Tandem Vida di jantung pertahanan Kroasia, Lovren, merupakan bek dengan intersep, tekel, dan sapuan terbanyak sepanjang enam laga. Jangan heran kalau Klopp, pelatih Lovren di Liverpool, di Four Four Two memuji Lovren setinggi langit.Â
Jika bernapsu menang, Prancis tidak boleh terlalu menunggu serangan lawan. Akibatnya bisa fatal. Apalagi berleha-leha setelah lebih dulu mencetak gol ke gawang Kroasia.
Ringkik kuda memang tidak semembahana kokok ayam, tetapi getarnya lebih menggentarkan.
Saya tidak perlu mengeluh tentang berada di tempat yang tepat dan pada saat yang tepat pula. Itu bisa saja merupakan keberuntungan. Tetapi, banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.
~ Didier Deschamps, Pelatih Prancis
Kadang kala dominasi atas bola, serangan yang berentet dan beruntun, serta gempuran yang tak selesai-selesai belum tentu menyuguhkan hasil yang diharapkan.Â
Lihatlah Argentina dan Belgia. Kurang apa dominasi dan serangan kedua kesebelasan itu tatkala menghadapi Prancis. Hasilnya, justru kedua kesebelasan itulah yang menangis.
Karena menghendaki soliditas pertahanan dan mengandalkan serangan balik, Deschamps tidak akan banyak mengutak-atik pemain. Lloris akan tetap berdiri di bawa mistar gawang. Varane dan Umtiti di jantung pertahanan, sedangkan Hernandez dan Pavard menjaga sisi luar pertahanan.Â
Kante masih bertugas mengangkut air dan menyiram gelandang serang lawan. Pogba sesekali naik sesekali turun, Matuidi juga begitu. Mbappe dan Griezmann mengincar peluang melesat bersama bola ke gawang lawan, sementara Giroud menunggu di kotak penalti bukan untuk membuang-buang peluang.
Karena tahu anak-anak asuhnya adalah sekawanan petarung, Dalic juga tidak akan merombak sebelas pemain awal. Subasic masih tetap selaku benteng terakhir. Di depannya berdiri sepasang tameng, Lovren dan Vida. Sisi luar pertahanan dipercayakan kepada Si Laju Strinic dan Si Lesat Vrsaljko.Â