pernyataan "pembantu presiden" (baca: menteri) sangat kontraproduktif. Sekadar menyebut contoh, pernyataan Pak Wiranto. Belakangan malah bertindihan dengan pernyataan Pak Ryamizard.
Tatkala pemerintah membatasi pemakaian media sosial, warganet sempat terhambat dalam mengirim foto dan video. Sayang sekali, maklumat pembatasan itu kurang gencar dilakukan sehingga menyulut kemarahan baru. Tidak heran apabila upaya tersebut memanen cerca alih-alih menuai puji.
Indikasi perlakuan berbeda atas perilaku penyebar kebencian di media sosial juga mencuat ke permukaan. Cuitan seorang juru kabar, dari barisan pencinta Jokowi, yang mengumbar identitas orang lain tidak ditanggapi secara serius. Padahal, data pribadi seseorang tidak boleh sesuka hati dipamerkan di ruang publik.Â
Kekeliruan menggunakan media sosial tersebut juga perlu diperhatikan dengan saksama agar tidak terjadi opera pilih kasih.
Bagaimanapun, polusi kata di media sosial mesti diatasi. Jangan sampai media sosial menjadi media untuk meluapkan rasa kesal, melampiaskan sakit hati, dan melakukan balas dendam.
Jin, Jins, atau Jeans
Sesungguhnya kebencian itu manusiawi. Rasa benci, seperti cinta, sejatinya merupakan emosi umum yang dimiliki oleh setiap manusia. Hanya saja, cara memperlihatkan rasa benci tidak akan atau tidak pernah sama.
Kecerdasan emosional sangat menentukan dalam menapis persebaran benci. Orang yang arif pasti menyadari bahwa emosi negatif, berupa ketaksukaan, yang disebarkan secara serampangan ke publik dapat memicu konflik.
Gail dan Richard Murrow dalam paparannya, A Valid Question: Could Hate Speech Condition Bias in The Brain, dengan lugas menyatakan bahwa kebencian dapat menghilangkan harkat manusia, memunculkan bias, dan mengurangi empati.
Begitulah kondisi cuaca di media sosial dewasa ini. Tidak sedikit orang yang kehilangan empati. Cibiran terhadap Kaesang hanyalah sejawil dari setimbun ungkapan kebencian. Akibat memakai celana jin ia menuai hujatan.
Untung saja, pedagang pisang berbadan tegap itu menimpali hujatan dengan santun. Ia bahkan meminta maaf kepada netizen yang mengolok, mencaci, atau memakinya. Ia setia menebar cinta.