Prabowo Subianto, Capres 02, sudah membeberkan calon menterinya saat menyampaikan Pidato Kebangsaan. Secara gamblang, beliau menyebut beberapa tokoh tenar. Beberapa di antaranya amat ramah di kuping netizen. Dyandra Convention Center, Surabaya, pada Jumat (12/4/2019), kontan diriuhi sorak sorai pendukung beliau.
Sebagai penantang calon petahana, Pak Prabowo ingin menghadirkan sesuatu yang berbeda. Supaya rakyat tidak memilih kucing dalam karung. Begitu tandas beliau. Dengan kata lain, beliau blak-blakan membuka rahasia dapur terkait dengan siapa nanti beliau mengelola negara.
Niat baik Pak Prabowo kontan memantik pro dan kontra. Bagi yang pro, tindakan beliau bak angin segar. Bagi yang kontra, aksi beliau dianggap sebatas gairah mendulang suara.
Di sisi lain, ada beberapa perkara yang perlu dicermati terkait pembabaran calon menteri. Pertama, terlalu dini. Pemenang Pilpres belum ada, tetapi calon menteri sudah diumumkan. Bagaimana kalau beliau gagal menang? Mungkin pula sebaliknya. Beliau yakin bakal menang sehingga tidak ada lagi yang beliau khawatirkan.
Kedua, terlalu prematur. Pada satu sisi, setiap nama punya magnet yang berpotensi memikat suara pemilih. Meski begitu, ada juga nama yang berpeluang mengebiri potensi suara. Sekalipun militansi pendukung Capres 02 tidak perlu diragukan lagi, tetapi ada segelintir pihak yang kurang bersimpati pada nama-nama tertentu.
Ketiga, terlalu rentan. Mari berandai-andai dulu. Jikalau pasangan Prabowo-Sandi berhasil menjungkalkan petahana, apakah semua calon dipastikan mengisi pos menteri? Jika ya, 65 calon menteri jelas bukan jumlah yang sedikit. Kalau dipenuhi semua berarti janji membuka lapangan kerja baru, sekadar contoh, sedikit terpenuhi. Akan ada puluhan kementerian baru. Lumayan banyak menyerap calon ASN baru. Asyik, kan?
Keempat, terlalu riskan. Boleh jadi orang tertentu yang tidak tertera namanya dalam daftar calon menteri menjadi kehilangan gairah. Ini bukan sekadar perkara bagi-bagi jatah kursi, melainkan rasa dihargai dan dianggap ada.  Sudah mati-matian membela ternyata dipandang sebelah mata.
Kelima, terlalu terburu-buru. Tentu saja Pak Prabowo sudah menimbang banyak hal sebelum memaklumatkan calon menterinya. Akan tetapi, mungkin juga ada yang menganggap bahwa Pak Prabowo lebih mementingkan jabatan pendukung dibanding memikirkan nasib rakyat. Sederhananya, belum apa-apa sudah mengurusi calon menteri.
Bayangkan suasana rapat kabinet yang dihadiri oleh Profesor Rocky, misalnya, selaku salah satu menteri dan menuding anggota kabinet lain sebagai "menteri dungu". Bayangkan Profesor Rocky memimpin sebuah kementerian, ambil contoh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan menganggap jajarannya sebagai pegawai dungu.
Pada sisi lain, Pak Rocky sendiri sudah bernazar untuk mengkritik Pak Prabowo sehari setelah beliau terpilih. Bayangkan diksi apa yang akan digunakan oleh Pak Rocky untuk mengkritik Pak Prabowo. Masih dungu? Bagaimana jika Pak Prabowo tidak tahan dikritik lantas menggebrak-gebrak meja?
Sisi lain yang perlu dicermati adalah keterwakilan perempuan. Berapa perempuan yang tercantum dalam daftar calon menteri? Patut dicatat, selama ini barisan emak-emak sedemikian getol mengampanyekan Pak Prabowo. Suara dan kerja keras mereka harus diperhatikan. Pertanyaannya, apakah nama calon yang diajukan memang layak menjadi menteri?
Lantas bagaimana dengan para ulama? Patut diingat, ijtima ulama merupakan salah satu batu pijakan Pak Prabowo dalam meraih dukungan. Apakah calon-calon yang diajukan sudah mengakomodasi aspirasi ulama?
Bagaimana pula dengan partai pengusung dan tokoh pendukung? Pak Gatot, misalnya, sempat menggerutu ketika fotonya terpajang di baliho. Sementara itu, Ahmad Dhani sampai berkubang di bui demi memperjuangkan Pak Prabowo. Pak Gatot masuk calon, Dhani terlupakan. Ibu Ratna tidak usahlah disebut-sebut. Ketika beliau mengacungkan dua jari di ruang sidang saja tak dianggap oleh kubu Pak Prabowo.Â
Jelas ada nama tokoh senior Partai Demokrat dalam daftar calon, tetapi tokoh muda yang sedang digadang-gadang justru tidak ada. Padahal, tokoh-tokoh Demokrat demikian gigih membela Pak Prabowo. Sebut contoh, Andi Arief dan Ferdinand Hutahean.
Perkara lain yang juga cukup menggelitik adalah kalimat "tidak beriklan mencari putra terbaik bangsa". Menteri selaku pembantu presiden memang tidak perlu diiklankan. Pertimbangan bisa dari mana saja, tetapi keputusan mutlak di tangan Presiden.
Tidak heran jika kubu sebelah merasa aneh. Salah seorang juru bicara TKN, Ace Hasan Sadzili, menyebut kabinet bayangan Pak Prabowo sebagai Calon Menteri Negara Fiksi. Bahwa gerutuan kubu sebelah tidak usah terlalu didengar, boleh jadi begitu. Namun, ada baiknya diam-diam dicatat. Anggap saja sebagai masukan.
Hanya saja, Pak Prabowo baru mengumumkan calon menteri. Artinya, calon menteri diumumkan oleh calon presiden. Pada titik ini, para calon menteri tersebut masih dalam kadar, meminjam istilah Profesor Rocky, "calon menteri fiksi".
Akhir kata, Pak Prabowo tidak ingin rakyat Indonesia memilih "kucing dalam karung". Itu layak diacungi jempol. Selebihnya, terserah pemilik suara. Jika setuju dengan kabinet bayangan Pak Prabowo, silakan pilih. Jika tidak setuju, jangan pilih.
Selamat memilih! []
Sumber berita:
1. Daftar Calon Menteri Prabowo-Sandi
2. Tanggapan TKN Atas Calon Menteri Prabowo-Sandi
3. Calon Menteri yang Diperkenalkan Saat Kampanye
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H