Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Kampanye, Jual Diri, dan Anugerah Kompasiana 2018

23 Oktober 2018   17:52 Diperbarui: 24 Oktober 2018   23:53 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengapa saya merasa tidak layak?

Sumber: Kompasiana
Sumber: Kompasiana
Pertama, karena memang tidak layak. Coba bayangkan. Konten utama yang sering saya tulis adalah bahasa. Itu bualan atau jualan utama saya. Saya kritik pengguna bahasa Indonesia yang salah kaprah dalam menulis. Administratur atau pengelola Kompasiana saja saya tegur kalau keliru.

Pendek kata, saya mah tidak pandang bulu. Entah janggut entah cambang akan saya kritik bila salah. Tidak percaya? Lihat saja penjenamaan (boleh dibaca branding) acara. Pada judul saya tulis Anugerah Kompasiana 2018 (dengan penebalan dan pemiringan). Bukan Kompasiana Awards 2018. Jadi, saya ini ngaco. Masak orang ngawur mau dikasih penghargaan. Akibatnya bisa berabe. 

Kedua, karena memang sangat tidak layak. Tulisan saya di Kompasiana hanya merambah lahan (1) bahasa, (2) sepak bola (sesekali bulu tangkis), (3) fiksi (kadang cerpen kadang puisi), dan (4) serba-serbi. Pada maklumat Kompasiana, saya didaulat sebagai penulis politik dan humaniora. Di situ saya merasa makin tidak layak, walaupun bahasa termasuk jemaah humaniora. 

Kalaupun saya menulis serba-serbi, belum tentu itu politik. Bagian ini cenderung mengikuti suasana hati. 

Selagi kesal karena kampanye hitam berhamburan di media, saya tulis mengenai politik. Sewaktu sewot gara-gara mata atau tangan sakit, saya tulis tentang kesehatan. Semasa ingin bercanda buat meledek kondisi negara, saya tulis soal hiburan. Sialnya, entah kenapa opini saya ujung-ujungnya tetap perkara bahasa.

Saya kira dua alasan itu sudah cukup kuat. Kalau belum, baiklah saya tambahi.

Sumber: Kompasiana
Sumber: Kompasiana
Ketiga, karena saya memang amat sangat tidak layak. Coba lihat pengaruh tulisan saya. Adakah tulisan saya berguna bagi teman-teman Kompasiana? Harapan saya sih begitu. Akan tetapi, tunggu. Apakah tulisan saya mengurangi kekeliruan dalam berbahasa Indonesia? Ternyata tidak. Faktanya, masih banyak tulisan di Kompasiana yang berlepotan. 

Jadi, apa pengaruh tulisan saya? Tidak ada. Sedih. Paling banter yang bertanya, ya, orangnya itu-itu saja. Kalau bukan Bung Tilaria, pasti Bang Susy. Kalau bukan Kak Hennie, pasti Bunda Nursini. Pendek kata, masih itu-itu saja. Itu di Kompasiana. 

Pengaruh bagi pembaca di luar lingkar Kompasiana juga tidak bagus-bagus amat. Tulisan yang saya bagikan di Twitter paling banyak diretwit 10--20 orang. Itu pun termasuk pelanggan setia. Kalau bukan Kak Ronald, pasti Kak Aji. Itu lagi, itu lagi. Sungguhpun bertambah, paling banter Prof. Pebrianov. Sedih, loh! 

Keempat, karena saya sungguh amat sangat tidak layak. Tujuan utama saya menulis di Kompasiana karena, bagi saya, inilah blog keroyokan terkeren di Indonesia. Bayangkan, ada ratusan ribu penulis nongkrong di sini. Semua karakter ada. Dari yang sangat tidak jelas sampai yang sangat jelas. Ini rumah yang sangat besar. Saya bangga sebab ikut menghuni rumah ageng dan agung ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun