Kalaupun memang harus orang merokok itu yang dijadikan imam, tunggulah sampai ia selesai merokok. Kasihan jamaah kalau imamnya merokok. Alih-alih khusyuk, bisa-bisa malah batuk-batuk. Itu sebabnya orang merokok tidak boleh dijadikan imam salat.
Kendatipun apa yang ingin kita suruhkan itu penting, selama tidak mengancam keselamatan jiwa, janganlah menyuruh orang salat. Tunggulah sampai orang yang salat itu selesai menunaikan ibadahnya., baru Anda suruh sesuka hati Anda. Selagi salat, jangan disuruh-suruh.
Mengapa tidak membatalkan puasa? Sekalipun ada seribu gelas es kopi atau es teh manis di hadapan kita, puasa tidak akan batal selagi kita tidak meminumnya. Sekalipun makanan lezat terhampar di depan kita, puasa tidak akan batal selama kita tidak melahapnya.
Esensinya luas. Sungguhpun ribuan warung makan buka selama bulan puasa, tidak berefek apa-apa pada puasa kita.Â
Walaupun demikian, kita harus tahu adab menghadap ulama. Ingat, tidak boleh bersila di muka ulama. Bukan cuma kurang ajar, itu menista atau menghina ulama. Bersilalah di lantai, di tikar, atau di permadani. Jangan "di muka" ulama. Jika kita bersila "di muka ulama" berarti kita telah kehilangan sopan santun.
Ada satu perkara lagi. Haram hukumnya merokok di mata ulama. Apakah tidak ada tempat lagi sehingga kita merokok di mata ulama? Jangan malas mencari teras, ruang terbuka, atau tempat yang dibolehkan merokok. Kemudian merokoklah di sana sepuas hati. Jangan "di mata" ulama.
Fatwa merokok di mata ulama itu saya baca di akun Twitter sahabat saya. Mas Edi namanya. Banyak orang yang tertawa membaca fatwa tersebut, tetapi ada juga segelintir orang yang gagal paham.