Pakar media sosial, Nukman Luthfie, berpulang ke pangkuan Ilahi. Kabar kepulangan beliau memenuhi linimasa media sosial.
Lelaki kelahiran Semarang, 24 September 1964, memang dikenal ramah, murah senyum, dan gemar berbagi ilmu. Tidak heran bila banyak yang berduka atas wafatnya beliau, bahkan ada yang terkinjat seakan-akan  tidak percaya.
Pada 6 Desember 2013 lalu, lelaki sederhana ini pernah mencuitkan kalimat yang menghunjam. "Orang baik, saat meninggal pun, banyak yang mendoakan," ungkap beliau melalui akun twitternya.Â
Ya, orang baik memang akan banyak menuai doa ketika ia meninggal. Begitulah.
Pada setiap kematian niscaya ada dua pihak, yakni yang meninggalkan dan yang ditinggalkan. Yang mangkat meninggalkan dunia fana ini dan mengguratkan jejak-jejak kebaikan. Jasadnya akan tiada, lebur bersama tanah, tetapi jasanya terus hidup dan mengabadi. Yang ditinggalkan pasti tidak akan bertemu wujud fisik dari yang mangkat, tetapi selalu akan bersua dengan visi dari yang pergi.
Nukman, bagi banyak kalangan, memang sering jadi tumpuan informasi tentang dunia internet. Khususnya media sosial. Beliau tidak hanya ringan tangan dalam berbagi pengetahuan dan pengalaman, melainkan sekaligus jadi anutan dan panutan banyak orang dalam bermedia sosial.
Ada dua wejangan beliau yang sengaja saya catat lewat tulisan ini supaya kelak, ketika suatu waktu saya atau siapa saja membutuhkannya, dapat dengan mudah memetik dan meresapinya.Â
Wejangan itu adalah warisan digital bagi anak-anaknya yang mungkin belum pernah sekali pun bertemu dengan beliau, tetapi berkali-kali berjumpa di dunia maya.
Pertama, tebarlah konten-konten positif. Inilah warisan berbentuk petuah yang patut kita camkan setiap jemari hendak menari di layar gawai. Semua yang kita hidangkan di akun media sosial bukan sekadar silir angin yang berembus lantas berlalu. Ada tapaknya, ada tilasnya.