Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tetap Belgia, Tetap Bahagia

13 Juli 2018   13:16 Diperbarui: 13 Juli 2018   14:34 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih? Bahagia karena napas mengalir dan jantung berdetak, sedih karena pikiran diliputi bayang-bayang.

~ W.S. Rendra, Sastrawan Indonesia

Penonton di Stadion Saint-Petersburg menjadi saksi kegagalan tim besutan Roberto Martinez. Timnas Belgia terpaksa mengubur mimpi mencetak sejarah baru, yakni melangkah ke babak final Piala Dunia. Meskipun bermain apik dan menawan sepanjang laga, mereka harus mengakui ketangguhan Prancis.

Capaian Generasi Emas era Eden Hazard tidak berhasil memecahkan rekor Generasi Emas era Enzo Scifo. Pada 32 tahun lalu, Piala Dunia 1986 di Argentina, Scifo harus rela memperebutkan takhta ketiga. Tahun ini, pada Piala Dunia di Rusia, Hazard harus puas bertarung melawan Inggris untuk memperebutkan podium juara ketiga.

Pemirsa di seantero dunia menjadi saksi kemenangan Prancis lewat sundulan Samuel Umtiti pada menit ke-51. Bek FC Barcelona itu berhasil menyambar tendangan pojok Griezmann. Tim Iblis Merah, julukan Belgia, hanya bisa melakukan 21 sentuhan di bilangan kotak penalti. Dari sembilan sontekan ke arah gawang, cuma empat yang tepat sasaran. Empat sontekan itu gagal menghasilkan gol.

Romelu Lukaku bagai pertapa yang terkucil di kotak penalti Prancis. Ia tidak berkutik diapit sepasang bek lawan, Varane dan Umtiti, yang bermain setangguh karang. Tidak hanya Lukaku, kedua bek muda Prancis itu praktis membuat Hazard dan de Bruyne tidak berdaya. Fellaini, gelandang Belgia, yang sesekali merangsek ke depan gawang pun tidak mampu berbuat apa-apa.

Prancis lebih banyak menumpuk pemain di kawasan permainan sendiri. Tim besutan Didier Deschamps itu hanya sekali-sekali mengandalkan serangan balik. Kecepatan Mbappe dan ketenangan Griezmann jadi andalan. Sepak bola praktis. Itulah Prancis. Pada akhirnya, justru permainan pragmatis yang berhasil memenangi laga.

Begitulah sepak bola. Selalu penuh drama.

Hazard kehilangan daya sihir (Foto: Shaun Botterill, FIFA/Getty Images)
Hazard kehilangan daya sihir (Foto: Shaun Botterill, FIFA/Getty Images)
Saya lebih memilih kalah dengan Belgia dengan cara seperti ini daripada menang dengan gaya seperti Prancis.

~ Eden Hazard, Kapten Belgia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun