Manchester United. Klub berjuluk Setan Merah ini akan berhadapan dengan Barcelona di laga perempat final Liga Champions UEFA. Sebuah laga klasik yang sarat emosi. Sekalipun berbeda liga dan negara, kedua klub tersebut sudah sebelas kali berseteru di tingkat Eropa.
Pada musim ini, UCL menyuguhkan banyak kejutan. Kekalahan Real Madrid di kandang sendiri; keruntuhan PSG di rumah sendiri; kemalangan AS Roma; dan keperihan Bayern Muenchen.
Sementara itu, Ajax Amsterdam menuai pujian setelah menghabisi juara bertahan. Ronaldo sang penyelamat Juventus juga menerima limpahan decak kagum karena torehan trigolnya menamatkan riwayat Atletico Madrid.
Kejutan juga disajikan oleh Manchester United. Klub besutan Ole Gunner Solksjaer ini melumpuhkan PSG. Belum lagi kegemilangan tiga kompatriot Setan Merah di Liga Inggris, yakni Tottenham Hotspur, Liverpool, dan Manchester City.
Akan tetapi, salah satu penyuguh kejutan itu akan bertemu lawan tangguh di babak perempat final. Setan Merah harus berhadap-hadapan dengan Barcelona. Tidak bisa dimungkiri, Barcelona telah menjejalkan mimpi buruk ke dalam benak Setan Merah.
Laju Barcelona di UCL pada musim ini, 2018/2019, lumayan tokcer. Blaugrana, julukan Barcelona, satu-satunya klub yang belum menderita kekalahan sejak fase grup. Walau sempat ditahan imbang oleh Lyon pada laga pertama, Blaugrana tanpa ampun melumat Lyon dengan skor 5-1 di Camp Nou.
Bandingkan dengan Setan Merah yang sempat tersaruk-saruk di babak perdelapan final. Kalah 0-2 di kandang sendiri melawan Paris Saint-Germaine sebelum akhirnya menang secara dramatis dengan skor 3-1 di kandang lawan. Kisah dramatis remontada ala Manchester United itu saya tuangkan dalam tulisan bertajuk Senandung Luka di Parc des Princes.Â
Pada babak perempat final, Setan Merah akan menghadapi lawan yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Barcelona terang bukan lawan yang enteng bagi Pogba dan kolega. Blaugrana jelas tercatat dalam sejarah kelam klub yang bermarkas di kota Manchester itu.
Riwayat mencatat, Blaugrana sudah dua kali mengganjal ambisi Setan Merah untuk kembali mengangkat trofi UCL. Pada final musim 2009/2010, 27 Mei 2009 di Stadion Olimpico Roma, Barcelona mengubur Setan Merah dengan skor dua gol. Dua tahun kemudian, 28 Mei 2011 di Stadion Wembley, Barcelona lagi-lagi menjungkalkan Setan Merah.
Terakhir kali Setan Merah menaklukkan Blaugrana terjadi pada sebelas tahun silam, 29 April 2008, di Old Trafford. Pada pertemuan kedua babak semifinal UCL 2007/2008 itu Setan Merah unggul 1-0. Sebelumnya, tim besutan Alex Ferguson menahan imbang Blaugrana di Camp Nou dengan skor 0-0.
Selain itu, Setan Merah juga pernah merasakan getir dicukur habis dengan skor 0-4 oleh Barcelona. Peristiwa mengenaskan itu terjadi pada 2/11/1994 di babak penyisihan grup UCL.
Sekalipun demikian, mental Setan Merah sedang melambung tinggi pasca-kemenangan dramatis melawan PSG. Tidak ada yang mustahil di dunia, begitu kira-kira paham yang kini dianut oleh anak-anak didik Solksjaer.
Bertumpu pada peristiwa menakjubkan tersebut, wajar jika Setan Merah merasa yakin sanggup menggelesot keluar dari kelam sejarah dan menggelesor jauh-jauh dari bayang-bayang ketakutan.
Predator yang turut memangsa Setan Merah pada dua laga final UCL bernama Messi. Ia masih remaja tatkala ikut menumbangkan Setan Merah di Stadion Olimpico. Kala itu, Messi berhasil menyundul umpan brilian Xavi Hernandez.
Dua tahun kemudian, predator kelahiran Rosario, Argentina, itu kembali mengoyak jala Setan Merah. Aksinya sepanjang laga final di Stadion Wembley sungguh memukau, sekaligus merepotkan barisan pertahanan Setan Merah.
Apakah Messi masih setajam dulu? Jangan pandang remeh La Pulga alias Si Kutu. Rapor golnya musim ini di UCL kembali kinclong. Striker pujaan Cules, julukan suporter Barcelona, sudah mengemas delapan gol.
Jangan lupa, Si Kutu sekarang tengah duduk manis selaku topskor dengan torehan 26 gol. Bahkan jumlah golnya jauh dari Cristiano Ronaldo (Serie A, Juventus), Raheem Sterling (EPL, Manchester City), atau Kylian Mbappe (Liga 1, PSG).
Setelah tiga musim terakhir klubnya selalu terdepak di babak perempat final, musim ini Messi berambisi kembali merengkuh trofi Si Kuping Lebar. Boleh jadi ia berhasrat mengangkat piala dalam kapasitasnya selaku Kapten Blaugrana.
Orang-orang selalu mengatakan bahwa Messi memang terlahir sebagai pemain bola. Capello menyebutnya genius. Wenger menggelarinya alien. Akan tetapi, Messi tetap berusaha keras dan berupaya cerdas untuk bisa menggocek bola dan mengoyak jala gawang lain. Bakat hanya 1%, ungkap Edison, 99% sisanya adalah kerja keras.
Hasilnya bisa kita lihat sendiri. Sudah 22 gol yang ia lesakkan ke gawang klub dari Negeri Ratu Elisabeth. Jelas ini bukan torehan biasa, sebab seluruh gol tersebut dilesakkan hanya dalam 29 laga.
Si Kutu menjadikan Arsenal sebagai lumbung dengan raihan sembilan gol dalam enam laga; Manchester City dihadiahi enam gol dalam enam laga; Chelsea dilimpahi tiga gol dalam 10 pertemuan; kado dua gol untuk Manchester United dalam dua laga final; serta dua gol persembahan untuk Tottenham dalam satu pertemuan.
Liverpool satu-satunya klub Inggris yang patut bersyukur karena belum diberkati gol oleh Si Kutu dalam dua pertemuan. Namun, Liverpool bisa jadi akan dikoyak-koyak oleh Messi apabila Barcelona dan Liverpool lolos ke semifinal.
Jadi, Messi tetaplah Messi. Usianya saat ini memang sudah bukan usia emas bagi pesepak bola, tetapi sihirnya masih tetap memukau.
Setan Merah sudah lama tidak mengangkat Si Kuping Lebar. Puasa gelar juara di UCL sudah berlangsung selama puluhan tahun. Salah satu memori indah di final UCL justru terjadi di Camp Nou, Barcelona, pada musim 1998/1999.
Kala itu, Setan Merah tertinggal 0-1 dari Bayern Muenchen. Waktu normal laga tersisa 10 menit ketika Sang Penyelamat turun ke lapangan. Tidak lama berselang, Teddy Serringham mencetak gol penyeimbang bagi Setan Merah.
Sang Penyelamat kemudian menunjukkan tajinya pada waktu tambahan. Sebuah golnya memastikan gelar kedua Setan Merah di UCL. Sang Penyelamat itu kini ikut mendampingi Setan Merah di laga perempat final UCL musim ini. Ia bernama Ole Gunner Solksjaer.
Setelah menyelamatkan Setan Merah dari keterpurukan di Liga Inggris selama dibesut oleh Jose Mourinho, setelah memulihkan nama baik Setan Merah akibat kalah 0-2 di kandang sendiri melawan PSG, Solksjaer pasti ingin mengguratkan kenangan manis lagi bagi Manchurian, julukan suporter Setan Merah.
Faktor lain yang dapat membantu Setan Merah adalah Paul Pogba. Tentu masih lekat dalam ingatan pencinta sepak bola tatkala Prancis "memulangkan" Argentina di Piala Dunia Rusia 2018.
Nah, salah satu bintang Prancis saat itu adalah Paul Pogba. Gelandang mahal ini sukses mematikan kreativitas Messi di lapangan tengah. Si Kutu benar-benar mati kutu di hadapan Pogba.
Manchurian tentu saja berharap tuah Solksjaer dan Pogba cukup moncer untuk menjungkirkan Blaugrana. Bagaimanapun, kegemilangan Solksjaer dan kecemerlangan Pogba akan menentukan nasib Setan Merah.
Masalahnya, Barcelona bukanlah Bayern Muenchen yang pernah ditundukkan oleh Setan Merah. Bukan pula Argentina yang ditaklukkan oleh Prancis.
Di Blaugrana, Messi dikawal oleh gelandang-gelandang kreatif yang mengilap saat bertahan dan mengilat ketika menyerang. Ada Busquets, Rakitic, dan Melo. Pemain cadangan pun tidak kalah kilap. Ada Coutinho, Vidal, Malcom. Bahkan Alena, murid asli La Mesia, kian padu dengan tim utama Blaugrana.
Jadi, menumbangkan Barcelona jelas bukan pekerjaan enteng.
Ini pertanyaan menggelitik. Jawabannya sederhana. Bisa ya, bisa tidak. Pada pengundian kemarin, Jumat (15/3/2019), Barcelona dan Juventus berada pada sisi bagan yang berbeda.
Andai kata Juventus berhasil mengalahkan Ajax, kemudian menang melawan pemenang antara Tottenham dan Manchester City, berarti Juventus melaju ke final. Andai kata Barcelona mengalahkan Setan Merah lalu menundukkan pemenang antara Liverpool dan Porto, berarti Blaugrana melaju ke final.
Hanya itu syarat supaya skenario reunian Messi dan Ronaldo di babak final UCL bisa saja terjadi. Mengapa reunian? Karena Messi dan Ronaldo memang pernah berhadap-hadapan di babak final UCL. Saat itu, 27 Mei 2009, Ronaldo masih berkostum Setan Merah.
Jikalau skenario reunian itu benar-benar terjadi, berarti nuansa Barcelona-Manchester United masih cukup kental, sebab Ronaldo adalah mantan pemain Setan Merah. Pemenangnya tentu saja Messi.
Kenapa begitu? Karena saya tetap Cules sejati yang selalu berharap supaya Barcelona menang--sekalipun tetap mencintai Blaugrana dalam kalah ataupun menang. Visca Barca! [khrisna]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H