Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bisnis Kebencian dan Pemilu 2019

21 Oktober 2018   20:04 Diperbarui: 21 Oktober 2018   21:05 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang pesta politik 2019, lahan bisnis baru terbuka. Pelakunya tumbuh sesubur jamur pada musim hujan. Bisnis itu bernama Bisnis Kebencian.

Pelaku bisnis kebencian adalah orang atau lembaga apatis dan hipokrit. Mereka abai pada kerugian khalayak demi mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya bagi kepentingan golongan atau pribadi. Mereka membidik klien yang berani menguras rekening dan nekat menempuh segala cara asalkan terpilih.

Bisnis kebencian jelas mengancam kenyamanan bernegara dan keamanan negara, sebab bisnis tersebut dapat menggusur hajat politik beradat dan menggeser politik beradab. Selain mengupayakan kepentingan sesat, bisnis itu juga mengutamakan keumtungan sesaat.

Pelakunya, selanjutnya saya sebut makelar, mengandalkan strategi menjatuhkan saingan dengan cara-cara busuk: mengulik keburukan, mengusik mental, dan mencerca siangan. Jangan berharap ada kesantunan dan kesopanan, karena itu bagai jauh langit dari bumi.

Bisnis kebencian bukan sebatas merajai Pilpres, melainkan juga merajak  Pileg 2019.

Dalam ranah Pileg, makelar Bisnis Kebencian akan menawarkan kepada Caleg di dapil tertentu untuk menjatuhkan lawan, merusak nama baik lawan, bahkan meneror fisik dan psikis lawan. Tidak hanya lawan caleg dari partai lain yang sedapil, tetapi juga caleg separtai yang sedapil.

Apabila dibiarkan, bisnis ini akan merusak sendi-sendi kebersamaan dan menggerogoti kedaulatan bangsa. Salah satu tujuan pemilu, mencerahkan dan mencerdaskan, semakin jauh dari jangkauan. Sebab, bisnis kebencian justru menghambat upaya pencerahan dan percerdasan politik. 

Celakanya, bisa saja ada caleg yang tidak peduli pada bahaya bisnis tersebut.

Pada tataran tertentu, bisnis kebencian juga berpotensi menutup peluang bagi caleg potensial untuk duduk di Senayan. Caleg yang bersih, jauh dari politik kotor, dan benar-benar berniat menjadi penyambung lidah rakyat akan jadi bidikan utama bisnis ini. Jika berhasil, calon potensial berpotensi terkena sial: terjungkal.

Dampaknya bisa kita bayang-bayangkan. Senayan mungkin akan disesaki Para Pembenci. Barisan pembenci ini pasti bekerja keras supaya modal kampanye kembali. Hasil akhirnya niscaya menyedihkan. Lima tahun mendatang, Senayan akan menjadi Pabrik Dengki. 

Alih-alih melahirkan  wakil rakyat, pemilu malah menghadirkan wakil kebencian.

Bisnis kebencian akan menyasar isu suku, agama, dan ras. Kebohongan diproduksi secara besar-besaran. Bualan utamanya hoaks. Target besarnya meretakkan bangsa lewat pembenturan pribumi-nonpribumi, Jawa-luar Jawa, atau Islam-bukan Islam.

Sebenarnya bualan basi, tetapi selalu laku dalam pesta demokrasi.

Makelar bisnis kebencian akan mengajukan hasil riset tentang pemilih yang mudah dihasut, kajian soal kebohongan apa yang efektif diproduksi, serta rancangan besar mengelola Mesin Hoaks. Ini bukan perkara remeh, sebab yang mereka lakukan bukan sesuatu yang receh.

Konten kebencian sudah mulai merasuki media sosial. Para makelar mulai berdansa. Calon pemesan mulai mengambil ancang-ancang. Sementara itu, kita terbelalak melihat perseteruan politik yang jauh dari sehat. Pada saatnya, jika kita ikut larut, kewarasan kita terancam.

Pemilih yang persis molekul besi--tidak seragam dan tidak searah--terus digosok dengan Magnet Kebohongan, hingga seluruh pemilih luluh dan searah: membenci calon yang "digembosi" oleh para Penggerak Kebencian.

Jika sudah terjadi, kita hanya bisa terpana dan ternganga. Sungguhpun ada segelintir pemilih yang sadar dan sehat, jumlahnya tidak seberapa. Kalaupun pemilih yang sadar dan sehat itu waspada, belum tentu sudi aktif melawan Serangan Kebencian.

Tak ayal, politik kebohongan dan kebohongan politik akan mengantar bangsa dan negara kita pada pelataran kehancuran. 

Dulu, bisnis kebencian masih laten dan klandestin. Ancamannya tidak berbunyi. Sekarang tidak lagi. Bisnis kebencian menyembul tanpa malu-malu dan menyembur caci maki ke segala arah. Bisnis tersebut melesat ke permukaan dan serta-merta mengeriputkan pori-pori kebaikan.

Maka sambutlah baliho-baliho kebencian, spanduk-spanduk kebohongan, dan selebaran-selebaran keburukan di seluruh aspek kehidupan.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Pada alun yang senyap, kita lalai menyaring polusi kebencian. Pada riak yang geritap, kita abai menjaring erosi emosi. Serangan kebencian pelan-pelan memicu depresi. Padahal dalam kondisi tertentu, depresi dapat mengganggu kesehatan jiwa. Jika kesehatan jiwa sudah terganggu, alamat kesehatan jantung rentan terserang.

Dengan kata lain, bisnis kebencian amat sarat ancaman, baik bagi keselamatan negara maupun kesehatan warga negara. Jadi tidak boleh dibiarkan. Harus dicegah, harus ditangkal. Perangkat penyelenggara pemilu seyogianya bekerja lebih gigih demi menangkis bisnis tersebut.

Menunggu hingga serangan kebencian kian gencar adalah tindakan pencegahan terbodoh, kecuali kita memang menginginkan pemilu yang memilukan hati. 

Sebenarnya kita semua menyadari bahwa pemilu yang digerakkan oleh Mesin Kebohongan hanya akan meninggalkan jejak pilu. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun