Zaman digital terus berkembang. Aroma digital kian sengit sehingga hampir merambah seluruh aspek kehidupan, termasuk dunia tulis-menulis. Bahkan, tulisan ringan dan ringkas pun kini butuh sentuhan hangat digital.
Ambil contoh sederhana, tulisan berupa berita di media daring. Beberapa portal berita malahan memiliki vektor khusus sebagai maskot. Bukan hanya itu. Tampilan berita tidak lagi sekadar jajaran huruf dan deretan foto, tetapi disertai data yang disajikan dalam bentuk infografis.
Sebagai penyuka data dan penggemar statistik, selain penyuka rindu dan pemuja sendu, saya termasuk orang yang benar-benar kecantol pada tetek bengek infografis. Padahal, saya tidak fasih dalam mematut-matut ilustrasi di program pengolah gambar seperti Photoshop, Corel Draw, dan yang serumpun dengan itu. Pendek kata, sebenarnya saya tunarupa karena menghafal nama-nama warna saja keteteran.
Kalau kalian pernah atau sering bertandang ke tulisan saya, belakangan ini infografis rajin bertengger di dalam artikel saya. Sebenarnya tidak ujuk-ujuk suka juga, sebab saya memang sudah menyukai data sejak kuda masih berkacamata.Â
Setidaknya ada tiga alasan sederhana yang membuat saya terjebak manis di dunia infografis. Pertama, menarik. Data yang ribet, rumit, dan ruwet ternyata dapat ditampilkan dengan ringkas lewat infografis. Pembaca jadi lebih nyaman melahap suguhan data.
Kedua, menyenangkan. Visualisasi informasi dalam bentuk grafis laksana bermain gundu di halaman dan menang berkali-kali. Saya bermain-main dengan angka tanpa harus mengernyitkan kening. Apalagi tampilannya yang diselingi gambar, disarikan warna-warni, dan memikat hati.
Ketiga, memikat. Saya acap membaca laporan yang direcoki banyak data dan dihidangkan dengan beruntun kalimat seadanya. Itu sungguh membosankan. Tak ayal, susah diingat. Di sinilah keunggulan infografis, mudah diingat karena sajiannya langsung lekat dan rekat di batok kepala.
Itulah tiga alasan mengapa saya menyukai infografis. Saking kesengsem, saya menyimpan banyak infografis di laptop. Jenis informasinya pun beragam. Dari dunia bahasa ke dunia bahaya. Dari sejarah hingga kuliner. Dari yang berbau duniawi hingga yang beraroma ukhrawi. Pokoknya, gas pol.
Kalian tentu tahu apa dampak jatuh cinta. Begitulah yang saya alami. Manakala hati saya tersungkur di hadapan cinta, akan saya ulik segala-gala tentang yang saya cintai. Infografis pun begitu. Masalah terbesar saya adalah bahwa saya tidak menguasai program atau aplikasi pengolah gambar. Tolong jangan bilang siapa-siapa, ya, ini rahasia besar saya.
Maka dari itu, saya pelajarilah aplikasi Canva untuk beraksi di ponsel. Nofrizal Reza Pahlawan gara-garanya. Suatu ketika ia mengeposkan kutipan menarik dari novel saya, Cinta yang Diacuhkan, dan rasa-rasanya saya juga bisa membuat tampilan kutipan sedemikian. Alhasil, sekarang saya merasa lebih mahir mengeksplorasi Canva dibanding suhu saya tersebut.
Setahun lalu saya bertemu dengan Adhi Nugroho. Saya suka membaca tulisan-tulisannya. Selain karena caranya memaparkan gagasan, juga lantaran kemampuannya menggubah infografis. Ketika saya menanyakan ia memakai aplikasi apa, saya tercengang-cengang. Ia menggunakan PowerPoint.Â
Keruan saya terjelengar. Bukan apa-apa, sehari-hari saya akrab dengan program untuk presentasi itu.
Saya lantas menceburkan diri ke dunia sekolah lagi. Saya sisir informasi tentang mengolah infografis di PowerPoint. Hasilnya, beberapa infografis yang tersuguh dalam tulisan saya di Kompasiana adalah buah yang saya petik dari pohon bernama PowerPoint. Perihal bagaimana mengolah infografis di PowerPoint akan saya sajikan belakangan.
Mari kita kembali pada perkara infografis. Tolong tengok sajian berikut.
O ya, ada banyak laman di internet yang menyediakan vektor gratis atau berbayar. Informasi lengkapnya akan saya hidangkan kepada kalian lewat artikel berbeda, yakni Meracik Infografis Memikat di PowerPoint.
Kedua, memastikan pengolahannya. Tersebab saya sudah mengenali tiga aplikasi, saya tinggal memilih mana yang akan saya gunakan untuk meramu infografis. Jika sedang di kereta biasanya saya menggunakan Canva. Kalau sedang santai di rumah biasanya saya membuka situs my.visme.co. Selagi butuh waktu lebih serius tanpa menelan banyak kuota biasanya saya menggunakan PowerPoint.
Jika kalian ingin melakukan hal serupa, intinya bukanlah harus di tiga aplikasi di atas. Hal paling mendasar adalah menguasai program pengolah gambar yang akan digunakan. Jadi, kalau kalian piawai melukis dan mau menaja infografis lewat lukisan, ya, sah-sah saja. Tinggal diubah format gambarnya lalu diagihkan atau disodorkan kepada pembaca.
Ketiga, memastikan keakuratan data. Ini penting bagi penyuguh infografis karena akan berpengaruh pada kredibilitas. Mungkin kalian ingat kasus pelintiran pernyataan salah seorang Cawapres oleh Tirto.ID beberapa hari lalu. Memang hanya lewat meme, tetapi mestinya kita menyadari bahwa meme juga bagian dari informasi yang disuguhkan lewat grafis.
Dengan kata lain, saya hanya ingin mengingatkan bahwa akurasi data sangat diperlukan dalam meracik infografis.
Selanjutnya, ayo bergeser sedikit ke perkara anatomi infografis. Sejatinya, infografis bukan sekadar sajian data visual, melainkan seni mengutarakan gagasan. Mohon kalian tengok infografis berikut.
Apa saja yang mesti kita cermati dalam menaja infografis? Tidak banyak, kok, hanya lima perkara.Â
Pertama, judul. Ingatlah selalu bahwa judul ibarat kepala bagi infografis. Rambutnya harus tersisir rapi, tidak berhias ketombe, dan jauh dari bau apak akibat tersulut terik matahari. Judul mesti mengandung materi infografis, menggelitik, dan memikat.
Kedua, isi. Canangkan di dalam benak bahwa informasi yang hendak kita sampaikan memang dibutuhkan oleh pembaca. Dengan kata lain, ada faedahnya. Lumrahnya, konten utama kita terakan di bawah judul. Cantumkan kalimat pengikat yang berpotensi membetot pikiran pembaca.Â
Ketiga, tampilan. Ingat selalu bahwa keunggulan infografis adalah karena data atau informasi disajikan dalam bentuk grafis. Dengan demikian, takar dengan cermat komponen-komponen penunjangnya.Â
Keempat, hierarki data. Tatkala menata posisi data, perhatikan hierarkinya. Jika disusun secara vertikal maka data utama berada paling atas. Kalau ditata secara horisontal maka data utama diletakkan di posisi sebelah kiri. Saya pernah membalikkan posisinya, data utama berada paling bawah, dan ada pembaca yang memprotes. Hiks!
Kelima, sumber. Jangan lupa cantumkan sumber data. Jika infografis yang kalian buat merupakan bagian dari sebuah artikel, berarti judul artikelnya mesti disebutkan. Jika data tersebut kalian petik dari institusi tertentu maka sebutkanlah sumbernya. Apabila vektor atau penunjang lain yang kalian gunakan diambil dari laman penyedia vektor, harus dihargai sumbernya.Â
Begitulah. Mempersiapkan sebuah infografis sebenarnya bukanlah perkara sepele. Butuh kecermatan "seorang penyidik" untuk menemukan data menarik; butuh ketelitian "seorang analis" guna membaca data; butuh kesungguhan "seorang pelukis" untuk menghasilkan komposisi yang apik; serta butuh ketelatenan "seorang penulis" buat menyaring kata yang akan dicantumkan.
Pada mulanya saya juga terbata-bata. Tidak langsung fasih, bahkan hingga sekarang masih tergagap-gagap. Tulisan ini sebenarnya saya tujukan bagi diri sendiri, tetapi dapat pula kalian jadikan sekadar bacaan penghibur. Setidaknya penghibur diri bagi siapa saja yang senasib dengan saya: tidak ada jago-jagonya dalam mengolah infografis.
Jangan terlalu serius. Seruput kopi dan silakan nikmati sajian penutup di bawah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H