Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humor Artikel Utama

Enam Fatwa yang Perlu Anda Ketahui

13 Mei 2019   23:52 Diperbarui: 26 Mei 2019   15:58 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Umat Islam di seluruh belahan dunia sedang berbahagia. Ramadan, bulan sarat berkah yang selalu dinanti-nanti, disambut dengan hati gembira. Kebahagiaan dan kegembiraan itu dirayakan sepenuh-penuh cinta.

Menjelang Ramadan, orang-orang berziarah ke makam kerabat. Doa-doa membubung ke langit. Air mata rindu menguap dan mengepul ke angkasa. Yang hidup mendoakan sanak yang sudah tiada. Doa itu menjelma sebagai jembatan penghubung antara yang ditinggalkan dan yang meninggalkan.

Lantaran doa itulah maka ziarah menjelang Ramadan selalu ramai. Padahal, haram hukumnya orang ziarah dikubur. Ya, orang yang tengah berziarah memang tidak boleh dikubur. Kalau "orang ziarah di kubur" tentu saja tidak apa-apa. Malah sangat dibolehkan. Perhatikan antara "dikubur" dan "di kubur". Spasi sangat menentukan makna. Salah spasi, salah makna.

Bukan hanya itu. Sesungguhnya umat Islam dilarang mendoakan orang mati. Bahkan agama lain pun pasti melarang umatnya mendoakan orang mati. Alasannya sederhana. Jika mendoakan orang lain, doakanlah yang baik-baik saja.

Mendoakan orang jatuh sakit, terkena musibah, apalagi mati, termasuk doa yang tidak baik. Beda perkara jika kita mendoakan orang yang sudah mati supaya tenang "di sana", damai dalam dekap cinta-Nya, atau senantiasa sentosa di makamnya.

Dua maklumat di atas, tersaji di akun Twitter Muhammadiyah Garis Lucu, sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Saya sudah mendengar atau membacanya sejak masih anak-anak. Semacam guyonan yang membutuhkan ala kadar analisis agar tidak cepat tersulut, mencak-mencak, lalu menuding yang melontarkan guyon itu sebagai penista agama.

Nah, berikut saya sajikan enam fatwa nyeleneh ke hadapan Anda.

Dokpri
Dokpri
Pertama, yang bawa HP harap dimatikan. Pengumuman ini sering terbaca di masjid, musala, langgar, atau surau. Bayangkan saja. Siapa pun yang ke masjid kemungkinan mau beribadah. Sebut saja salat tarawih. Kalaupun membawa ponsel, ya, namanya juga zaman digital. Bukan sesuatu yang aneh.

Yang aneh justru apabila mereka yang membawa ponsel harus dimatikan. Sedih, kan? Maksud hati ke masjid untuk beribadah malah nyawa terancam gara-gara gawai. Apabila tujuan maklumat adalah mematikan ponsel, kalimatnya mesti diperbaiki. Contoh: Harap matikan ponsel Anda.

Dokpri
Dokpri
Kedua, haram hukumnya orang merokok diminta jadi imam salat. Fatwa ini jelas. Kalimatnya terang, maknanya benderang. Orang merokok tidak boleh jadi imam salat. Sefasih apa pun tilawahnya, semerdu apa pun suaranya, sedalam apa pun ilmunya, selama ia merokok maka ia tidak boleh memimpin jamaah salat.

Kalaupun memang harus orang merokok itu yang dijadikan imam, tunggulah sampai ia selesai merokok. Kasihan jamaah kalau imamnya merokok. Alih-alih khusyuk, bisa-bisa malah batuk-batuk. Itu sebabnya orang merokok tidak boleh dijadikan imam salat.

Dokpri
Dokpri
Ketiga, tidak boleh menyuruh orang salat. Tentu kita semua paham bahwa menganjurkan kebaikan atau amar ma'ruf merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Akan tetapi, kita perlu menyadari bahwa sesungguhnya kita dilarang menyuruh orang salat, sekalipun itu anak kita.

Kendatipun apa yang ingin kita suruhkan itu penting, selama tidak mengancam keselamatan jiwa, janganlah menyuruh orang salat. Tunggulah sampai orang yang salat itu selesai menunaikan ibadahnya., baru Anda suruh sesuka hati Anda. Selagi salat, jangan disuruh-suruh.

Dokpri
Dokpri
Keempat, sesungguhnya es kopi atau es teh manis tidak membatalkan puasa. Saya yakin, kita semua sudah paham tentang apa saja yang dapat membatalkan puasa. Termasuk perkara makan dan minum. Namun, kita harus percaya bahwa sebenarnya es kopi atau es teh manis sama sekali tidak membatalkan puasa. Memang itu termasuk minuman, tetapi hukumnya tidak membatalkan puasa.

Mengapa tidak membatalkan puasa? Sekalipun ada seribu gelas es kopi atau es teh manis di hadapan kita, puasa tidak akan batal selagi kita tidak meminumnya. Sekalipun makanan lezat terhampar di depan kita, puasa tidak akan batal selama kita tidak melahapnya.

Esensinya luas. Sungguhpun ribuan warung makan buka selama bulan puasa, tidak berefek apa-apa pada puasa kita. 

Dokpri
Dokpri
Kelima, sesungguhnya bersila di muka ulama termasuk perbuatan menista ulama. Belakangan ini istilah mengkriminalisasi ulama demikian marak. Tidak dapat dimungkiri, adab di depan ulama memang mesti kita jaga. Sopan santun harus ada selama kita berada di depan ulama. Alasannya jelas, ulama adalah pewaris nabi.

Walaupun demikian, kita harus tahu adab menghadap ulama. Ingat, tidak boleh bersila di muka ulama. Bukan cuma kurang ajar, itu menista atau menghina ulama. Bersilalah di lantai, di tikar, atau di permadani. Jangan "di muka" ulama. Jika kita bersila "di muka ulama" berarti kita telah kehilangan sopan santun.

Ada satu perkara lagi. Haram hukumnya merokok di mata ulama. Apakah tidak ada tempat lagi sehingga kita merokok di mata ulama? Jangan malas mencari teras, ruang terbuka, atau tempat yang dibolehkan merokok. Kemudian merokoklah di sana sepuas hati. Jangan "di mata" ulama.

Fatwa merokok di mata ulama itu saya baca di akun Twitter sahabat saya. Mas Edi namanya. Banyak orang yang tertawa membaca fatwa tersebut, tetapi ada juga segelintir orang yang gagal paham.

Dokpri
Dokpri
Keenam, surat Al-Ikhlas tidak boleh dibaca setiap tarawih. Telah kita maklumi bahwa imam salat tarawih terkadang memilih surat-surat pendek supaya salat tarawih tidak berlangsung lama. Dengan kata lain, supaya semua jamaah khusyuk dan tidak buyar konsentrasinya selama salat.

Salah satu surat pendek yang sangat favorit adalah surat Al-Ikhlas. Hanya saja, masih ada yang belum menyadari bahwa surat Al-Ikhlas sebenarnya tidak boleh dibaca setiap tarawih. Ibarat sederhananya begini: makan tidak boleh dibaca minum. Begitu pula "surat Al-Ikhlas" harus dibaca dengan semestinya, bukan dibaca "setiap tarawih".

Begitulah enam fatwa nyeleneh yang perlu Anda ketahui. Semoga Anda terhibur, sekaligus menyadari bahwa setiap kata memunyai arti. Selamat menunaikan ibadah Ramadan. [khrisna]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun