Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Perancis Juara, Kroasia Juara

16 Juli 2018   02:32 Diperbarui: 16 Juli 2018   10:15 3188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prancis juara. Akhirnya bintang di kaus mereka bertambah menjadi dua. Prestasi yang kini menyamai capaian Argentina. Kroasia juara. Akhirnya mereka harus puas sebagai juara kedua.

Kroasia tidak gagal. Tim berjuluk Vatreni ini tetap berhasil menggurat sejarah sekaligus meraih juara. Kesebelasan besutan Dalic sukses melampau capaian Kroasia pada Piala Dunia 1998. 

Mereka masuk final dan meraih juara kedua. Bayangkan. Ada 32 tim yang lolos ke Piala Dunia 2018 dan Kroasia meraih juara kedua. Prestasi yang membanggakan. Prestasi yang tidak bisa diraih oleh Jerman (Peringkat 1 FIFA), Brasil (2), Belgia (3), Portugal (4) dan Argentina (5). 

Luka Modric telah memperlihatkan bagaimana berjuang mati-matian. Tenaganya terkuras habis sejak menit ke-70, tetapi ia pantang menyerah. Rakitic telah mempertunjukkan bagaimana berjuang habis-habisan. Semangatnya tidak kendur, daya jelajahnya tidak surut. 

Mandzukic telah mempertontonkan jiwa petarungnya. Menjebol gawang sendiri tidak mengoyak semangatnya, ia kejar bola tanpa henti, Lloris gelagapan dan gugup, dan sebuah gol akibat ketelodoran Lloris melunasi utang gol bunuh dirinya. 

Griezmann menampilkan ketenangan dan ketajamannya. Tidak sekali pun gagal mengeksekusi penalti, sesuatu yang tidak bisa diperlihatkan oleh Ronaldo dan Messi. Remaja yang sedang menanjak, Mbappe, memamerkan kecepatan dan kecerdikannya. 

Vida dan Lovren, tembok kembar di jantung pertahanan Kroasia, dibuat kocar-kacir dan tak berdaya pada babak kedua. Pogba memperlihatkan kematangannya. Sebuah tembakan dari bola pantul alias pingpong berhasil ia sarangkan ke gawang Kroasia.

Pendukung Prancis pantas bersorak, bernyanyi, dan berpesta. Anggur terbaik sejatinya disuguhkan. Kegagalan pada Piala Dunia 2006 sudah terbayar lunas. Kegagalan pada final Piala Eropa 2016 sudah impas. 

Sebuah piala baru berhak diboyong ke Negeri Anggur itu. Meski begitu, tidak perlu mengejek dan merisak pendukung Kroasia. Kemenangan dirayakan tanpa harus mengerdilkan orang lain. 

Pendukung Kroasia juga layak bersorak, bernyanyi, dan berduka. Bersorak atas perjuangan Vatreni yang pantang menyerah, bernyanyi untuk duka yang merambat di udara, berduka untuk harapan tertinggi yang gagal dicapai. 

Meski begitu, penggemar Kroasia di Indonesia tidak perlu mengajukan gugatan ke MA gara-gara hadiah penalti untuk Prancis. Terima kekalahan dengan lapang dada. Tunjukkan kebesaran jiwa dengan sepenuh cinta. Itulah esensi sportivitas.

Begitulah. Prancis juara, Kroasia juga juara.

Hidup selalu menyertakan dua sisi, yakni suka dan duka. Mbappe pada suka dan Modric pada duka (Foto: Shaun Botterill-FIFA/Getty Images)
Hidup selalu menyertakan dua sisi, yakni suka dan duka. Mbappe pada suka dan Modric pada duka (Foto: Shaun Botterill-FIFA/Getty Images)

Kegagalan sesekali perlu dirasakan dan dirayakan. Dirasakan agar kita tahu perihnya kalah, dirayakan supaya kita paham indahnya bangkit. 

Tidak selamanya yang kita harapkan akan dikabulkan oleh Penguasa Semesta. Jika yang kita dapati hanya rangkaian kemenangan, kita tidak akan matang. Gagal hadir supaya kita lebih mengenali diri sendiri ketika terpuruk. 

Sama seperti petuah tenar, "cinta tidak selamanya harus memiliki". Ya, Kroasia memang sudah tiba di laga pamungkas. Segala-gala sudah mereka kerahkan. Namun, hasil akhir tidak sesuai harapan.

Madzukic yang menjadi pahlawan kemenangan Kroasia pada babak semifinal, seketika memberikan keuntungan bagi Prancis dengan sebuah gol bunuh diri. Nasib memang sulit ditebak. 

Perisic yang berhasil meledakkan kembali daya juang Kuda Hitam dari Balkan, tiba-tiba tangannya menyentuh bola dan penalti buat lawan. Takdir memang sukar diterka.

Keteguhan memegang prisip memang penting sebagai azimat alias jimat. Deschamps tamat dalam perkara sedemikian. Ia perintahkan anak asuhnya untuk menunggu agak dalam, bertahan dengan rapat, lalu menyerang balik secepat-cepatnya. Tendangan bebas yang dieksekusi oleh Griezmann dan menghasilkan gol bunuh diri adalah bukti sahih kemenangan strategi bermain taktis. 

Kecerobohan Lloris, yang menyebabkan lahirnya gol Mandzukic, tidak perlu dibesar-besarkan. Kita memang acapkali lebih peduli pada kesalahan seseorang, tetapi kita harus mengingat perjuangan Sang Kapten hingga gelar juara diraih. 

Umtiti dan Varane sudah bekerja dengan baik sebagai tembok kembar yang tegar. Matuidi dan Kante sudah menunjukkan kerja keras, walaupun akhirnya ditarik keluar. 

Kroasia boleh menangis karena hanya meraih juara kedua, Prancis juga boleh menangis karena terharu kembali berhasil meraih gelar juara. 

Luka Modric sekarang tahu perasaan Messi. Empat tahun lalu, jagoan asal Argentina itu meraih Bola Emas, tetapi negaranya takluk di final. Kane sekarang tahu bagaimana rasanya menjadi pencetak gol terbanyak, namun gelar juara tidak ikut terbawa.

Begitulah. Prancis juara satu, Kroasia juara kedua.

Perisic menikmati masa-masa renung seusai kalah (Foto: Dan Mullan-FIFA/Getty Images)
Perisic menikmati masa-masa renung seusai kalah (Foto: Dan Mullan-FIFA/Getty Images)

Meraih Piala Dunia 2018 sebenanya ujian, sebab setelahnya ada pekerjaan berat yang menanti Prancis: mempertahankan gelar. Persis jatuh cinta. Semua orang mampu jatuh cinta, sanggup pula dicintai, tetapi tidak semua orang dapat menanggung beban merawat cinta.

Sebanyak 169 gol tercipta dari 110 pemain dalam 64 partai yang digelar di Rusia. Artinya, rata-rata 2,6 gol per laga. Penyerang Inggris, Harry Kane, menjadi pencetak gol terbanyak dengan 6 gol. FIFA.com juga mencatat umpan sukses sebanyak 49,651. Rata-rata 775,8 umpan sukses per laga. Wasit mengeluarkan 219 kartu kuning dan 4 kartu merah. 

Sebanyak 12 di antaranya adalah gol bunuh diri. Gol bunuh diri pertama dicetak oleh Aziz Bouhaddouz (Maroko) pada 15  Juni dalam laga melawan Iran, yang terakhir lahir dari sundulan Mandzukic (Kroasia) pada 15 Juli 2018 di laga final melawan Prancis. Mandzukic menjadi pencetak gol bunuh diri pertama pada partai final. 

Terkait gol bunuh diri, pencinta sepak bola di seluruh dunia punya kenangan buruk.  Pada Piala Dunia 1994, Andres Escobar mencetak gol ke gawangnya sendiri. Laga itu akhirnya dimenangi Amerika Serikat dengan skor 2-1. Bek Kolombia itu akhirnya tewas setelah diberondong 12 butir pelor. Luka sepak bola.

Sejarah akhirnya tidak berulang. Siklus juara baru setiap 20 tahun tidak bertuah. Kroasia gagal mengikuti jejak Brasil pada Piala Dunia 1958, Argentina pada Piala Dunia 1978, dan Prancis pada Piala Dunia 1998. Uniknya, Prancis pula yang mengandaskan Kroasia di semifinal Piala Dunia 1998. Pada akhirnya, tim yang bermain taktislah yang berhasil mengangkat piala.

Begitulah. Prancis juara satu dan berhak atas hadiah sebesar 38 juta Dolar AS, sedangkan Kroasia juara kedua dan berhak atas hadiah 28 juta Dolar AS.

Luka Modrik sebagai Pemain Terbaik dan Kylian Mbappe selaku Pemain Muda Terbaik Piala Dunia 2018 (Foto: Lars Baron-FIFA/Getty Images)
Luka Modrik sebagai Pemain Terbaik dan Kylian Mbappe selaku Pemain Muda Terbaik Piala Dunia 2018 (Foto: Lars Baron-FIFA/Getty Images)

Sekalipun kalah, Kroasia memperlihatkan semangat pantang menyerah sepanjang laga. Dalam hidup pun mesti begitu. Jangan terlalu mudah mengeluh, tidak gampang menyerah, apalagi sedikit-sedikit menimpakan kesalahan kepada orang lain.

Bagi Prancis, pesta baru dimulai. Tentu seluruh Pasukan Ayam Jantan akan disambut penuh sukacita setiba mereka di kampung halaman. Mereka mudik sambil membawa oleh-oleh bagi rakyat Prancis. 

Timnas yang disesaki warga keturunan itu adalah contoh nyata bagi kita dalam perkara menghargai perbedaan, menghormati sesama tanpa mengulik asal usul, juga bekerja sama tanpa memperdebatkan warna kulit, ras, atau agama. 

Bagi Kroasia, pesta baru dimulai. Meskipun kalah, mereka akan disambut oleh 4,5 juta penduduk Kroasia dengan penuh sukacita. Langkah hingga ke final adalah cendera mata bagi warga Kroasia. 

Timnas yang dipenuhi pemain petarung itu merupakan contoh nyata bagi kita dalam hal gigih mengejar harapan, getol dan pantang menyerah, serta ketangguhan mental saat menghadapi kekalahan.

Bagi saya, pesta sudah selesai. Akan menyenangkan ketika menulis artikel dan mengingat ada satu kalimat yang mesti disusupkan ke dalam tubuh tulisan. Kalimat itu adalah jangan nonton bola tanpa kacang garuda. Akan saya kenang kalimat itu. 

Selama ini, saya tidak pernah menggunakan kata nonton. Biasanya saya pakai kata baku, yakni menonton atau tonton. Namun, saya sedang gencar belajar tentang taat aturan. Itu sebabnya kalimat fardu itu saya gunakan. Dan, akan saya rawat sebagai kenangan.

Bagaimana dengan kalian? Kenangan apa yang membekas dalam ingatan kalian terkait Piala Dunia 2018 di Rusia? 

Sudahlah. Tidak usah berdebat lagi. Prancis juara, Kroasia juga juara. [kp]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun