Namun, kehadiran Partai Demokrat dalam Koalisi PAS laksana ada dan tiada. Kepiawaian dan kematangan Pak SBY dalam mengarungi medan persaingan bak dianggap angin lalu.Â
Kontan kader Partai Demokrat meradang, sampai-sampai ada yang menuding Sandi menjalankan "politik uang" agar dipilih sebagai pendamping Prabowo bersanding di pelaminan. Untunglah "tamparan dahsyat" tersebut berhasil digiring menjadi sebatas "riak di tengah gelombang".
Dua lubang menganga dalam Koalisi PAS itu layak jadi perhatian besar. Untung PKS punya stok kesabaran yang melimpah. Untung Partai Demokrat punya cadangan ketabahan yang berlimpah. Untung PAN tidak ikut-ikutan menggali kelemahan Partai Gerindra.
Tiga keuntungan itu mestinya dijadikan azimat oleh Pak Prabowo. Jangan sampai kesalahan sama terjadi berulang-ulang. Energi bakal terserap ke sana dan konsentrasi akan tersirap buat mengurusi hal-hal sepele yang sebanarnya tidak perlu terjadi dalam sebuah laku koalisi.
Daripada menuding dan menyalahkan pihak lain lebih baik mawas diri. Mengeluarkan pernyataan politik yang sembrono justru merugikan. ~ @SBYudhoyono [15/11/2018; 21:16]
Cuitan tersebut berasal dari akun resmi Pak SBY. Sebagai tokoh yang kenyang asam garam persaingan, saran beliau layak diperhatikan. Kenyataan membuktikan kubu PAS kerap sembrono atau sambalewa. Apa-apa main grasa-grusu, tidak teliti membaca data, tidak cermat mengeja pertanda, dan gegabah dalam mengumbar isu.
Sebagai pengingat, ada beberapa yang bisa kita kenang, yakni (1) keliru mengocehkan data tentang 99% rakyat Indonesia miskin yang dibantah oleh Bank Dunia; (2) gegabah menggiring opini oplas Ratna Sarumpaet; (3) memarahi emak-emak yang semula dijadikan corong kampanye; (4) menghina tampang orang-orang Boyolali; (5) menuding pengusaha kecil berlaku curang dengan mengolah tempe hingga setipis ATM; dan (6) melangkahi makam ulama.
Andai kata segala-gala noda kampanye itu adalah lakon yang sengaja dipilih, dalam bahasa politik layak disebut Semburan Dusta (lazim disebut firehose of falsehood), penting bagi kubu PAS untuk menimbang dan mengkaji ulang strategi kampanye sedemikian.
Barangkali terpikirkan bahwa "adegan meminta maaf" merupakan bukti kebesaran hati dan kelapangan jiwa dalam mengakui kesalahan. Itu benar selama kesalahan sama tidak dilakukan lagi, apalagi dilakukan sampai berkali-kali. Kebohongan pertama dianggap selesai dengan meminta maaf lalu berteriak lantang tentang berjiwa besar, lalu diikuti kebohongan kedua dan meminta maaf lagi, maka tidaklah jelas di mana letak berjiwa besarnya. Itu malah noda kampanye.
Tanpa disadari, noda kampanye itu dapat menggerus simpati masyarakat. Tatkala jubir sibuk berceloteh tentang kehebatan Prabowo selaku penakluk Puncak Everest dan kegantengan Sandi sebagai idola generasi milenial, pasangan yang didukung justru sibuk melakukan blunder. Gol bunuh diri terus-menerus terjadi. Ingatlah selalu "sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit".
Jika kampanye buruk dilakukan berkali-kali, bukan tidak mungkin Koalisi PAS akan dipunggungi pemilih.